JAKARTA— Rencana pemerintah yang akan menarik persoalan izin pendirian pondok pesantren (Pontren) mendapat kritik dari Anggota DPR. Menurut Anggota Komisi VIII DPR RI, Khatibul Umam Wiranu, langkah pemerintah pusat ini merupakan rencana yang keluar batas.
Selain rencana ini tidak memiliki dasar hukum, secara substansial rencana ini telah mengingkari semangat otonomi daerah, dimana persoalan pendidikan salah satu menjadi sektor yang juga diurus oleh pemerintah daerah.
“Ide ini menabrak spirit otonomi daerah. Padahal, pesantren dan jenis pendidikan lainnya menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional sebagaimana diatur dalam UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,” ujar Khatibul Umam kepada Parlementaria, Senin (5/3/2018).
Rencana yang dilatari kekhawatiran pemerintah kecolongan atas keberadaan pesantren yang menyimpang dari dasar negara dan konstitusi, juga menunjukkan ketidakpercayaan pada aparat pemerintah sendiri dan tidak percaya terhadap regulasi yang dibentuk oleh pemerintah.
Politisi Partai Demokrat ini menegaskan berbagai regulasi yang tersedia seperti PP Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan juga secara umum mengatur soal keberadaan pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang bertujuan untuk memperdalam ilmu agama (tafaqquh fiid diin) serta PMA 13/2014 juga telah memenuhi kebutuhan pesantren.
Khatibul juga menyarankan agar pemerintah lebih baik menjalankan berbagai regulasi yang telah ada dengan baik. Membuat rencana yang cenderung membingkai pesantren sebagai tempat yang anti-NKRI merupakan tindakan konyol dan tak mendasar.
“Mestinya pemerintah koreksi diri, bila terdapat kejadian yang muncul di pesantren bukan dengan merespons membuat aturan baru yang justru offside. Sistem koordinasi di internal pemerintah yang lemah justru menjadi penyebabnya, pemerintah saat ini baiknya menjalankan PP Nomor 55/2007 dan PMA Nomor 13/2014 seperti yang sudah dilakukan pemerintah sebelumnya, dan terbukti tidak timbulkan kegaduhan,” tegas Khatibul Imam. []
SUMBER: MINA