Oleh: Alim Witjaksono *
iyusrustamalim@gmail.com
DI dalam Islam, memang diharuskan mempercayai datangnya hari kiamat, yang merupakan pilar bagi keimanan pemeluknya, tetapi masalahnya seberapa banyak orang mengandai-andai dan berimajinasi tentang datangnya kiamat, ketimbang fakta sebenarnya mengenai tanda-tanda zaman yang disinyalir oleh ayat-ayat Alquran maupun hadis-hadis Nabi?
Kiamat digambarkan sebagai sebuah masa kehancuran alam semesta, bersamaan dengan fenomena langit yang terbelah dan bintang-bintang berjatuhan. Apabila langit digulung dan laut mendidih, serta planet bumi diguncangkan dengan sangat dahsyat, kemudian perut bumi mengeluarkan apa-apa yang ada dalam kandungannya. Dalam beberapa surat Alquran terdapat nama yang langsung merujuk pada kata “al-Qiyamah”, termasuk at-Takwir, al-Infithar, al-Insyiqaq, yang juga mengandung gambaran fenomena kiamat, serta peringatan bagi manusia agar siap menghadapinya.
Kiamat dalam pengertian kehancuran alam semesta, dapat pula disebut as-Sa’ah (Sangkakala). Bahkian Malaikat Jibril penasaran dan bertanya pada Nabi Muhammad mengenai datangnya as-Sa’ah, namun Rasulullah justru menjawab, bahwa yang ditanya boleh jadi tidak lebih tahu daripada yang bertanya. Dalam pengertian lain, secara etimologis dapat disebut sebagai hari kebangkitan (yaumul ba’tsi). Setelah kiamat, seluruh manusia yang telah meninggal akan kembali dibangkitkan untuk dikumpulkan di padang Mahsyar. Jadi, walaupun tanda-tanda kiamat dijelaskan, tapi tak ada bocoran dari Tuhan mengenai kapan datangnya, bahkan Nabi yang terkasih pun tak diberitahu rahasia kedatangannya.
BACA JUGA: 5 Gambaran Hari Kiamat yang Diungkap Alquran
Pada 2003 lalu, sineas film Indonesia, Deddy Mizwar membuat film bertema religi dengan judul Kiamat Sudah Dekat. Mengingat laris manisnya film tersebut, maka terpateri dalam imajinasi manusia Indonesia, khususnya kaum muslimin, bahwa narasi tentang film itu identik dengan datangnya akhir zaman.
Ada lagi buku “Armagedon” yang ditulis Wisnu Sasongko yang juga santer dipromosikan hingga laris-manis di pasaran. Buku tersebut berisi pemaparan tentang gambaran perang di akhir zaman, adapun referensinya diambil dari kitab-kitab Samawi termasuk hadis-hadis Nabi.
Narasi kiamat diperkuat oleh maraknya dekadensi moral di kalangan kaum muda kita, sehingga mampu menciptakan argumen rasional yang dihubungk-hubungkan dengan dalil ilmiah tentang kedatangannya. Narasi tersebut dipertajam lagi oleh munculnya ustaz-ustaz kondang yang dibesarkan manajemen televisi kita (baca alif.id: Sejarah Pertelevisian Indonesia). Banyak dari mereka yang bukannya membahas secara ilmiah mengenai dalil Alquran dan Alhadits, bahkan ada yang berani memprediksi dan meramal kedatangan hari kiamat.
Ustaz Vs Ilmuwan
Beberapa tahun lalu, beredar rekaman Ustaz Rahmat Baequni bahwa pada tanggal 15 Ramadhan 1441 Hijriah, bertepatan 8 Mei 2020 Masehi, pukul 05.00 usai subuh, sebuah asteroid akan menghantam bumi. Ustaz kondang itu mengutip dalil sebuah hadis yang menerangkan bahwa apabila kalian mendengar suara yang dahsyat pada waktu subuh, maka itu petanda hari kiamat. Barangkali sang ustaz perlu mencermati keabsahan sebuah hadis yang dikutipnya, apakah itu hadis kuat (qawi) ataukah hanya hadis dlaif yang memiliki kelemahan dalam sanad-sanadnya.
Agus Purwanto seorang akademisi dalam ilmu fisika berpendapat, bahwa jika memang akan ada meteor yang mendekati bumi, badan-badan yang mempunyai otoritas seperti LAPAN seharusnya sudah memberikan peringatan dini. Sampai saat ini, belum ada peringatan apa pun baik dari NASA ataupun LAPAN, sementara tahun sudah memasuki 1444 Hijriah atau 2023 Masehi.
