SUATU ketika, orang-orang Quraisy mengadakan rapat di sisi salah satu patung yang mereka miliki. Mereka mengagung-agungkan patung tersebut, menyembelih hewan qurban untuknya, duduk berdoa di sampingnya serta thawaf di sekelilingnya. Demikianlah hari raya mereka setiap tahunnya. Mereka melakukan ritual seperti itu, kecuali empat orang di antara mereka.
Salah seorang dari mereka berkata kepada sahabatnya, “Bersahabatlah kalian, dan hendaklah sebagian dari kalian merahasiakan dirinya dari sebagian yang lain.”
Mereka berkata, “Baiklah!”
Keempat orang tersebut adalah Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Kaab bin Luay, Ubaidillah bin Jahsy bin Ri’ab bin Ya’mar bin Shabrah bin Murrah bin Kabir bin Ghanm bin Dudan bin Asad bin Khuzaimah (ibunya bernama Umaimah binti Abdul Muthalib), Utsman bin Al-Huwairits bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay, dan Zaid bin Amr bin Nufail bin Abdul Uzza bin Abdullah bin Qurth bin Riyah bin Razah bin Adi bin Ka’ab bin Luay.
BACA JUGA:Â Rasulullah Bikin Kaum Kafir Quraisy Diam Mematung
Sebagian di antara mereka berkata kepada sebagian yang lain, “Demi Allah, belajarlah kalian, karena kaum kalian tidak berada pada kondisi yang bisa diandalkan. Karena mereka telah menyeleweng dari agama nenek moyang mereka, Ibrahim. Batu yang kita thawaf di sekitarnya itu hanyalah batu yang tidak mendengar, tidak melihat, tidak bisa memberi madharat, dan tidak bisa memberi manfaat. Wahai kaum, carilah satu agama untuk untuk diri kalian, kalian tidak berada pada sesuatu yang tidak benar.”
Lalu mereka menyebar ke berbagai negeri untuk menemukan agama Ibrahim yang lurus (hanafiyyah).
Adapun Waraqah bin Naufal, ia masuk Kristen, dan mempelajari kitab-kitab dari umat Ahli Kitab, hingga ia memperoleh ilmu dari mereka. Sementara itu Ubadillah bin Jahsy mencari agama yang lurus hingga ia masuk Islam dan hijrah bersama kaum Muslimin ke Habasyah. Ketika hijrah, ia disertai istrinya, Ummu Habibah binti Abu Sufyan yang juga telah masuk Islam. Namun pada saat tiba di Habasyah ia masuk agama Kristen dan keluar dari agama Islam. Ia meninggal di Habasyah dalam keadaan memeluk agama Kristen.
Ibnu Ishaq menuturkan:
Muhammad bin Jafar bin Zubair bercerita kepadaku: Setelah murtad dari Islam, Ubaidillah berjalan melewati sahabat-sahabat Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam yang berada di Habasyah. Mereka berkata, “Kami telah melihat, sedang kalian sedang berusaha untuk melihat tetapi tidak akan pernah bisa melihat.”
Setelah Ubaidillah bin Jahsy meninggal dunia, Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam menikahi Ummu Habibah binti Abi Sufyan, isteri Ubaidillah bin Jahsy.
Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam mengutus Amr bin Umayyah Adh-Dhamri menghadap Najasyi, kemudian Najasyi melamarkan Ummu Habibah untuk beliau. Setelah itu, Najasyi menikahkan Ummu Habibah dengan Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam dan beliau memberi mahar kepadanya sebesar empat ratus dinar.
Kami lihat Abdul Malik bin Marwan menentukan mahar wanita sebesar empat ratus dinar berdasarkan mahar Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam kepada Ummu Habibah. Yang menjadi wakil Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam dalam pernikahan tersebut adalah Khalid bin Sa’id bin Al-Ash.
Adapun Utsman bin Al-Huwairits, ia datang menemui Kaisar, raja Romawi, kemudian masuk agama Kristen, dan memperoleh kedudukan terhormat di sisinya.
Adapun Zaid bin Amr bin Nufail, ia tidak memeluk agama Yahudi tidak pula memeluk agama Kristen. Ia meninggalkan agama kaumnya, kemudian menjauhi patung-patung, bangkai, darah, hewan-hewan yang disembelih untuk patung-patung, dan melarang mengubur anak dalam keadaan hidup-hidup. Ia berkata, “Aku menyembah Tuhan Ibrahim!”
Ia menentang kaumnya secara terang-terangan dan mengkritik mereka.
Ibnu Ishaq menceritakan, Hisyam bin Urwah berkata kepadaku dari ayahnya dari ibunya, Asma’ binti Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhuma ia berkata:
Aku pernah melihat Zaid bin Amr bin Nufail di masa tuanya. Ia menyandarkan punggungnya ke Ka’bah sambil berkata, “Hai orang-orang Quraisy, demi Tuhan, tidak ada satupun di antara kalian selain aku yang setia berpegang teguh kepada agama Ibrahim.”
Setelah itu, ia berkata, “Ya Allah, andai kata aku mengetahui wajah yang paling Engkau sukai, pasti aku menyembahnya, namun aku tidak mengetahuinya.”
Kemudian ia sujud dengan tenang.
