Oleh: Muhammad Ihsan
ihsanmrpresident@yahoo.co.id
MENUNTUT ilmu memang membutuhkan sekali keteguhan. Terkadang kita dihadapkan oleh godaan – godaan yang bisa membuat kita goyah. pada acara “Indonesia Bertadabbur Al-Qur’an” terjadi peristiwa unik yang dapat kita ambil hikmahnya.
Saat itu yang menjadi pembicara adalah Syekh Naseer Al Omar. Beliau adalah sekretaris jenderal Ikatan Ulama Muslim Sedunia yang berkedudukan di Sudan dan ketua Lembaga Tadabbur al-Qur’an Internasional.
Tentunya acara ini adalah kesempatan yang luar biasa bagi umat islam di Indonesia untuk dapat menimba ilmu dari beliau.
BACA JUGA: Imam Malik Tak Takut Dikatai Bodoh
Di tengah acara tiba-tiba ada seseorang jama’ah yang maju kedepan mencoba mengambil mic penerjemah , tampaknya orang itu ingin mengacaukan jalanya acara. Sontak langsung saja beberapa panitia dan jama’ah lain mengamankan orang tersebut untuk pergi dari masjid istiqlal.
Syekh Naseer dengan tenang hanya bilang, “Semoga saudara kita disembuhkan”, “Semoga saudara kita disembuhkan.”
Penulis yang hanya melihat dari kejauhan hanya kebingungan atas kejadian tersebut, dan terlintas dalam pikiran penulis “Sebenarnya apa yang terjadi?”
Rasa penasaran ini tampaknya tidak hanya dirasakan oleh penulis karena para jamaah yang jauh dari panggung pasti memikirkan hal yang sama.
Orang yang mencoba mengacaukan acara tadi berteriak-teriak ketika dipaksa keluar oleh beberapa panitia dan menimbulkan kehebohan. Tidak jelas apa yang di ucapkan orang tersebut tetapi hal tersebut cukup membuat lumayan banyak jama’ah beranjak dari pengajian dan pasti dengan tujuan untuk mencari tahu.
Syekh Naseer ternyata tetap melanjutkan ceramah beliau seolah-olah tidak terjadi apa-apa.namun tidak sedikit jama’ah yang beranjak pergi untuk mencari tahu kehebohan tadi. Kejadian ini mengingatkan penulis pada kisah Yahya ibnu Yahya dari Andalusia yang menuntut ilmu kepada imam Malik di Madinah.
BACA JUGA: 4 Kelompok Manusia Menurut Imam Malik
Pada suatu waktu tibalah sekelompok rombongan yang entah berasal dari mana membawa gajah. pada saat itu gajah merupakan binatang yang masih asing di Madinah. Murid-murid Imam Malik pun berhamburan keluar ingin melihat gajah tersebut.
Maklum mumpung ada kesempatan langka, maka meski saat itu sedang berlangsung suatu majelis, keluarlah murid-murid Imam Malik, kecuali satu orang yang tak beranjak dari tempat duduknya sedikitpun.
Hingga semuanya keluar Yahya bin Yahya tetap di tempatnya, seperti tak ada sesuatu yang menarik di luar sana.
Imam Malik kemudian mendekati Yahya, “Mengapa engkau tidak keluar juga untuk melihat gajah?” tanya Imam Malik.
https://www.youtube.com/watch?v=55fJCZ65Na4
Yahya menjawab, ” Aku jauh-jauh datang dari Andalusia untuk menuntut ilmu, bukan untuk melihat gajah.” Imam Malik sangat kagum pada pemuda ini, yang mengutamakan ilmu dari pada kesenangan sesaat di luar sana, dan karena keteguhan Yahya ini beliau menggelarinya ‘aqilu Andalus’
BACA JUGA: Hadiah untuk Imam Syafii dari Gurunya, Imam Malik
Ketepatan Yahya dalam memprioritaskan ilmu dibandingkan kesenangan sesaat menontot gajah wajib untuk kita teladani. Ia dapat memilah mana yang jauh lebih bermanfaat ketika dihadapkan dengan dua pilihan.
Beruntunglah orang-orang yang tetap duduk dan istiqomah mendengarkan ceramah Syekh Naseer. Mereka sadar, kedatangan mereka ke masjid adalah untuk menuntut ilmu, bukan untuk mengetahui sebab muasabab pembuat onar itu. mereka adalah orang-orang yang tetap teguh menghadapi godaan.
“Ya Allah, yang mengarahkan hati, arahkanlah hati-hati kami untuk taat kepada-Mu.” (H.R. Muslim) []
SIAPA IMAM MALIK?
IMAM Malik adalah salah satu ulama Fiqh yang paling dihormati juga dikenal sebagai Imam Darul Hijrah. Kakek buyutnya Abi Aamer yang berasal dari Yaman, masuk Islam pada tahun 2 H dan hijrah ke Madinah.
Dia berpartisipasi dalam semua pertempuran bersama Nabi (saw) kecuali Perang Badar.
Malik lahir di dekat Madinah pada tahun 93 H. Ia mengenyam pendidikan di Madinah dan menghubungi sekitar 900 ulama untuk mengumpulkan hadis. Ia memperoleh banyak ilmu dari para murid para sahabat Nabi (saw).
Ia menguasai ilmu hadis pada usia 17 tahun dan mulai mengeluarkan Fatwa setelah 70 ulama menegaskan kelayakannya untuk tujuan tersebut. Dia mengumpulkan lebih dari 100.000 Hadis yang ditulis oleh tangannya.