Oleh: Ust. Deden A. Herdiansyah, M.Hum
KHUTBAH PERTAMA
ﺍَﻟْﺤﻤْﺪُ ﻟﻠﻪ، ﺍَﻟْﺤﻤْﺪُ ﻟﻠﻪ ﺍﻟَّﺬِﻱ ﻫَﺪَﺍﻧَﺎ ﻟِـﻬَﺬَﺍ ﻭَﻣَﺎ ﻛُﻨَّﺎ ﻟِﻨَﻬْﺘَﺪِﻱَ ﻟَﻮْﻻَ ﺃَﻥْ ﻫَﺪَﺍﻧَﺎ ﺍﻟﻠﻪُ . ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺍِﻟَﻪَ ﺇﻻَّ ﺍﻟﻠﻪ ﻭَﺣْﺪَﻩُ ﻟَﺎ ﺷَﺮِﻳْﻚَ ﻟَﻪ، ﻭَﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥَّ ﻣُﺤَﻤَّﺪًﺍ ﻋَﺒْﺪُﻩُ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟُﻪُ، ﻭَﺣَﺒِﻴْﺒُﻪُ ﻭَﺧَﻠِﻴْﻠُﻪُ، ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻟِﻪِ ﻭَﺃَﺻْﺤَﺎﺑِﻪِ، ﻭَﻣَﻦْ ﺗَﺒِﻌَﻬُﻢْ ﺇِﻟَﻰ ﻳَﻮْﻡِ ﺍﻟﺪِّﻳْﻦ، ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺗَﺴْﻠِﻴْﻤًﺎ ﻛَﺜِﻴْﺮًﺍ، ﺃَﻣَّﺎ ﺑَﻌْﺪ:
ﻓَﻴَﺎ ﻋَﺒَﺎﺩَ ﺍﻟﻠﻪ، ﺍِﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠﻪَ ﺣَﻖَّ ﺗُﻘَﺎﺗِﻪِ، ﻭَﻻَ ﺗَـﻤُﻮﺗُﻦَّ ﺇِﻻَّ ﻭَﺃَﻧْﺘُﻢْ ﻣُﺴْﻠِﻤُﻮﻥ، ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﺑَﻌْﺪَ ﺃَﻋُﻮْﺫُ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥِ ﺍﻟﺮَّﺟِﻴْﻢ:
( ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺍﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﺣَﻖَّ ﺗُﻘَﺎﺗِﻪِ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﻤُﻮﺗُﻦَّ ﺇِﻟَّﺎ ﻭَﺃَﻧْﺘُﻢْ ﻣُﺴْﻠِﻤُﻮﻥَ )
( ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺍﺗَّﻘُﻮﺍ ﺭَﺑَّﻜُﻢْ ﻭَﺍﺧْﺸَﻮْﺍ ﻳَﻮْﻣًﺎ ﻟَﺎ ﻳَﺠْﺰِﻱ ﻭَﺍﻟِﺪٌ ﻋَﻦْ ﻭَﻟَﺪِﻩِ ﻭَﻟَﺎ ﻣَﻮْﻟُﻮﺩٌ ﻫُﻮَ ﺟَﺎﺯٍ ﻋَﻦْ ﻭَﺍﻟِﺪِﻩِ ﺷَﻴْﺌًﺎ ﺇِﻥَّ ﻭَﻋْﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺣَﻖٌّ )،
Jamaah Jum’ah Rahimakumullah,
Ibnu Khaldun dalam bukunya yang termasyhur, Muqaddimah, mengingatkan kita tentang dua bahaya yang bisa merusak sebuah peradaban. Bahaya tersebut adalah jebakan materi dan melemahnya ikatan ukhuwwah. Sebagai sebuah umat, tentu kita perlu mewaspadainya agar tidak semakin dalam terperosok pada lubang kehinaan, sebaliknya semakin mampu untuk menyusun kembali dan menata ulang peradaban yang pernah mewarnai sejarah berabad-abad yang silam.
Malik bin Nabi, seorang sejarawan Aljazair mengatakan, bahwa peradaban berada pada puncaknya saat masyarakatnya didominasi oleh nilai-nilai spiritual. Lalu, saat berada pada kondisi stabil, peradaban didominasi oleh nilai-nilai rasional.
