Oleh: Dr. Ahmad Kusyairi Suhail, MA
Dosen FDI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta/Sekjen PP IKADI
KATA tarhib berasal dari kata rahhaba, yurahhibu, tarhiiban yang berarti ‘melapangkan dada’, ‘menyambut dengan mesra serta senang hati.’ Dalam konteks ini, tarhib alias menyambut bahagia kedatangan bulan suci Ramadhan termasuk tuntunan iman yang sejati. Sebab, Rasulullah SAW biasa melakukannya.
Bahkan, Nabi SAW telah men-tarhib Ramadhan dua bulan sebelumnya. Sebagaimana diriwayatkan Anas bin Malik RA, ketika memasuki bulan Rajab Nabi SAW berdoa, “Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah umur kami di bulan Ramadhan.” (HR Imam Ahmad dan Ath Thabrani).
BACA JUGA:Â Ini 3 Nama Lain Bulan Ramadhan
Hal ini penting guna menanamkan kerinduan kepada Ramadhan sekaligus sebagai upaya persiapan mental (tahyi’ah nafsiyah), spiritual (tahyi’ah ruhiyah) dan intelektual (tahyi’ah fikriyah).
Tanpa persiapan mental, spiritual, dan intelektual, puasa Ramadhan hanya akan menjadi kegiatan ritual keagamaan tahunan tanpa makna, tanpa pahala dan tidak mampu memberikan pengaruh positif bagi kehidupan. Perhatikan sabda Nabi SAW, “Berapa banyak orang yang puasa tidak mendapatkan kecuali lapar dan dahaga.” (HR An Nasa’i dan Ibnu Majah).
Sebaliknya, dengan persiapan dan perbekalan yang maksimal akan mampu meraih sukses Ramadhan secara optimal. Untuk itu, di hari terakhir Sya’ban, Rasulullah SAW kembali mengondisikan umatnya dengan menyampaikan pidato ‘kenegaraan’ menyambut Ramadhan dengan menjelaskan keutamaan-keutamaannya.
“Wahai manusia, telah datang kepada kalian bulan yang agung, bulan penuh berkah. Di dalamnya ada malam yang lebih baik dari seribu bulan. Allah menjadikan puasanya wajib dan qiyamul lail-nya sunnah. Barangsiapa yang mendekatkan diri dengan kebaikan, maka seperti mendekatkan diri dengan kewajiban di bulan yang lain. Barangsiapa yang mengerjakan kewajiban, makan seperti mengerjakan 70 kewajiban di bulan lain. Ramadhan adalah bulan sabar, dan sabar itu balasannya surga. Ramadhan bulan solidaritas dan bulan ditambahkan rizki orang mukmin. Barangsiapa memberi makan orang yang berpuasa, maka diampuni dosa-dosanya dan dibebaskan dari api neraka dan mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa tersebut tanpa dikurangi sedikit pun pahalanya.”
BACA JUGA:Â Bagaimana Pola Makan Nabi di Bulan Ramadhan?
Kami (para sahabat) berkata, ”Ya Rasulullah, tidak semua kita dapat memberi makan orang yang berpuasa.” Rasulullah SAW bersabda, ”Allah memberi pahala kepada orang yang memberi buka puasa meskipun hanya dengan seteguk susu atau satu biji kurma atau seteguk air. Barangsiapa yang membuat kenyang orang berpuasa, maka Allah akan memberikan minum dari telagaku (Nabi SAW) satu kali minuman yang tidak akan pernah membuatnya haus sampai ia masuk surga.” (HR Ibnu Huzaimah, Al Baihaqi).
Semoga puasa Ramadhan kita tahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya sehingga menjadi momentum perubahan diri, keluarga, masyarakat dan bangsa. Semoga Ramadhan ini juga mampu memancarkan berbagai macam bentuk ketakwaan. Sebab satu tujuan utama Allah SWT mewajibkan puasa Ramadhan adalah agar hambanya bertakwa. []
SUMBER: IKADI