INI adalah tiga kisah tentang Buya Hamka, ulama besar yang dimiliki oleh Indonesia. Kisah pertama datang dari Ustad Salim A. Fillah.
“ILAHI.. Anta Maqshudi. Wa Ridhaka Mathlubi. Duhai sesembahanku, Engkaulah tujuanku. Dan ridhaMulah yang kuburu.”
Hari-hari ini di tanah suci, sering terdenging di telinga syiar di atas dari mereka yang berhaji. Indah sekali. Dan terkenanglah kita akan sebuah kisah yang jadi renungan tersendiri.
Suatu hari seorang lelaki menemui Syaikhuna Haji ‘Abdul Malik ibn ‘Abdil Karim Amrullah, rahimahullah. Kepada Buya Hamka, dengan gemas menggebu dia bercerita. “Subhanallah Buya,” ujarnya. “Sungguh saya tidak menyangka. Ternyata di Makkah itu ada pelacur, Buya. Kok bisa ya Buya? Ih. Ngeri.”
BACA JUGA: Cerita Aktor Laga George Rudy Jadi Mualaf, Diislamkan Buya Hamka
“O ya?” sahut Buya Hamka. “Saya baru saja Los Angeles dan New York itu. Dan masyaallah, ternyata di sana tidak ada pelacur.”
“Ah, mana mungkin Buya! Di Makkah saja ada kok. Pasti di Amerika jauh lebih banyak lagi!”
“Kita memang hanya akan dipertemukan,” tukas Buya dengan senyum teduhnya, “Dengan apa-apa yang kita cari.”
Jleb.
Meski pergi ke Makkah, tapi jika yang diburu oleh hati kita memang adalah hal-hal buruk, syaithan dari golongan jin maupun manusia takkan kekurangan cara untuk membantu kita mendapatkannya. Dan meski safarnya ke Los Angeles dan New York, jika yang dicarinya adalah kebajikan, maka segala kejelekan akan enggan dan bersembunyi.
Maka mari mengisi hati kita dengan prasangka baik, harapan baik, keinginan baik, dan tekad untuk menjadi lebih baik.
BACA JUGA: Kisah Pilu Bung Karno; Sarapan Nasi Kecap pun Tak Ada
Sebab jika hati senantiasa berniat baik; Allah akan pertemukan kita dengan hal yang baik, orang-orang baik, tempat yang baik, atau setidaknya peluang dan kesempatan berbuat baik. []
Kisah kedua tentang cinta Buya Hamka pada istrinya.
KETIKA dalam sebuah acara Buya Hamka dan istri beliau diundang, mendadak sang pembawa acara meminta istri Buya untuk naik panggung. Asumsinya, istri seorang penceramah hebat pastilah pula sama hebatnya.
Naiklah sang istri, namun ia hanya bicara pendek. “Saya bukanlah penceramah, saya hanyalah tukang masaknya sang Penceramah.” Lantas beliau pun turun panggung.
Dan berikut adalah penuturan Irfan, putra Buya Hamka, yang menuturkan bagaimana Buya Buya Hamka sepeninggal istrinya atau Ummi Irfan.
“Setelah aku perhatikan bagaimana Ayah mengatasi duka lara sepeninggal Ummi, baru aku mulai bisa menyimak. Bila sedang sendiri, Ayah selalu kudengar bersenandung dengan suara yang hampir tidak terdengar. Menyenandungkan ‘kaba’. Jika tidak Ayah menghabiskan 5-6 jam hanya untuk membaca Al Quran.
Dalam kuatnya Ayah membaca Al Quran, suatu kali pernah aku tanyakan.
“Ayah, kuat sekali Ayah membaca Al Quran?” tanyaku kepada ayah.
BACA JUGA: 6 Nasihat Mengagumkan dari Mbah Moen
“Kau tahu, Irfan. Ayah dan Ummi telah berpuluh-puluh tahun lamanya hidup bersama. Tidak mudah bagi Ayah melupakan kebaikan Ummi. Itulah sebabnya bila datang ingatan Ayah terhadap Ummi, Ayah mengenangnya dengan bersenandung.
“Namun, bila ingatan Ayah kepada Ummi itu muncul begitu kuat, Ayah lalu segera mengambil air wudhu. Ayah shalat Taubat dua rakaat. Kemudian Ayah mengaji. Ayah berupaya mengalihkannya dan memusatkan pikiran dan kecintaan Ayah semata-mata kepada Allah,” jawab Ayah.
https://www.youtube.com/watch?v=_kkfVXp8FJE
“Mengapa Ayah sampai harus melakukan shalat Taubat?” tanyaku lagi.
“Ayah takut, kecintaan Ayah kepada Ummi melebihi kecintaan Ayah kepada Allah. Itulah mengapa Ayah shalat Taubat terlebih dahulu,” jawab Ayah lagi. []
SUMBER: Facebook | Ayah/Irfan Hamka/Paperback, 321 pages/Published May 2013 by Republika (hal 212-213)]