NAMA Abdullah Ubaid cukup terkenal sebagai ulama muda tahun 1920-an. Masyarakat Surabaya kala itu mengenalnya sebagai mubalig yang sangat kondang. Semacam Zainuddin M.Z pada era 1990-an. Penggemarnya tak cuma di Surabaya, tapi sampai ke Jawa Tengah dan bahkan Jawa Barat.
Selain sebagai mubalig, beliau juga dikenal sebagai “pembalap” yang gemar bermotor di jalanan. Hampir dalam setiap perjalanan tugasnya, beliau lebih suka mengendarai Harley Davidson, sepeda motor “kerbau” kesukaannya. Termasuk ketika menghadiri Muktamar NU ke-13 di Menes tahun 1938. Surabaya-Menes yang berjarak ratusan kilometer itu ditempuh dengan bersepeda motor.
Di waktu senggang, beliau suka memainkan gambus, alat musik petik sejenis gitar berbadan bunting. Konon, “Bismillah Tawakkalna Billah”, lagu berirama kasidah yang terkenal itu, adalah ciptaannya. Dengan dua hobi yang kurang lumrah untuk ukuran saat itu, dan kedudukannya sebagai mubalig, Abdullah Ubaid digolongkan sebagai salah seorang tokoh pemuda yang mendahului zamannya.
BACA JUGA: Sejarah Terciptanya Lambang NU
Di kalangan masyarakat NU, Abdullah Ubaid dikenal sebagai pendiri organisasi pemuda NU yang kini bernama Gerakan Pemuda (GP) Ansor. Berkat dialah anak-anak muda NU kala itu bisa berkumpul, bertukar pikiran, dan kemudian berorganisasi. Bersama K.H. Thohir Bakri, beliau meletakkan batu pertama da membangun fondasi bagi berdiri dan berkembangnya organisasi pemuda NU yang tegak hingga saat ini.
Organisasi Gerakan Pemuda Ansor lahir bersamaan dengan munculnya kesadaran nasionalisme di kalangan pemuda bangsa. Kala itu, pada 1920-an, telah berdiri organisasi pemuda yang bercorak kedaerahan, seperti Jong Java, Jong Ambon, Jong Minahasa, Jong Celebes, dan jong-jong lainnya. Tujuan organisasi-organisasi ini, seperti banyak diungkapkan dalam buku-buku sejarah, selain mempererat hubungan di antara mereka juga untuk mendidik kaum muda agar mencintai tanah airnya, tanah air Indonesia. Dalam situasi dan kondisi serupa, Abdullah Ubaid yang saat itu menjadi guru pada Nahdlatul Wathan (membantu K.H. Abdul wahab Chasbullah dan K.H. Mas Mansur) tergerak untuk mendirikan organisasi pemuda di lingkungan Nahdlatul Ulama.
Suasana keberagamaan kala itu sebenarnya tengah mengalami goncangan dengan merebaknya perdebatan masalah khilafiah. Kecenderungan ini akhirnya memisahkan dwitunggal, K.H. Abdul Wahab Chasbullah dan K.H. Mas Mansur dari Nahdlatul Wathan, lembaga pendidikan yang didirikan pada 1916, di Kawatan, Surabaya. K.H. Mas Mansur masuk Muhammadiyah pada 1922, sedangkan K.H. Wahab Chasbullah tetap memimpin Nahdlatul Wathan.
Gejala perselisihan kedua ulama itu sesungguhnya telah terbaca oleh Abdullah Ubaid. K.H. Mas Mansur di mata pemuda Abdullah Ubaid dianggap telah mengajarkan kaifiyah ibadah yang tidak sesuai dengan amalan yang dikenalnya selama ini. Namun alasan Abdullah Ubaid mengenai “penyimpangan” K.H. Mas Mansur itu tidak diterima oleh K.H. Wahab Chasbullah. Sebab yang dipertentangkan bukan masalah ushuli, melainkan furu’i yang bersifat persepsional.
Suasana keberagamaan itu ternyata juga memengaruhi sikap Abdullah Ubaid berkaitan dengan ide mendirikan organisasi pemuda tadi. Beliau rupanya ingin mempersatukan kembali kedua ulama besar itu dengan pembentukan organisasi pemuda. Sekitar 1922, beliau mengumpulkan kaum muda Surabaya dari pendukung K.H. Mas Mansur dan pendukung K.H. Abdul Wahab Chasbullah. Dalam pertemuan itu, kedua ulama tersebut juga hadir dan sepakat dengan ide pembentukan organisasi pemuda.
BACA JUGA: Kiai Cholil: Sang Pencetak Kiai-kiai Besar Nusantara
Sayangnya, keduanya tidak bersepakat soal nama. Para pemuda dari Muhammadiyah dan pendukung K.H. Mas Mansur mengusulkan nama “Mardi Santoso”. Sedangkan pemuda pendukung K.H. Abdul Wahab Chasbullah mengusulkan nama “Dakwatus Syubban”.
Pertemuan bersejarah itu berakhir tanpa kesepakatan. Karena itu, tahun berikutnya, sekitar 1924, pendukung K.H. Abdul Wahab Chasbullah yang dimotori Abdullah Ubaid dan Thohir Bakri membentuk organisasi sendiri bernama Syubbanul Wathan. Organisasi ini kemudian bermarkas di sebuah gedung di Jalan Onderling Belang, ujung perempatan Jalan Buburan, Surabaya (Jalan Penghela sekarang). Pengurus pertama Syubbanul Wathan adalah Abdullah Ubaid sebagai ketua, Thohir Bakri sebagai wakil ketua, dan Abdurrahim sebagai sekretaris. Inilah cikal bakal organisasi pemuda yang kini kenal bersama sebagai GP Ansor. []
(Dikutip dan disunting oleh Yusuf Maulana dari buku Saifullah Ma’shum [ed.], “Karisma Ulama: Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU”, 1998: 171-174)