IMRAN bin Abdullah bin Thalhah menuturkan bahwa ketika Utsman bin Affan keluar rumah untuk shalat shubuh, ia masuk dari pintu yang biasa ia masuk darinya. Ternyata pintu itu sudah dipadati oleh orang-orang. Salah seorang berkata, “Lihatlah!” Orang-orang pun melihat di antara mereka ada yang memegang belati dan juga sebilah pedang.
Utsman yang ketika itu melihatnya bertanya, “Apa maksudmu?”
Orang itu lantas berkata, “Aku ingin membunuhmu.”
BACA JUGA: Pesan Terakhir Utsman Bin Affan ketika Dikepung
Utsman kemudian berkata, “Subhanallah, atas dasar apa engkau ingin membunuhku?”
Orang itu menjawab dengan penuh kekesalan, “Pejabatmu telah menzhalimiku di Yaman.”
Utsman kembali bertanya, “Mengapa engkau tidak mengadukan perkaramu padaku? Dan seandainya aku tidak adil atau aku menzhalimimu lewat petugasku, lantas engkau langsung hendak membunuhku?”
Utsman kemudian bertanya pada orang-orang di sekelilingnya, “Bagaimana jika menurut kalian?”
Mereka menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, ia adalah musuh yang Allah telah menguasakannya padamu.”
Namun Utsman berkata, “Dia hanyalah seorang hamba yang hendak berbuat maksiat, lalu Allah menahan keburukannya dariku. Hadirkan orang yang mau menjaminnya.” Lalu Utsman mengingatkan orang itu, “Jangan engkau tampakan wajahmu di Madinah lagi selama aku masih memimpin kaum muslimin.”
BACA JUGA: 12 Fakta Khalifah Utsman bin Affan
Setelah itu, salah seorang dari kaumnya datang menjaminnya, Utsman pun melepaskannya.
Memaafkan dalam kondisi seperti ini termasuk salah satu sifat kesempurnaan seseorang. Saat Utsman dalam kondisi tertinggi dan terkuat sekalipun, beliau tetap sabar dan menahan diri. Sikap ini sangat memikat hati kaum muslimin dan tentunya meredam api perpecahan. []
Sumber: Abu Jannah. Sya’ban 1438 H. Serial Khulafa Ar-Rasyidin, Utsman bin Affan. Jakarta: Pustaka Al-Inabah.