SEORANG ibu dan anaknya tertawan untaian syair yang indah tentang bidadari surga. Pengorbanan apa pun sanggup dilakukan asal dapat berjumpa dengan penghuni surga yang elok rupawan itu.
Perempuan yang dimaksud adalah Ummu Ibrahim, perempuan Bashrah yang ahli ibadah, serta Ibrahim, anaknya. Ketika musuh menyerang salah satu benteng Islam, banyak orang termotivasi untuk berjihad, tak terkecuali Ummu Ibrahim dan anaknya.
Abdul Wahid Ibnu Zaid al-Bashri, seorang pemimpin pasukan Muslim, suatu ketika berorasi di tengah keramaian, mendorong mereka untuk berjihad. Dalam kerumunan itu, tidak ketinggalan Ummu Ibrahim dan anaknya.
BACA JUGA: Manfaat Membaca Sirah Nabi
Abdul Wahid dalam pidatonya menggambarkan perempuan surga. “Gadis itu lembut, genit lagi periang, diciptakan dari segala yang wangi baunya. Ia memiliki ciri-ciri khusus dan tutur kata yang manis. “Orang lalai tidak akan meminangku. Yang meminangku hanyalah orang yang gigih,” ujar Abdul Wahid bersyair.
Mendengar syair tersebut, kegaduhan sontak terpecah. Begitu pun Ummu Abdul Wahid. Ia langsung bergegas menghampiri Abdul Wahid, “Wahai Abu Ubaid, tidakkah engkau kenal dengan anakku, Ibrahim?
Para pemuka penduduk Bashrah meminangnya untuk putri-putri mereka, tetapi aku menolaknya. Demi Allah, bidadari ini telah membuatku kagum, aku ingin merelakannya menjadi pengantin untuk anakku.
Apa kau bisa menikahkannya dengan anakku dengan mahar sepuluh ribu dinar? Ia boleh pergi menyakitimu. Semoga Allah menganugrahinya mati syahid dan bisa memberi syafaat padaku dan ayahnya pada hari Kiamat!” ujar Ummu Ibrahim.
“Jika kau melakukannya, sungguh engkau, anakmu, dan ayah anakmu akan mendapatkan keuntungan yang agung,” jawab Abdul Wahid. Ummu Ibrahim senang bukan kepalang mendengar jawaban itu.
Ia pun memanggil putranya, “Anakku, apakah kau rela menjadikan bidadari ini sebagai istri sehingga mengorbankan nyawamu di jalan-Nya dan tidak akan mengulangi perbuatan dosanya?”
“Ya, ibuku. Aku rela dengan segala kerelaan,” jawab Ibrahim. “Ya Allah, aku jadikan Engkau sebagai saksi bahwa aku telah menikahkan putraku ini dengan bidadari tadi, dengan mengorbankan nyawanya di jalan-Mu dan tidak mengulangi perbuiatan dosanya. Terimalah dariku Wahai Zat Yang Paling Pengasih di antara orang-orang yang mengasihi.”
Ummu Ibrahim lalu bergegas menghampiri Abdul Wahid, memberinya sepuluh ribu dinar,”Abu Ubaid, ini adalah mahar sang bidadari untuk kau gunakan sebagai persiapan. Siapkanlah para tentara di jalan Allah.”
Setelah itu, perempuan yang hatinya tengah dilanda kebahagiaan tersebut membeli seekor kuda yang kuat dan senjata yang bagus untuk putranya. Abdul Wahid dan para qari yang ada di kerumunana terpukau melihat apa yang dilakukan Ibrahim.
Mereka lantas melantunkan sebuah ayat Al-Qur’an, “Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang Mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka…” (At-Taubah:111).
Apa yang dilakukan ibu dan anak tersebut telah melecut semangat tentara Muslim. Mereka maju berperang. Ibrahim berhasil membunuh banyak musuh. Jumlah musuh yang terlalu banyak berhasil mengepungnya hingga ia syahid terbunuh.
BACA JUGA: Angkatan Udara Khalifah Utsmani
Ketika tentara Muslim kembali ke Bashrah, kaum Muslimin sepakat untuk tidak menceritakannya kepada Ummu Ibrahim.
Namun Ummu Ibrahim bertanya kepada Abdul Wahid, “Wahai Abu Ubaid, apakah hadiah dariku telah diterima agar aku tenang, atau malah ditolak dan aku merasa sedih?” tanya Ummu Ibrahim. “Jangan khawatir. Hadiahmu telah diterima,” sahut Abdul Wahid dengan senyum.
Esoknya Ummu Ibrahim kembali mendatangi Abdul Wahid di masjidnya. “Aku hanya ingin bercerita, bahwa tadi malam aku melihat anakku, Ibrahim, di taman yang indah, di atasnya terdapat kubah hijau.
Ia berada di atas ranjang yang terbuat dari permata. Di atas kepalanya terdapat mahkota. Ia mengatakan padaku, “Wahai ibu, berbahagialah, mahar telah diterima dan sang pengantin telah dinikahkan.” []
Sumber: Bermalam di Surga/ Dr. Hasan Syam Basya/ Gema Insani