SAAT Hari Raya Idul Fitri, Rasulullah ﷺ keluar untuk merayakan kebahagiaan penduduk bersama para sahabatnya. Semua warga Madinah kala itu berseri-seri. Senyum dan tawa menghiasi raut wajah mereka. Tak ada duka, tangis, dan lara hati. Semua terbawa dalam suasana gembira.
Namun, tatkala beliau berjalan di suatu gang, dijumpainya seorang anak tengah duduk murung. Kesedihan yang terpancar dari raut mukanya membuat ia terasing dari kumpulan teman-temannya.
Ia seakan tak peduli dengan mereka yang sedang bersuka ria. Pemandangan itu membuat hati Rasulullah ﷺ tersentuh. Lalu didekatinya anak tersebut.
BACA JUGA: Rasulullah SAW Tidak Suka Berpangku Tangan
“Wahai anak kecil, mengapa kamu terlihat murung? Bukankah teman-temanmu yang lain sedang bergembira saat ini?” tanya beliau dengan tatapan lembut penuh kasih.
Tampaknya, anak itu belum mengenal Rasulullah dengan raut wajah yang masih mendung, ia menjawab, “Wahai paman, bagaimana mungkin aku tidak bersedih? Kedua orang tua anak-anak yang berkumpul di sini masih hidup, sehingga mereka bisa berkumpul dan bercengkerama dengan keduanya di hari bahagia ini.
Sementara aku hanyalah anak malang yang tak punya orang tua. Orang tuaku telah gugur di medan perang ketika melawan musuh-musuh lslam. Sekarang, aku hanya hidup sebatang kara di dunia ini, tanpa ada yang menyayangi dan melindungiku.”
Betapa hati Rasulullah ﷺ teriris pilu mendengar penuturan anak yang malang itu. Ia hanya hidup sebatang kara di dunia ini. Dengan tanpa ragu, beliau berkata kepadanya,
“Wahai anak kecil, maukah kamu mengangkatku sebagai ayahmu dan ‘Aisyah sebagai ibumu, sehingga kamu punya orang tua angkat yang dapat menyayangi dan melindungimu?”
Mendengar perkataan Rasulullah ﷺ, anak itu pun tersentak kaget. Ia baru menyadari bahwa orang yang berada di hadapannya itu bukan sembarang orang. Beliau adalah utusan Allah. Figur yang sangat dihormati dan dipuja banyak orang karena memiliki budi pekerti yang luhur.
“Benarkah ya Rasul?” ia meyakinkan. Rasulullah pun tersenyum tegas tanda mengiyakan.
Saking gembiranya, anak itu pun melompat-lompat dan berteriak-teriak. Ia lalu menyeruak ke tengah teman-temannya yang sedang asyik bermain. Tentu saja teman-temannya heran. Karena sejak tadi ia terlihat murung, tiba-tiba ia datang dengan wajah berseri-seri.
BACA JUGA: Begini Adab Rasulullah Saat Tukar Menukar Barang
“Hai, apa yang membuatmu begitu gembira?” tanya mereka heran.
“Bagaimana aku tidak gembira?” katanya penuh bangga, “Rasulullah telah menjadikanku sebagai anak angkatnya. Itu berarti, sejak sekarang beliau menjadi ayah angkatku dan Bunda Aisyah sebagai ibu angkatku. Bukankah itu adalah sebuah kehormatan yang tidak ternilai?”
Betapa mereka terperanjat mendengar berita itu. Di dalam hati kecilnya tebersit rasa iri, sehingga mereka bergumam lirih, “Kalau saja nasib kami sepertimu, tentu kami juga memeroleh kedudukan yang sangat terhormat itu.” []
Sumber: Seri Indahnya Akhlak Islami Akhlak Hubungan Horizontal/Penulis: M. Alaika Salamulloh/ Penerbi: Pustaka Insan Madani, 2008