Secara ilmiah, pendapat para ilmuwan memprediksi datangnya hari kiamat dalam kurun miliaran tahun ke depan. Tentu saja kita semua sudah tiada, dan juga sulit untuk memprediksi dalam rentang waktu selama itu, apakah spesies manusia masih eksis ataukah sudah punah. Berbeda dengan narasi agama, para saintis punya narasi sendiri mengenai hari kiamat, yakni membengkaknya matahari menjadi benda yang ukurannya 200 kali lipat dari sekarang. Suhu bumi akan meninggi secara ekstrem, serta membunuh kehidupan di dalamnya. Walaupun bumi tidak hancur, bumi akan menjadi sekeping batu tanpa ada kehidupan di dalamnya. Bagi para ilmuwan, jika awal dari alam semesta adalah dentuman besar (big bang), maka akan ada masanya semesta kembali menyusut ke sebuah titik seperti saat awal terbentuknya. Usia bumi diperkirakan 4,5 miliar tahun, sementara alam semesta 13.8 miliar tahun.
Wahyu dan Sains
Walaupun telah banyak upaya-upaya integrasi antara ajaran yang bersumber dari wahyu dengan sains yang berbasis metode positivistik, selalu saja ada gap yang menganga antara keduanya. Kita masih mengenang polemik tentang teori evolusi Darwin, hingga para santis berani menyimpulkan tentang prediksi datangnya hari akhir. Sedangkan dalam ajaran agama, hanya Allah yang Maha Tahu kapan pastinya kehancuran bumi dan alam semesta ini.
BACA JUGA: Kiamat Sudah Akan Menimpa, Inilah Manusia Paling Buruk di Akhir Zaman
Sebuah film mengenai fiksi ilmiah (Interstellar) telah banyak menyita apresiasi publik. Adanya pemikiran ke arah kolonisasi planet, dikarenakan bumi yang semakin rusak oleh ulah tangan-tangan manusia sendiri. Kita tidak tahu pasti kapan kiamat terjadi karena semua pendapat masih berupa prediksi. Di sisi lain, banyak mubalig dan dai kondang yang terkesan menakut-nakuti jamaahnya, serta mengambil keuntungan dari keresahan dan kegelisahan masyarakat.
Seorang religius yang baik, mestinya dapat menyejukkan hati dan sanubari masyarakat. Jika visi itu tak berhasil ditempuh dengan baik, lantas apa fungsi keberadaan agama dan pembawa risalahnya kalau begitu?
Mereka lebih terfokus pada kiamat kubro dan kehancuran semesta yang seakan tragedi yang terjadi karena faktir eksternal. Padahal, yang prinsipil dipersoalkan adalah fenomena kiamat-kiamat kecil berupa sikap intoleran terhadap sesama, yang sekaligus mencerminkan utang-utang moral kepada lingkungan dan alam semesta ini. Sudah cukup banyak kiamat-kiamat itu terjadi, baik berupa bencana alam maupun bencana-bencana sosial di sekitar kita. Saat pemimpin dan masyarakat tidak peduli akan kelestarian alam dan hanya mengutamakan megahnya pembangunan, maka datanglah bencana-bencana longsor, banjir dan seterusnya. Pada akhirnya, kiamat dalam konteks tersebut kembali kepada diri kita yang menentukan cepat atau lambat akan terjadi kedatangannya.
Lalu, perdebatan ngalor-ngidul tentang kiamat kubro dan kehancuran alam semesta, apakah manfaatnya? Apalagi jika banyak penceramah mendasarkan pemikirannya pada spekulasi-spekulasi semata. Jangan-jangan ada orang yang mencak-mencak bicara tentang kiamat kubro, hanya ingin berkelit dari tanggungjawab sosialnya yang tak merasa becus mengurus kesejahteraan dan kemaslahatan umat. Padahal sejatinya, kiamat sosial dan lingkungan-lah yang lebih potensial menimpa bangsa ini, bahkan menimpa orang-orang tak berdosa di sekeliling kita.
Universalitas Kiamat
Dari perspektif lain, sebagian ilmuwan memperhitungkan komposisi matahari serta tingkat evolusinya, yang diperkirakan habis terbakar dalam serentetan ledakan gas helium yang akan menghancurkan 40 persen bobotnya. Mereka memperhitungkan bumi masih punya waktu kira-kira 6,5 miliar tahun lagi sebelum kehidupan di planet ini musnah tak lagi bertahan. Suhu matahari yang terlampau ekstrim akan menguapkan semua air laut, sungai dan danau, serta membunuh setiap makhluk hidup di muka bumi. Sistem tata surya kita yang sekarang, dengan satu matahari dan sembilan planet yang beredar di sekelilingnya, telah terbentuk sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu.
