SETELAH Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, Abu Bakar menjadi khalifah Islam yang pertama pada tahun 632 hingga tahun 634 Masehi. Ia adalah satu di antara empat khalifah yang diberi gelar Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang diberi petunjuk.
Setelah dilantik menjadi khalifah, Suatu hari Abu Bakar pergi berjalan menuju pasar dengan membawa beberapa kain untuk dijual. Di tengah jalan, ia berjumpa dengan ‘Umar bin Khattab dan Abdurrahman bin ‘Auf. Kemudian mereka bertanya, “Hendak kemana kemana engkau, wahai khalifah Rasulullah?”
BACA JUGA: Khalifah yang juga Berdagang
Abu Bakar menjawab “Aku hendak ke pasar.”
Umar bin Khattab kemudian bertanya lagi, “Apa yang hendak engkau lakukan, padahal engkau telah dipilih untuk mengurusi tugas kekhalifahan dan kebutuhan kaum muslimin?”
Kemudian Abu Bakar menjawab, “Lalu, dari mana aku memenuhi kebutuhan keluargaku jika aku tidak berdagang?”
Umar bin Khattab berkata, “Mari kita menjumpai Abu Ubaidah, yang dijuluki oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai orang kepercayaan umat, agar kami tetapkan gaji untukmu dari Baitul Maal.”
Keduanya pun menjumpai Abu Ubaidah. Kemudian ditetapkanlah gaji untuk Abu Bakar Ash-Shiddiq, yang jumlahnya sebesar keperluan makan seorang Muhajirin biasa, bukan dari golongan kaya dan juga bukan dari golongan miskin atau gaji seharga dengan satu ekor kambing.
Suatu hari, istrinya berkata kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu, “Aku ingin makan sedikit manisan.”
Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu menjawab, “Aku tidak memiliki uang untuk membelinya.”
Istrinya berkata, “Aku akan menyisihkan sedikit demi sedikit uang belanja harian, sehingga dalam beberapa hari akan terkumpul sejumlah uang.”
Abu Bakar Ash-Shiddiq pun menyetujuinya. Akhirnya, dalam beberapa hari, istri Abu Bakar Ash-Shiddiq, “Tampaknya dari pengalaman ini, uang gaji kita dari Baitul Mal telah melebihi keperluan kita.”
Lalu Abu Bakar mengembalikan uang yang sudah dikumpulkan oleh istrinya itu ke Baitul Mal. Untuk selanjutnya, uang gaji Abu Bakar Ash-Shiddiq dikurangi sejumlah uang yang dapat disisihkan oleh istrinya tersebut.
Meskipun Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu telah menjadi seorang khalifah pemimpin seluruh umat Islam, dia tetap berdagang seperti sebelumnya. Hasil pekerjaan itu, cukup untuk keperluan keluarganya. Hal ini bisa diketahui dari pernyataan dia setelah menjadi khalifah.
BACA JUGA: Gaji Khalifah Abu Bakar
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari Ummul Mukminin Aisyah, ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq telah menjadi khalifah, ia berkata, “Kaumku mengetahui bahwa pekerjaanku adalah berdagang. Itu telah mencukupi keluargaku. Tetapi, karena tugas kekhalifahan, aku disibukkan dengan urusan kaum Muslimin, sehingga untuk keperluan keluargaku diambil dari Baitul Maal.”
Meski begitu, sebelum Abu Bakar Ash-Shiddiq meninggal dunia, ia berwasiat kepada ‘Aisyah agar mengembalikan seluruh gaji yang telah dikeluarkan untuk dia dari Baitul Maal, kepada Khalifah yang menggantikannya. Anas bin Malik meriwayatkan bahwa ketika Abu bakar Ash-Shiddiq meninggal dunia, ia tidak meninggalkan dirham dan dinar. Ia hanya meninggalkan seekor unta perah, sebuah mangkok, dan seorang hamba sahaya. Dalam riwayat yang lain, ia berkata, “Ia telah meninggalkan sehelai selimut dan sehelai kain alas. Barang-barang itu telah diserahkan kepada Umar bin Khattab ketika ia menggantikannya sebagai khalifah.” Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata, “Semoga Allah ‘Azza wa Jalla melimpahkan rahmat kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq, ia telah membuat letih orang yang ingin mengikutinya.” (Diambil dari kitab Fathul Bari). []
Sumber: DR. Ahmad Hatta MA., dkk. Januari 2015. The Golden Story of Abu Bakar Ash-Shiddiq. Jakarta Timur: Maghfirah Pustaka.