KITA tahu bahwa Islam mengharamkan khalwat (berduaan dengan lawan jenis tanpa disertai mahram).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لا يخلون أحدكم بامرأة فإن الشيطان ثالثهما
“Janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat dengan seorang wanita karena sesungguhnya syaitan menjadi orang ketiga diantara mereka berdua.” (HR. Ahmad 1/18, Ibnu Hibban [lihat Shahih Ibnu Hibban 1/436], At-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Awshoth 2/184, dan Al-Baihaqi dalam sunannya 7/91. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah 1/792 no. 430)
Suatu hari ketika Amirul Mu’minin melewati suatu jalan, ia melihat seorang laki-laki berbicara dengan seorang perempuan (berduaan), maka ‘Umar kemudian memukul laki-laki itu dengan cambuknya. Lelaki yang dipukul itu protes dan berkata, “Amirul Mu’minin, perempuan ini istriku.”
Umar segera menjawab, “Kalau begitu jangan berdiri bersama istrimu di jalan. Karena itu sama saja kalian berdua telah memosisikan diri untuk digunjingkan orang-orang.”
Lelaki itu berkata, “Amirul Mu’minin, saat ini kami akan memasuki kota Madinah dan kami sedang bermusyawarah di mana kami akan singgah.”
Seketika itu juga ‘Umar menyerahkan cambuknya pada laki-laki itu lalu berkata, “Balaslah aku, wahai hamba Allah.”
Lelaki itu menjawab, “Itu hakmu, Amirul Mu’minin.”
‘Umar berkata lagi, “Ambillah dan balaslah!”
Setelah tiga kali mengatakannya, “Ini karena Allah, ‘Umar berkata kembali, “Karena Allah dan karena kamu juga.” []
Sumber: DR. Ahmad Hatta MA., dkk. Januari 2015. The Golden Story of ‘Umar bin Khaththab. Jakarta Timur: Maghfirah Pustaka.