SUATU ketika kaum Quraisy menawan Utsman bin Affan di Makkah dan mengutus Suhail bin Amr kepada Rasulullah untuk melakukan perundingan perdamaian.
Salah seorang dari kaum Quraisy berkata, “Pergilah kepada Muhammad dan lakukan perdamaian. Yang harus diperhatikan dalam isi perjanjian tersebut adalah bahwa ia harus kembali ke Madinah. Dan jangan sampai orang-orang arab mendengar bahwa ia masuk ke Makkah dengan kekerasan.”
Lalu Suhail berangkat menuju Hudaibiyah dengan membawa misi tersebut. Tatkala Rasulullah melihat Suhail datang, Rasulullah berkata, “Wahai Abu Bakar, urusan kita akan menjadi mudah. Tampaknya mereka ingin melakukan perdamaian dengan mengirim orang.”
BACA JUGA: Terkejut ala Umar Sang Amirul Mukminin
Ketika Suhail sudah berada di hadapan Rasulullah, ia sampaikan misi yang dibawanya tersebut. Kedua belah pihak saling sepakat dan melakukan perjanjian. Rasulullah memerintahkan Ali bi Abi Thalib untuk menulis perjanjian tersebut.
Kedua belah pihak telah sepakat bahwa Isi perjanjian tersebut adalah keduanya sepakat untuk melakukan gencatan senjata selama sepuluh tahun. Selama gencatan senjata tersebut orang-orang harus merasa aman tanpa ada saling serang satu dengan yang lain. Barang siapa yang datang kepada Muhammad tanpa ada ijin dari walinya, maka ia harus mengembalikannya kepada walinya. Dan barang siapa dari pihak Muhammad datang kepada Quraisy mereka tidak wajib mengembalikannya dengan prinsip perdamaian tanpa peperangan, pencurian dan pengkhianatan. Barang siapa yang ingin ikut dengan pihak Muhammad dan berjanji padanya, maka ia termasuk dalam perjanjian tersebut. Barang siapa yang ikut dengan Quraisy dan berjanji padanya, ia juga termasuk dalam perjanjian tersebut.
Dalam perjanjin tersebut Umar merasa bahwa perjanjian tersebut tidak memberikan keuntungan dan tidak ada keterpihakan terhadap kaum muslim.
Setelah perjanjian tersebut dibuat dan yang tersisa hanya pengesahan dan tanda tangan, Umar mendekati Abu Bakar dan berkata, “Wahai Abu Bakar, bukankah ia adalah Rasulullah?”
“Ya, tentu saja,” jawab Abu Bakar.
“Bukankah kita kaum Muslimin?” tanya Umar kembali.
“Ya, benar.”
“Bukankah mereka orang-orang musyrik?”
“Ya, benar.”
“Mengapa kita menghinakan agama kita?”
“Percayalah kepada Rasulullah, sungguh aku bersaksi bahwa dia adalah Rasulullah.”
“Aku juga bersaksi bahwa dia adalah Rasulullah.”
Kemudian Umar mendatangi Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, bukankah engkau adalah seorang Rasul?”
BACA JUGA: Ketika Abu Bakar dan Umar Meninggikan Suara di Depan Nabi
“Ya, benar.”
“Bukankah mereka orang-orang musyrik?”
“Ya, benar.”
“Mengapa kita menghinakan agama kita?”
“Aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya. Aku tidak akan menyelisihi-Nya dan Dia tidak akan menyia-nyiakanku!”
Lalu Umar pergi dengan perasaan takut dan taat. Ia berkata, “Aku bersedekah, shalat, berpuasa dan memerdekakan budak sebagai hukuman atas perbuatanku itu. Sebab aku takut pada ucapanku tersebut. Aku hanya berharap semua itu bisa menjadi kebaikan.” []
Sumber: Nabi Muhammad di Hati Sahabat/ Penulis: Walid al-A’zhami/ Penerbit: Qalam/ 2016