Hasil penelitian terhadap matahari atau bintang yang terdapat dalam sistem tatasurya lain menunjukkan, matahari yang kita lihat tiap hari itu, umurnya sudah hampir mencapai separuh masa hidupnya, yang diperkirakan 12 miliar tahun. Para pakar menggolongkan matahari ke dalam bintang kelas G, diukur dari tingkat cahaya, serta warna radiasinya yang tampak dari bumi. Suhu di permukaannya sekarang diperkirakan sekitar 5.700 derajat celsius.
Sampai saat ini, matahari masih berada dalam fase utama yang stabil, di mana ia terus membakar persediaan gas hidrogen yang terkandung di dalamnya. Sebagai bintang dari kelas G, matahari diperkirakan akan terus berada dalam fase itu selama 6,5 miliar tahun ke depan. Sebuah laporan yang dimuat dalam majalah Astrophysical Journal menyatakan, setelah matahari mencapai umur 11 miliar tahun, benda angkasa itu akan memasuki fase perkembangan berikutnya, hingga menjadi bentuk yang digambarkan sebagai bintang raksasa yang berwarna merah.
Bintang raksasa itu terbentuk karena gas helium yang terdapat di bagian intinya, dan akan meledak secara beruntun, serta melemparkan bagian-bagian yang hancur itu ke angkasa, sehingga bobot atau massa matahari akan terus berkurang. Dan satu juta tahun berikutnya, matahari terus menyusut ukurannya, sampai cahayanya redup dan akhirnya hilang sama sekali.
Konsep Agama Samawi
Keyakinan akan adanya hari kiamat, diakui oleh hampir semua agama-agama Samawi di dunia ini. Karena setiap agama meyakini tentang adanya pembalasan, sehingga diperlukan adanya kehidupan setelah kematian. Dalam Islam sendiri tidak sedikit ayat-ayat Alquran dan hadis Nabi yang menerangkan tentang hari kiamat. Meskipun tidak jarang para mubalig dan penceramah yang ikut mengambil keuntungan dengan memprioritaskan hadis-hadis lemah (dlaif) perihal datangnya hari kiamat.
BACA JUGA: Jika Kiamat Telah Dekat, Kenapa Hingga Saat Ini Belum Terjadi?
Abu Ubayyah dalam kitabnya “An-Nihayah” menafsirkan pengertian “dabbah” sebagai bakteri yang menyerang kesehatan manusia, serta menimbulkan penderitaan bagi banyak orang. Bakteri itu bahkan menimbulkan banyak kematian di mana-mana. Kemunculan “dabbah” seakan memberi sinyal (pesan) agar manusia menggunakan akal sehat dan nuraninya, hingga kembali ke jalan Tauhid (Allah). Bakteri itu menimbulkan rasa sakit hingga manusia dapat memahami keterbatasannya, serta mengakui adanya tanda-tanda kekuasaan Tuhan.
Terkait dengan itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta agar masyarakat tidak terpengaruh dengan isu-isu berseliweran perihal datangnya kiamat. “Saya tidak percaya kiamat akan segera datang, karena tanda-tanda untuk itu belum ada,” demikian penegasan Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abas beberapa waktu lalu.
MUI hanya akan percaya dengan tanda-tanda seperti yang pernah disampaikan Nabi Muhammad Saw, yakni munculnya asap di mana-mana, munculnya dajjal, binatang besar, matahari terbit dari barat, Nabi Isa turun ke bumi, serta munculnya Ya’juj dan Ma’juj, terjadi tiga kali gempa bumi dahsyat, dan api besar keluar dari Yaman, sehingga menghalau manusia ke Padang Mahsyar.
Karena tanda-tanda seperti itu sama sekali enggak ada – tandas Anwar Abbas – maka isu-isu yang berhembus itu boleh jadi dikeruk keuntungannya secara finansial, untuk menciptakan ketakutan dan ketegangan publik dalam rangka melumpuhkan imajinasi masyarakat dunia ketiga, sebagai bangsa-bangsa inlander yang tetap abadi menjadi kuli dan jongos-jongos nasional. []
*Penulis adalah pengamat sosial dan kemasyarakatan, menulis artikel dan prosa di berbagai media nasional, di antaranya alif.id, islampos.com, lensasastra.id, Bhirawa Online, dan lain-lain.
Kirim tulisan Anda ke Islampos. Isi di luar tanggung jawab redaksi. Silakan kirim ke: redaksi@islampos.com atau islampos@gmail.com, dengan ketentuan tema Islami, pengetahuan umum, renungan dan gagasan atau ide, Times New Roman, 12 pt, maksimal 650 karakter.