PENGGEMAR Sepakbola khususnya Liga Inggris dan Liga Spanyol pasti tak asing dengan nama Kolo Toure dan Yaya Toure. Ya, mereka adalah kakak-beradik yang sama-sama berprofesi sebagai pemain sepakbola internasional. Kolo yang kini merumput di Celtik dan Yaya yang sekarang bermain di Qingdao Huanghai, Cina, sempat bersama-sama merumput di tim kenamaan Liga Inggris, Mancester City.
Kakak beradik ini tak banyak tersorot pemberitaan, namun mereka menyimpan cerita inspiratif yang bisa jadi pelajaran bagi banyak orang.
Kolo-Yaya berasal dari negara yang pernah mengalami konflik, Pantai Gading. Mereka adalah potret pesepakbola asal Benua Afrika yang tak kenal lelah. Mereka juga potret dari pesepakbola muslim asal Afrika yang berhasil menaklukan kerasnya persaingan Liga Eropa. Keduanya berhasil keluar dari kemiskinan di Abidjan, kampung halamannya di Afrika, dan menjadi pesepakbola sukses di Eropa.
Dilansir dari Life Bogger, Kolo dan Yaya merupakan anak pertama serta kedua dari sembilan bersaudara dari pasangan Mory Toure dan sang istri.
Sang ayah hanya berstatus pensiunan tentara dan menjadi buruh tani. Sebagai anak sulung, Kolo berusaha membantu ekonomi sang ayah dengan menjadi tukang semir sepatu. Maklum, Mory kesulitan menafkahi anak-anaknya secara layak.
Sedangkan, Yaya yang merupakan anak kedua, mengikuti jejak sang kakak dengan ikut menjadi penyemir sepatu.
Nasib mereka perlahan berubah ketika Kolo mendapat kesempatan memperkuat salah satu akademi klub di Abidjan. Dia berhasil memperkuat klub profesional Pantai Gading, ASEC Mimosas. Dari klub itu pula dia langsung dilirik salah satu pemandu bakat Arsenal. Impiannya pun jadi kenyataan. Kolo akhirnya berhasil memperkuat salah satu klub raksasa di Liga Inggris itu.
BACA JUGA: Satu Lagi Pesepakbola Muslim Tangguh di Liga Inggris, Kenalin nih Ismaila Sarr
Ketika Kolo menempa diri di klub lokal, Yaya lagi-lagi terinspirasi untuk mengikuti jejak sang kakak. Dia juga mendapat kesempatan memperkuat klub lokal sebagai anak tangga pertama menuju sukses keluar dari kemiskinan. Namun, Yaya benar-benar merintis dari tangga ke tangga. Tak seperti sang kakak, Yaya harus menjalani petualangan ke klub-klub Eropa. Dari klub Liga Belgia Beveren, dia hijrah ke klub Liga Ukraina Metalurh Donetsk. Kemudian dia melanjutkan karier ke klub Liga Yunani Oympiakos Piraeus dan klub Liga Prancis AS Monaco hingga pernah bergabung ke klub elite Spanyol, Barcelona pada 2007 hingga 2010. Setelah itu Yaya merapat ke klub kaya Liga Inggris, Manchester City, selama delapan tahun.
Yaya dan Kolo Toure merasakan masa kejayaan ketika memperkuat klub yang sama, Manchester City. Sang kakak lebih dahulu bergabung sebagai bek tengah pada 2009.
Kolo memang menjadi pembuka jalan bagi adiknya untuk merumput di Liga Inggris. Bek tengah itu kali pertama berkarier di Inggris dengan memperkuat Arsenal dari klub Pantai Gading, ASEC Mimosas, pada 2002. Setahun setelah Kolo bergabung dengan Man City, Yaya yang berposisi sebagai gelandang menyusul kakaknya membela The Citizens. Kolo kemudian hengkang ke Liverpool pada 2013, sedangkan Yaya bertahan bersama Man City hingga 2018.
Tak hanya kesuksesan karir di lapangan hijau yang mereka torehkan. Sebagai muslim, kakak beradik ini dikenal sebagai muslim yang taat dan dekat dengan masjid. Di Liga Eropa, mereka tetap mempertahankan prinsip dalam ajaran agama Islam.
Dilansir dari The Guardian, Mory Toure mengatakan kedua anaknya, terutama Kolo Toure merupakan muslim yang taat. Khusus untuk Kolo, Mory mengatakan sang anak tak pernah jauh dari masjid.
Selama membela Man City, Kolo selalu aktif dalam kegiatan komunitas muslim di Masjid Stretford yang terletak tidak jauh dari markas Manchester United. Dia juga kerap terlibat dalam kerja-kerja komunal dan mendonasikan uang ke yayasan-yayasan di Pantai Gading.
“Kami adalah muslim yang taat. Dia rela melakukan apapun demi keluarganya dan tak akan pernah bersentuhan dengan obat-obatan terlarang dan minuman keras,” ujar Mory.
Mantan pelatih Arsenal, Arsene Wenger, juga pernah mengungkapkan kesan positif tentang Kolo.
“Dia memiliki kehidupan yang jernih, sangat jujur, dan selalu berada di rumah. Dia adalah tipe pria yang mementingkan keluarga,” ujar Wenger.
Mark Hughes, mantan pelatih Man City yang memboyong Kolo ke klub itu, menyebut Kolo sebagai seorang profesional yang baik.
Sementara itu, Yaya yang selalu berusaha menjadikan Kolo sebagai anutan di dalam dan luar lapangan pun menunjukkan sikap serupa dengan kakaknya.
BACA JUGA: Bintang Sepakbola Muslim yang Sederhana dan Rendah Hati, Inilah 5 Sikap Terpuji Sadio Mane
Salah satu cerita menarik adalah ketika Yaya terpilih sebagai Man of The Match usai membela Man City di Liga Inggris pada 2012. Yaya menolak pemberian sampanye dari rekan setimnya, Joleon Lescott.
Sampanye merupakan hadiah yang selalu diberikan kepada pemain berstatus Man of the Match. Meski demikian usai sesi wawancara, Yaya secara halus menolak pemberian itu.
“Saya tidak minum [minuman beralkohol] karena saya muslim. Jadi kamu simpan saja,” ujar Yaya kepada Lescott sembari tersenyum kemudian menepuk dada rekan setimnya itu dikutip dari Daily Mail.
Yaya dan sang kakak juga dikenal sebagai pemain yang tetap menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan meski harus menjalani beratnya kompetisi di Eropa. Bagi mereka puasa justru semakin menambah kekuatan fisik asalkan dengan menu makanan bernutrisi.
“Saya sudah beberapa kali mengamati bahwa berkarier di sepak bola selama Ramadan memang berat. Namun saya merasa semakin kuat karena kondisi mental saya mampu mengendalikan.”
“Tentu saja berat, namun ketika Anda percaya Tuhan, tidak ada yang mustahil,” ujar Kolo dikutip dari situs klub Liverpool. []
SUMBER: LIVERPOOL ECHO | DAILY MAIL | THE GUARDIAN | LIFE BLOGGER