Sedangkan, peradaban akan menuju kehancurannya saat didominasi oleh nilai-nilai nafsu, syahwat dan materi. Artinya, kondisi yang sekarang kita hadapi berupa keterpurukan dan kehinaan adalah karena nilai-nilai material telah mendominasi kehidupan kita.
Allah sendiri telah mengingatkan berulang kali dalam Al-Qur`an tentang bahaya jebakan materi. Terdapat delapan kata at-tarof (ﺍﻟﺘَّﺮَﻑ ) dengan berbagai bentuk perubahannya di dalam Al-Qur`an yang semuanya berkaitan langsung dengan azab dan kehancuran.
Kata at-tarof secara bahasa bermakna kekayaan atau kemegahan. Hal ini mengisyaratkan, bahwa kehidupan yang bermewah-mewahan dan bermegah-megahan, hingga melupakan Allah Swt, menjadi tanda dekatnya kehancuran sebuah peradaban dan azab Allah kelak di yaumil akhir. Allah berfirman:
ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺃَﺭَﺩْﻧَﺎ ﺃَﻥْ ﻧُﻬْﻠِﻚَ ﻗَﺮْﻳَﺔً ﺃَﻣَﺮْﻧَﺎ ﻣُﺘْﺮَﻓِﻴْﻬَﺎ ﻓَﻔَﺴَﻘُﻮْﺍ ﻓِﻴْﻬَﺎ ﻓَﺤَﻖَّ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﺍﻟْﻘَﻮْﻝُ ﻓَﺪَﻣَّﺮْﻧَﻬَﺎ ﺗَﺪْﻣِﻴْﺮًﺍ
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS. Al-Isra`: 16).
ﺣَﺘَّﻰ ﺇِﺫَﺍ ﺃَﺧَﺬْﻧَﺎ ﻣُﺘْﺮَﻓِﻴْﻬِﻢْ ﺑِﺎﻟْﻌَﺬَﺍﺏِ ﺇِﺫَﺍﻫُﻢْ ﻳَﺠْﺌَﺮُﻭْﻥَ
“Hingga apabila Kami timpakan azab, kepada orang-orang yang hidup mewah di antara mereka, dengan serta merta mereka memekik minta tolong.” (QS. Al-Mu`minun: 64).
Rasulullah SAW pun benar-benar mengkhawatirkan bahaya ini menimpa umatnya. Kekhawatiran yang berasaskan pada pengetahuannya tentang nasib umat terdahulu.
Dalam sabdanya tergambarkan kekhawatiran sang baginda:
ﻓَﻮَﺍﻟﻠﻪِ ﻟَﺎ ﺍﻟْﻔَﻘْﺮَ ﺃَﺧْﺸَﻰ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ، ﻭَﻟَﻜِﻦْ ﺃَﺧَﺸَﻰ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺃَﻥْ ﺗُﺒْﺴَﻂَ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ، ﻛَﻤَﺎ ﺑُﺴِﻄَﺖْ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻗَﺒْﻠَﻜُﻢْ، ﻓَﺘَﻨَﺎﻓَﺴُﻮﻫَﺎ ﻛَﻤَﺎ ﺗَﻨَﺎﻓَﺴُﻮﻫَﺎ، ﻭَﺗُﻬْﻠِﻜَﻜُﻢْ ﻛَﻤَﺎ ﺃَﻫْﻠَﻜَﺘْﻬُﻢْ
“Demi Allah, bukan kefakiran yang aku takutkan terhadap kalian, tapi yang aku takutkan terhadap kalian adalah; bila dunia dibukakan untuk kalian, sehingga kalian saling berlomba mendapatkannya, sebagaimana umat sebelum kalian saling berlomba di dalamnya, lalu dunia itu membinasakan kalian sebagaimana dunia itu telah membinaskan mereka.” (HR al-Bukhari)
Maka, ambillah sekadarnya dari dunia ini. Ambillah sebagai sarana untuk meningkatkan khidmat dan taat kita pada Sang Maha Pemberi, Allah Swt. Tidak perlu silau dengan dunia, karena sejatinya dunia memang zinah (perhiasan) dan mata’ (kesenangan) yang dijadikan sebagai ujian untuk menakar iman kita.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Bahaya lain yang patut diwaspadai adalah lemahnya ikatan ukhuwwah di antara kaum Muslimin. Ukhuwwah adalah jalinan perasaan yang ujungnya adalah jaringan. Awalnya adalah perasaan yang terbebas dari kepentingan dunia dan ujungnya adalah jaringan yang berorientasi untuk menegakkan kalimat Allah.