Ibnu Ishaq berkata: Aku diberitahu bahwa anak Zaid, Sa id bin Zaid bin Amr bin Nufail, dan ‘Umar bin Khaththab, ia adalah sepupunya, berkata kepada Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam, “Bolehkah kita memohon ampunan untuk Zaid bin Amr?”
Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Boleh. Sungguh, dia akan sendirian sebagai satu umat.” (HR. Hakim pada hadits no. 5856 dari jalur Ibnu Ishaq. Namun pada sanadnya ada yang terpotong (munqathi) antara Ibnu Hushein dengan Umar. Lihat Al-Tarikh al-Kabir (1/130), hadits ini memiliki syawahid di dalam Musnad Imam Ahmad (1648)
Zaid bin Amr bin Nufail berkata tentang dirinya yang meninggalkan agama kaumnya. Zaid bin Amr memutuskan untuk pergi dari Mekkah dan berkelana ke negeri-negeri yang lain untuk menelusuri agama Ibrahim.
Sebagian keluarga Zaid bin Amr bin Nufail mengatakan bahwa jika Zaid tiba di Ka’bah, ia masuk ke dalam masjid, kemudian berkata, “Ya Allah, aku sambut seruan-Mu dengan sepenuh jiwa sebagai ibadah dan kerendahan untuk-Mu. Aku berlindung dengan apa yang Ibrahim berlindung diri dengannya.”
Al-Khaththab menganiaya Zaid bin Amr, membuangnya ke Mekkah Atas, turun ke Gua Hira menghadap Mekkah, kemudian menyerahkannya kepada salah seorang pemuda Quraisy, dan beberapa orang-orang yang bodoh yang ada di tengah-tengah mereka.
Al- Khaththab berkata kepada mereka, “Janganlah kalian biarkan dia memasuki Makkah!”
Zaid bin Amr tidak memasuki masuk Mekkah kecuali dengan cara sembunyi-sembunyi. Ketika orang-orang Ouraisy mengetahui Zaid bin Amr memasuki Mekkah, mereka melaporkannya kepada Al-Khaththab, kemudian mereka mengusir Zaid bin Amr dan mengeroyoknya karena dikhawatirkan mengacak-acak agama mereka, dan tindakannya meninggalkan agama kaumnya bisa diikuti orang lain. Zaid bin Amr berkata lantang sambil membanggakan kehormatan dirinya atas kaumnya yang telah merusaknya.
Usai kejadian itu, Zaid bin Amr pergi menelusuri agama Ibrahim dan bertanya kepada para pendeta Yahudi dan pendeta Kristen hingga ia melintasi Al-Maushil dan jazirah Arab. Ia tak kenal lelah berjalan menyusuri seluruh wilayah Syam hingga bertemu dengan seorang pendeta di bukit di wilayah Al-Balqa’. Seorang pendeta yang menjadi rujukan para pemeluk agama Kristen karena ilmunya.
Zaid bin Amr bertanya kepada pendeta tersebut tentang agama Ibrahim.
Pendeta tersebut berkata, “Engkau mencari agama yang belum muncul di zaman ini. Tapi ketahuilah telah dekat zaman kemunculan Nabi yang berasal dari negerimu. Ia diutus dengan membawa agama Ibrahim. Kembalilah engkau ke negerimu, karena Nabi itu telah diutus, dan sekarang masa kemunculannya.”
Sebelumnya Zaid bin Amr menyelami agama Yahudi dan Kristen, namun ia tidak tertarik kepada keduanya. Setelah mendengar perkataan pendeta itu Zaid bin Amr segera bergegas pulang ke Mekkah. Ketika Zaid bin Amr tiba di pertengahan negeri-negeri Lakhm, penduduk setempat menzaliminya kemudian membunuhnya.
BACA JUGA:Â Umar bin Khattab, Wanita Quraisy dan Setan pun Segan padanya
Ketika Waraqah bin Naufal mendengar berita kematiannya, ia menangis kemudian berkata dalam bait syair,
Wahai anak Amr kau telah dapatkan mahligai petunjuk dan nikmat
Engkau jauh dari bara api neraka dan terlindung darinya
Karena kau bersujud pada Tuhan yang tiada Tuhan lain selain Dia
Karena engkau tinggalkan patung-patung thaghut yang tidak bisa berbuat apa-apa
Kau telah dapatkan agama yang engkau selama ini kau cari
Engkau tidak pernah lalai mengesakan Tuhanmu
Kini kau berada di negeri akhirat yang mulia
Di dalamnya kau bersuka cita dengan kenikmatan
Engkau berjumpa dengan kekasih Allah Ibrahim
Tidaklah kau termasuk manusia sombong penghuni neraka
Kadang kala rahmat Allah itu mengalir pada manusia
Walapun ia telah berada tujuh puluh lembah di bawah bumi
Ibnu Hisyam menambahkan: Ada yang mengatakan bahwa dua bait pertama dan terakhir pada syair di atas adalah ucapan Umayyah bin Abu Ash-Shalt. Adapun ucapan Waraqah bin Naufal, ‘Patung-patung thaghut,’ bukan dari Ibnu Ishaq. []
Referensi: Sirah Nabawiyah perjalanan lengkap Kehidupan Rasulullah/ Asy Syaikh Al Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al Albani/ Akbar Media