Oleh: Desti Ritdamaya
Praktisi Pendidikan
mabdagabek000@gmail.com
TAK kenal maka tak sayang. Pepatah ini kiranya tepat untuk menjelaskan alasan minimnya minat kaum muslim dalam menuntut ilmu agama. Hal ini dapat diamati dari banyaknya konser musik atau bioskop berbayar, selalu ramai pengunjung yang rata-rata usia produktif. Tapi kajian majelis ilmu agama, yang tampak hanyalah anak-anak TPA atau bapak-bapak/ibu-ibu yang sudah mau ‘pensiun’ usianya.
Muslim yang tak kenal hukum menuntut ilmu dan keutamaannya, tentu saja merasa tak sayang meninggalkan majelis ilmu. Sehingga urgen bagi muslim untuk memahami hal tersebut, yang akan menjadikan dirinya tak hanya semangat tapi juga istiqamah berada dalam majelis ilmu.
Semangat dan Istiqamah ke Majelis Ilmu: Hukum Menuntut Ilmu
Allah menegaskan dalam surat adz zariyat ayat 56, bahwa tujuan penciptaan manusia hanyalah untuk menyembahNya. Yang dimaksud menyembah Allah adalah taat dan tunduk padaNya serta terikat dengan aturan-Nya.
BACA JUGA: Hijab, Pakaian Takwa Muslimah
Untuk merealisasikannya, dibutuhkan ilmu terkait amal-amal yang terkategori ketaatan, ketundukan dan keterikatan pada syari’at. Tak bisa menyembah Allah mengandalkan perasaan saja. Karena hal tersebut akan menjatuhkan manusia pada cara penyembahan yang salah dan mengikuti hawa nafsu. Pun sama tak bisa memasuki syurga Allah dengan selamat, jika seorang hamba berselimut kebodohan dan kebutaan pada aturan Allah.
Hal inilah yang menjadikan muslim wajib menuntut ilmu sebelum melakukan amal. Sebagaimana hadits Rasulullah ﷺ:
طَلَبُ اْلعِلْمْ فَرِثْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap individu muslim.” (HR. Ibnu Majah).
Hadits ini memberikan tuntunan bahwa selama nafas dikandung badan selama itu pula kewajiban menuntut ilmu melekat pada pundak muslim mukallaf. Tak hanya itu, harus dipahami kalimat طَلَبُ اْلعِلْمْ , memiliki makna yang mendalam yaitu السعي إليه وبذل الجهد في تحصيله . Maksudnya dalam menuntut ilmu dibutuhkan pengerahan segenap kekuatan sampai tidak ada lagi daya upaya, Dibutuhkan pengorbanan waktu, pikiran dan tenaga di dalamnya. Tak bisa menunut ilmu agama hanya sekadar saja, atau waktu luang saja, atau lagi mood saja.
Para shahabat dan ulama salaf telah memberikan teladan terbaik dalam mengamalkan hadits di atas. Di fase awal dakwah, shahabat assabiqunal awwalun menuntut ilmu pada Rasululullah SAW berada dalam ancaman dan cekaman. Mereka harus menempuh perjalanan malam hari dengan jarak puluhan kilometer menuju rumah Arqam bin Abi Arqam di bukit shafa Mekkah. Pun sama banyak kisah dari ulama salaf rela menghadapi berbagai kesulitan dalam menuntut ilmu. Mereka bahkan harus menempuh perjalanan antar benua hanya dengan berjalan kaki untuk mengetahui satu makna ayat dalam Al Quran atau mendengar satu hadits.
Semangat dan Istiqamah ke Majelis Ilmu: Keutamaan Menuntut Ilmu
Sambutan hangat Rasulullah ﷺ berikan pada Shafwan al Muradi, saat niat tulusnya sengaja datang ke masjid Nabawi untuk menuntut ilmu dari Beliau ﷺ. Seraya Beliau ﷺ memberikan kabar gembira, bahwasanya para malaikat mendo’akan para penuntut ilmu sebagai bentuk kecintaan pada ilmu dan penghormatan pada penuntut ilmu.
Dalam hadits lain, Beliau ﷺ menjelaskan bahwa majelis ilmu adalah taman-taman syurga. Karena di dalamnya dibacakan dan dipelajari ayat-ayat Allah yang akan mendatangkan sakinah (ketenangan), rahmat dan ridha Allah. Barangsiapa yang mendatangi majelis ilmu, hakikatnya Allah menghendaki kebaikan padanya dan memberikan jalan pintas menuju syurga. Rasulullah ﷺ bersabda :
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan pada dirinya, maka Allah akan jadikan dia paham tentang agamanya.” (HR.Bukhari dan Muslim).
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).
Dengan memiliki ilmu, amalan ibadah yang dilakukan hamba akan bernilai pahala berlipat ganda di sisi Allah. Tak hanya itu akan terbuka pintu-pintu kebaikan baginya. Karena penuntut ilmu paham amal-amal yang diridhai atau dimurkai Allah, mampu mendudukkan prioritas amal shalih, bijak dalam menghadapi masalah kehidupan dan sebagainya.
Bahkan dapat mendatangkan amal jariyah ketika ilmu tersebut disampaikan ke orang lain dan bermanfaat padanya. Tak ada sebaik-baik balasan bagi yang melakukan demikian, kecuali syurga dengan derajat yang tinggi di sisi Allah. Rasululullah SAW bersabda :
فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أَدْنَاكُمْ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ
“Keutamaan seorang alim dari seorang abid seperti keutamaanku dari orang yang paling rendah di antara kalian,” kemudian beliau melanjutkan sabdanya: “Sesungguhnya Allah, MalaikatNya serta penduduk langit dan bumi bahkan semut yang ada di dalam sarangnya sampai ikan paus, mereka akan mendoakan untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (HR. At Tirmidzi).
BACA JUGA: Akhlaq Muslim terhadap Al-Quran
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh.” (HR. Muslim).
من جاءه الموت و هو يطلب العلم ليحيي به الإسلام,فبينه و بين النبيين درجة واحدة في الجنة
“Barang siapa mati dalam keadaan mencari ilmu untuk menghidupkan Islam, maka di syurga antara dirinya dengan para nabi hanya satu derajat.” (HR.Ad Darimi).
Wallahu a’lam bish-shawabi. []