KETIKA Khalid bin Walid resmi dipecat sebagai panglima militer dan digantikan oleh Abu Ubaidah bin Jarrah. Khalid turun menjadi komandan batalion pasukan.
Setelah Abu Ubaidah resmi menjadi pengganti Khalid bin Walid, Abu Ubaidah berkata, “Sesungguhnya aku tidak menginginkan kekuasaan dunia. Aku juga tidak berbuat karena mengharapkan dunia.”
Ketika Abu Ubaidah meminta Khalid bin Walid untuk melakukan penyerangan di bawah komandonya, Khalid bin Walid berkata, “Aku akan melaksanakannya In syaa Allah. Aku menunggu perintahmu.”
BACA JUGA: Manfaat Kurma, Penangkal Racun yang Digunakan Khalid bin Walid
Abu Ubaidah berkata, “Aku merasa malu terhadap dirimu, wahai Abu Sulaiman.”
Khalid bin Walid berkata lagi, “Demi Allah, aku akan menaatinya sekalipun orang yang memerintahkanku adalah seorang anak kecil. Bagaimana mungkin aku akan menyelisihi perintahmu? Sedangkan engkau telah berislam terlebih dahulu bersama para sahabat yang lain.
“Engkau juga cepat dalam menerima dakwah Rasulullah. Rasulullah menjulukimu dengan Al-Amin (orang yang dapat dipercaya). Bagaimana aku akan mendahuluimu dalam suatu urusan? Saksikanlah, aku telah mengikat diriku di jalan Allah. Aku tidak akan menentang perintahmu selamanya. Aku juga tidak akan memangku jabatan lagi.”
Khalid bin Walid pun menerima pemecatan dirinya dengan hati yang lapang. Dia tetap bersedia berperang di bawah komando, Abu Ubaidah, penggantinya selama enam tahun lamanya.
Dan selama itu dia tidak pernah berselisih dengan Abu Ubaidah. Khalid bin Walid juga tidak mengingkari kemuliaan akhlak Abu Ubaidah, dan ia selalu menghormatinya. Khalid selalu pergi bersamanya, mengikuti perintahnya, menghormati pendapat-pendapatnya dan selalu mendahulukan keputusannya.
BACA JUGA: Masuk Islamnya Khalid bin Walid
Sikap Khalid bin Walid ini menunjukkan atas ketulusan hatinya dalam berjuang. Atas jasanya, pasukan Islam berhasil menaklukkan Damaskus dan Qinsirin. Sikap yang ditunjukkan Khalid setelah pemecatannya menunjukkan atas kemuliaan jiwanya.
Dia tetap Khalid bin Walid, pedang Allah, baik sebagai komandan atau anggota pasukan. Keduanya bersahabat dan tidak menjabat sebagai panglima melainkan hanya karena Allah ‘Azza wa Jalla. []
Sumber: Ahmad Hatta MA., dkk. Januari 2015. The Golden Story of ‘Umar bin Khaththab. Jakarta Timur: Maghfirah Pustaka.