JAKARTA—Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Cholil Nafis mengatakan agama dan Negara seperti dua sisi mata uang. Menurutnya, negara butuh agama untuk membangun nilai-nilai peradaban dalam berbangsa.
Dia melanjutkan agama membutuhkan negara demi penegakan hukum dan keteraturan sosial. “Maka untuk tegaknya keadilan dan kedamaian membutuhkan agama sekaligus negara,” ujar Cholil, Senin (20/2/2017) seperti disitat dari Republika.
Cholil menegaskan Al-Quran dan Hadits tidak menyebutkan model negara. Dia melanjutkan, negara tidak harus sepenuhnya jadi negara agama dan juga tak boleh negara hanya berdasarkan rasionalitas semata tanpa agama.
“Negara butuh nilai agama demi tegaknya nilai keadilan, egaliter dan berdasarkan musyawarah,” jelasnya.
Lebih lanjut Cholil menjelaskan, terminologi ummah, syu’ub dan qaum dalam Al-Quran mengindikasikan bahwa politik itu bisa menggunakan tiga pola. Pertama Politik kebangsaan, kedua Kerakyatan dan ketiga Kekuasaan.
“Kebangsaan itu, politik keadaban yang berorientasi pada nilai kemanusiaan, persatuan, keadilan, dan perdamaian. Politik bermuara pada kerakyatan, adalah peran politik kemasyarakatan yang mengajak masyarakat amal ma’ruf dan mencegah umat dari berbuat mungkar,” terangnya.
Sedangkan politik kekuasan adalah politik praktis. Yaitu perubahan dan perbaikan melalui kekuasaan yang diraihnya.
Untuk Indonesia, ia menjelaskan, bangsa ini telah menjadi negara Islam (Darul Islam) bukan hanya darussalam (negara damai) karena nilai Islam sudah terserap ke dalam sistem hukum nasional. Islam bebas diamalkan di Indonesia tanpa dihalangi oleh masyarakat dan penguasa.
“Kita tinggal memilih peran dalam politik ini, apakah peran politik kebangsaan, politik kerakyatan atau politik kekuasaan. Semua ini menjadi sumber kekuatan manakala dapat dikoordinasi dengan baik,” jelas Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBM NU) ini.
Namun kalau tak terkoordinasi maka berbagai peran ini dapat menjadi perpecahan dan kelemahan. Ketiga peran itu telah dilakukan oleh warga Nahdliyin cuma saya melihatnya masih kurang terkoordinasi dengan sempurna. []