KETIKA sedang berkeliling Kota Madinah pada malam hari, atas kebiasaannya untuk mengetahui kondisi kaum muslimin pada malam hari. Umar bin Khattab ra. yang ketika itu menjabat sebagai amirul mukminin melihat seorang lelaki tampak gelisah duduk di teras depan rumah yang tidak terurus. Tiba-tiba Umar mendengar suara perempuan merintih-rintih di dalam rumah itu. Rasa penasaran memberanikan dirinya bertanya kepada laki-laki itu, “Saudaraku, mengapa kau begitu murung? Siapa yang sedang merintih itu?”
Mendengar pertanyaan Umar, laki-laki itu merasa tidak senang. “Hai laki-laki asing, apa pedulinya kau bertanya itu kepadaku. Enyahlah kau dan menjauh dari sisiku,” hardik laki-laki itu.
BACA JUGA: Keinginan Khalifah Umar yang Tak Tercapai
Mendengar jawaban yang kasar tentu saja Umar terkejut. Namun, ia berusaha lebih ramah lagi untuk menyapa laki-laki yang sedang bingung itu “Saudaraku, siapa tahu aku bisa membantu meringankan kesusahanmu.”
“Apa, membantuku? Hai orang asing, jangan pernah kau mengolok-olok diriku. Mestinya bukan kau yang akan membantuku, tetapi amirul mukminin. Bukankah amirul mukminin penanggung jawab bagi semua orang muslim?” kata lelaki itu dengan nada suara yang semakin tinggi.
Umar tetap tidak menyerah, ia berbicara lagi pada lelaki 1tu, “Saudaraku, maafkanlah amirul mukminin karena ia tidak mengetahui keadaanmu.”
Lelaki itu menjawab, “Kalau ia tidak mengetahui umatnya, lalu apa yang dikerjakannya sehari-hari?”
Mendengar perkataan lelaki tersebut, tentu saja Umar sangat sedih. la segera membalikkan tubuhnya dan bergegas membuka isi bekalnya yang berisi tiga potong roti bakar.
“Maukah kau makan bersama-sama roti bakar ini,” pinta Umar.
Laki-laki itu pun mengangguk. Umar dan lelaki itu mulai memakan roti itu sambil berbincang-bincang. Lelaki itu terlihat memakan lahap roti yang diberikan Umar.
Saat tengah menyantap roti dari tangannya, Umar bertanya kembali pada laki-laki itu, “Siapakah perempuan yang merintih itu?”
Dengan acuh tak acuh ia menjawab, “Istriku yang akan melahirkan. Aku bingung karena aku tidak memiliki biaya persalinannya,” jawab laki-laki itu.
Mendengar jawaban yang keluar dari mulut lelaki tersebut menggetarkan hati Umar. la pun bergegas meninggalkannya. “Tentu saja kau akan cepat pergi setelah tahu kesusahan orang lain,” gerutu lelaki itu pada Umar.
BACA JUGA: Doa Umar bin Khattab ketika Dilanda Kekeringan
Tidak berapa lama, Umar datang kembali bersama seorang perempuan cantik sambil memberi salam, “Assalamu’alaikum, wahai saudaraku, istriku akan membantu persalinan istrimu. Izinkanlah ia masuk.”
Lelaki itu mengangguk tanda setuju. Setelah istri Umar masuk, Umar dan laki-laki itu menghabiskan potongan roti bakar yang masih tersisa sambil bercengkerama. Tiba-tiba dari dalam rumah terdengar suara istri Umar berteriak, “Suamiku amirul mukminin, alhamdulillah ibu dan anaknya dalam keadaan sehat karena Allah Maha Melindungi. Mudah-mudahaan bayi ini kelak menjadi orang yang berbakti kepada kedua orangtuanya.”
Mendengar istri Umar memanggil dengan sebutan amirul mukminin, laki-laki di samping Umar terkejut dan berbicara dengan suara terbata-bata, “Apakah Anda amirul mukminin? Alangkah celakanya diriku karena telah meremehkan Anda.”
Sambil tersenyum Umar berkata, “Manusia adalah tempat khilaf, tidak terkecuali diriku. Aku ingin membantu karena Allah.” []
Sumber: 65 Cerita Teladan/ Penulis: Sakha Aqila Mustofa/ Penerbit: PT. Wahyu Media/ 2008