Dengan ukhuwwah barisan kaum Muslimin menjadi kuat, sebaliknya tanpa ukhuwwah kaum Muslimin menjadi rapuh dan lemah.
Namun, membangun ukhuwwah dalam tataran perasaan bukanlah sesuatu yang mudah. Banyak tantangan dan godaannya. Ada satu kaidah yang bisa dipahami: selama tidak ada kepentingan duniawi, pada umumnya ukhuwwah bisa dibangun dengan indah. Namun, jika sudah ada kepentingan-kepentingan duniawi yang memikat, ukhuwwah menjadi rentan dan mudah rusak.
Banyak orang yang memperebutkan jabatan untuk membuktikan siapa yang paling berkuasa. Memperebutkan harta untuk membuktikan siapa yang paling berpengaruh. Berdebat hebat untuk membuktikan siapa yang paling berilmu. Semuanya tidak bermanfaat sama sekali. Tidak ada sedikit pun kebaikan dalam perpecahan, kecuali hanya menorehkan luka di tubuh umat yang membuatnya lemah dan terkadang menyebabkannya roboh.
Dari sirah nabawiyyah kita bisa mengambil ibrah, bahwa riak-riak konflik mulai tampak di tubuh kaum Muslimin justru pasca terjadinya perang Badar, pasca kemenangan dan didapatkannya harta rampasan perang.
Namun, jika kita mampu membangun ukhuwwah dengan baik, maka kita akan mampu menghadapi setiap bahaya yang mengancam umat. Kuncinya ada pada ketulusan. Jika kita mengawali amal dengan ketulusan, maka akan banyak yang bisa kita lakukan: menggalang potensi yang banyak dan menyatukan kekuatan yang luas.
Tentang ketulusan itu, kita bisa belajar kepada kaum Anshar dalam keikhlasan mereka menyisihkah apa yang mereka punya untuk kaum Muhajirin. Mereka bahkan lebih mengutamakan para tamu mereka tersebut diatas kebutuhan diri dan keluarga mereka. Betapa hebatnya ukhuwwah yang terjalin antara Anshar dan Muhajirin hingga Allah mengabadikannya di dalam Al-Qur`an.
Ukhuwwah yang terjalin di antara keduanya berasaskan ketulusan, sebagaimana firman Allah:
ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺗَﺒَﻮَّﺀُﻭْ ﺍﻟﺪَّﺍﺭَ ﻭَﺍﻟْﺈِﻳْﻤَﺎﻥَ ﻣِﻦْ ﻗَﺒْﻠِﻬِﻢْ، ﻳُﺤِﺒُّﻮْﻥَ ﻣَﻦْ ﻫَﺎﺟَﺮَ ﺇِﻟَﻴْﻬِﻢْ، ﻭَﻟَﺎ ﻳَﺠِﺪُﻭْﻥَ ﻓِﻰ ﺻُﺪُﻭْﺭِﻫِﻢْ ﺣَﺎﺟَﺔً ﻣِﻤَّﺎ ﺃُﻭْﺗُﻮْﺍ، ﻭَﻳُﺆْﺛِﺮُﻭْﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻧْﻔُﺴِﻬِﻢْ، ﻭَﻟَﻮْ ﻛَﺎﻥَ ﺑِﻬِﻢْ ﺧَﺼَﺎﺻَﺔٌ، ﻭَﻣَﻦْ ﻳُﻮْﻕَ ﺷُﺢَّ ﻧَﻔْﺴِﻪِ ﻓَﺄُﻭْﻟَﺌِﻚَ ﻫُﻢُ ﺍﻟْﻤُﻔْﻠِﺤُﻮْﻥَ
“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Al-Hasyr: 9).
Dalam ayat tersebut ada tiga sikap ukhuwwah yang ditunjukan kaum Anshar terhadap kaum Muhajirin; mencintai, memberi dengan tulus, dan mengutamakan Muslim lain meskipun dalam keadaan susah.
Sikap seperti inilah yang membuat generasi shahabat senantiasa terhimpun dalam jalinan persaudaraan yang kuat. Membuat mereka disegani, memiliki maruah dan tetap kokoh menghadapi ujian dan ancaman.
Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Marilah kita menguatkan kembali semangat untuk membangun peradaban Islam yang baru.
Marilah kita rubah pandangan kita terhadap dunia, jangan jadikan ia sebagai beban yang menyibukkan setiap detik dan menit kehidupan ini.
Mari menjadikan tujuan utama eksistensi kita di dunia untuk menegakkan kalimah Allah di muka bumi, untuk merealisasikan Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Dan marilah kita perbaiki hubungan antara sesama kita, antara satu kelompok dengan kelompok yang lain, antara satu organinsasi Islam dengan organisasi Islam yang lain. Mari kita tumbuhkan ketulusan dalam berukhuwwah, agar rahmat dan bimbingan Allah kita raih dalam mewujudkan cita-cita besar di atas.
Semoga Allah anugerahkan kebaikan untuk kita semua, sebagaimana yang telah Allah anugerahkan untuk generasi shahabat. Aamiin ya Rabbal ’alamin.
ﺑَﺎﺭَﻙَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻟِﻲْ ﻭَﻟَﻜُﻢْ ﺑِﺎﻟْﻘُﺮْﺁﻥِ ﺍﻟْﻜَﺮِﻳْﻢ، ﻭَﻧَﻔَﻌَﻨِﻲ ﻭَﺇِﻳَّﺎﻛُﻢْ ﺑِﻤَﺎ ﻓِﻴْﻪِ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺂﻳَﺎﺕِ ﻭَﺍﻟﺬِّﻛْﺮِ ﺍﻟْـﺤَﻜِﻴْﻢ، ﺃَﻗُﻮﻝُ ﻗَﻮْﻟِﻲ ﻫَﺬَﺍ، ﻭَﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮَ ﺍﻟﻠﻪَ ﻟِﻲْ ﻭَﻟَﻜُﻢْ، ﻭَﻟِﺴَﺎﺋِﺮِ ﺍﻟْـﻤُﺴِﻠِﻤِﻴﻦ، ﻓَﺎﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻭْﻩ، ﺇِﻧَّﻪُ ﻫُﻮَ ﺍﻟْﻐَﻔُﻮﺭُ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴْﻢ
KHUTBAH KEDUA:
ﺍَﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻟﻠﻪ ﻋَﻠَﻰ ﺇِﺣْﺴَﺎﻧِﻪِ، ﻭَﺍﻟﺸُّﻜْﺮُ ﻟَﻪُ ﻋَﻠَﻰ ﺗَﻮْﻓِﻴْﻘِﻪِ ﻭَﺍﻣْﺘِﻨَﺎﻧِﻪ، ﻭَﺃَﺷﻬَﺪُ ﺃَﻥ ﻻ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻻ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻭَﺣْﺪَﻩُ ﻻ ﺷَﺮِﻳﻚَ ﻟَﻪُ ﺗَﻌْﻈِﻴْﻤًﺎ ﻟِﺸَﺄْﻧِﻪ، ﻭﺃَﺷﻬﺪُ ﺃﻥَّ ﻧَﺒِﻴَّﻨَﺎ ﻣُﺤﻤَّﺪًﺍ ﻋَﺒﺪُﻩُ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟُﻪُ ﺍَﻟﺪَّﺍﻋِﻲ ﺇِﻟﻰ ﺭِﺿْﻮَﺍﻧِﻪ، ﺃَﻣَّﺎ ﺑَﻌْﺪُ:
ﻓَﻴَﺎ ﻋَﺒَﺎﺩَ ﺍﻟﻠﻪ، ﺍِﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠﻪَ ﺣَﻖَّ ﺗُﻘَﺎﺗِﻪِ، ﻭَﻻَ ﺗَـﻤُﻮﺗُﻦَّ ﺇِﻻَّ ﻭَﺃَﻧْﺘُﻢْ ﻣُﺴْﻠِﻤُﻮﻥ:
Marilah kita menengadahkan tangan, mengharap ampunan dan taufik Allah swt, agar kita dimudahkan untuk menjadi hamba-Nya yang berprestasi untuk agama Islam, agar kita bisa melihat kembali kemunculan peradaban Islam yang gilang gemilang.
