KITA tidak perlu hasad (iri) jika ada ustadz yang lebih tenar dan lebih banyak jama’ahnya dari kita. Semestinya kita bersyukur bahwa ada orang lain yang mengurangi beban dakwah kita.
Jalan kebaikan itu banyak. Tidak semua orang harus belajar agama lewat kita. Mungkin mereka memiliki keistimewaan yang tidak kita miliki. Mungkin juga mereka memiliki keikhlasan yang lebih sehingga dakwah mereka begitu mudah diterima oleh manusia.
BACA JUGA: Orang Hasad
Katakan saja “Itu keutamaan Allah yang Dia berikan kepada seorang yang Dia kehendaki”.
Kalau penyakit hasad sampai menjangkiti hati kita, maka apapun yang dilakukan orang lain akan selalu salah di mata kita. Benar saja salah, apalagi salah. Kesalahan yang kecil menjadi besar, apalagi kesalahan yang besar.
Perbedaan pendapat dalam masalah furu’ (cabang) disikapi seolah masalah pokok agama. Selain itu, kita akan terus berusaha mengintai mereka. Kapan didapatkan ketergelinciran, maka akan digunakan untuk ‘menghabisi’ mereka. Sepintas seperti nasihat, tapi hakikatnya balas dendam untuk menjatuhkan saudaranya.
BACA JUGA: Hasad di Antara Para Dai
Mari kita tanyakan kepada diri kita, apa sebenarnya niat kita berdakwah? Karena Allah, atau ingin memperbanyak pengikut dan mengejar popularitas untuk menggapai dunia? Mari kita mulai jujur supaya kita bisa memperbaiki diri. Hasad dalam dakwah hanya akan muncul dari niat yang keliru. Sehingga yang tersisa hanyalah persaingan untuk saling menjatuhkan, bukan lagi kerja sama untuk saling menyempurnakan dan menguatkan. []
Facebook: Abdullah Al-Jirani