SETIAP ada acara keagamaan Uje tak pernah ketinggalan. Namun, Uje juga selalu mau bila ada teman yang mengajaknya ke kantin sekolah. Bukan untuk jajan, tapi memakai narkoba! “Aku juga sering kabur dan pergi tanpa tujuan yang jelas. Ya, aku seperti burung lepas dari sangkar, terbang tak terkendali,” akunya.
Menurut Uje, masa SMA adalah masa paling suram baginya. Uje merasa tak pernah teman sebaya. Usianya memang masih 15 tahun ketika itu, namun ia bergaul dengan pemuda berusia 20 tahunan. Pacaran pun dengan perempuan yang lebih tua. Di sekolah ini Uje hanya bertahan setahun. Pindah ke SMA lain, keseharian Uje tak jauh berbeda. Malah makin parah.
Dari perkenalan dengan beberapa teman, Uje mengenal petualangan baru. Umur 16 tahun, Uje mulai kenal dunia malam. Ia masuk sekolah hanya saat ujian. “Buatku, yang penting lulus. Aku lebih suka mendatangi diskotek untuk menari. Terus terang, aku memang tertarik pada tarian di diskotek. Tiap ke sana, diam-diam aku selalu mempelajari gerakan orang-orang yang nge-dance. Lalu kutirukan,” ujarnya.
Uje pun lantas jadi seorang penari, bertualang dari satu diskotek ke diskotek lain, tenggelam dalam dunia malam. Saat ada lomba dance, Uje mencoba ikut. Usahanya tak sia-sia. Beberapa kali ia berhasil memboyong piala ke rumahnya sebagai the best dancer. Selain itu, ia juga berhasil jadi penari di Dufan pada tahun 1990, meski hanya selama setahun. Sampai sekarang masih banyak teman Uje yang jadi penari di sana.
Yang paling menarik adalah Uje kemudian jadi foto model, bahkan ikut fashion show di diskotek. “Mungkin waktu itu aku merasa sangat cakep, ya. Tapi menurutku, kegiatan-kegiatan itu masih positif, meski terkadang aku suka minum. Dengan segala kebengalanku, tahun 1990 aku berhasil lulus SMA,” paparnya. []
BERSAMBUNG