﴿ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﻣَﻠَﺎﺋِﻜَﺘَﻪُ ﻳُﺼَﻠُّﻮﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﻳَﺎ ﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺁﻣَﻨُﻮﺍ ﺻَﻠُّﻮﺍ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠِّﻤُﻮﺍ ﺗَﺴْﻠِﻴﻤﺎً﴾
ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠَﻰ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻝِ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻛَﻤﺎَ ﺻَﻠَّﻴْﺖَ ﻋَﻠَﻰ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴْﻢَ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻝِ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴْﻢَ ﺇﻧَّﻚَ ﺣَﻤِﻴْﺪٌ ﻣَـﺠِﻴْﺪ ، ﻭَﺍﺭْﺽَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻋَﻦِ ﺍﻟْـﺨُﻠَﻔَﺎﺀِ ﺍﻟﺮَّﺍﺷِﺪِﻳْﻦ ، ﺃَﺑِﻲْ ﺑَﻜْﺮٍ ﻭَﻋُﻤَﺮَ ﻭَﻋُﺜْﻤَﺎﻥَ ﻭَﻋَﻠِﻲّ ، ﻭَﻋَﻦِ ﺍﻟﺼَّﺤَﺎﺑَﺔِ ﺃَﺟْﻤَﻌَﻴْﻦ ، ﻭَﺃَﻧَّﺎ ﻣَﻌَﻬُﻢْ ﺑِﻤَﻨـِّﻚَ ﻭَﻛَﺮِﻣِﻚَ ﻳَﺎ ﺃَﻛْﺮَﻡَ ﺍﻟْﺄَﻛْﺮَﻣِﻴْﻦ.
ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺃَﻋِﺰَّ ﺍﻟْﺈﺳَﻠَﺎﻡَ ﻭَﺍﻟْـﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦ ﻭَﺃَﺫِﻝَّ ﺍﻟﺸِّﺮْﻙَ ﻭَﺍﻟْـﻤُﺸْﺮِﻛِﻴْﻦ.
ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺁﻣِﻨَّﺎ ﻓِﻲ ﺃَﻭْﻃَﺎﻧِﻨَﺎ ، ﻭَﺃَﺻْﻠِﺢْ ﺃَﺋِﻤَّﺘَﻨَﺎ ﻭَﻭُﻻَﺓَ ﺃُﻣُﻮﺭِﻧَﺎ ،
ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﻇَﻠَﻤْﻨَﺎ ﺃَﻧْﻔُﺴَﻨَﺎ ﻭَﺇِﻥْ ﻟَﻢْ ﺗَﻐْﻔِﺮْ ﻟَﻨَﺎ ﻭَﺗَﺮْﺣَﻤْﻨَﺎ ﻟَﻨَﻜُﻮﻧَﻦَّ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺨَﺎﺳِﺮِﻳﻦَ
ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﺗَﻘَﺒَّﻞْ ﻣِﻨَّﺎ ﺇِﻧَّﻚَ ﺃَﻧْﺖَ ﺍﻟﺴَّﻤِﻴﻊُ ﺍﻟْﻌَﻠِﻴﻢُ ﻭَﺗُﺐْ ﻋَﻠَﻴْﻨَﺎ ﺇِﻧَّﻚَ ﺃَﻧْﺖَ ﺍﻟﺘَّﻮَّﺍﺏُ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴﻢُ
ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﻫَﺐْ ﻟَﻨَﺎ ﻣِﻦْ ﺃَﺯْﻭَﺍﺟِﻨَﺎ ﻭَﺫُﺭِّﻳَّﺎﺗِﻨَﺎ ﻗُﺮَّﺓَ ﺃَﻋْﻴُﻦٍ ﻭَﺍﺟْﻌَﻠْﻨَﺎ ﻟِﻠْﻤُﺘَّﻘِﻴﻦَ ﺇِﻣَﺎﻣًﺎ
ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﺁﺗِﻨَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺣَﺴَﻨَﺔً ﻭَﻓِﻲ ﺍﻟْﺂﺧِﺮَﺓِ ﺣَﺴَﻨَﺔً ﻭَﻗِﻨَﺎ ﻋَﺬَﺍﺏَ ﺍﻟﻨَّﺎﺭ
ﻭﺍﻟْﺤَﻤْﺪُ ﻟِﻠَّﻪِ ﺭَﺏِّ ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴﻦَ، ﺃَﻗِﻴْﻤُﻮﺍ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓ
[]
SUMBER: IKADI.OR.ID