KETELADANAN Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tentunya mencetak generasi-generasi yang berpribadi mulia. Mereka adalah para sahabat. Mereka menghabiskan waktunya untuk ilmu dan beribadah kepada Rabb ‘Azza wa Jalla.
Pemuda itu langsung terpesona ketika ia menjadi utusan suku Daus, awal tahun ketujuh Hijriyah. Hanya beberapa saat setelah pertemuan itu, ia memutuskan untuk menjadi pelayan—berkhidmat—kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ia adalah Abu Hurairah. satu-satunya sahabat yang selalu mengikuti kemana Rasulullah pergi. Hadist yang diriwayatkannya sangat banyak, mencapai 5374 hadist.
BACA JUGA: Abu Hurairah Jelaskan Harta yang Diwariskan Rasulullah
Ketika ia menjadi utusan dari suku Daus, ia memilih tidak kembali ke kampung halamannya, melainkan memilih tinggal di masjid, tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memimpin shalat dan mengajarkan Islam, Madinah Al-Munawwarah.
Hari demi hari ia lalui dengan seksama menyimak setiap perkataan, gerak, dan langkah-langkah Rasulullah. Hampir tak secuil pun materi yang disampaikan oleh Rasulullah ia lewatkan. Daya ingatnya sangat tajam. Meski demikian, ia pasti selalu mencatat apa saja yang disabdakan oleh Rasulullah.
Setelah sekian lamanya Abu Hurairah hidup dan tinggal di tengah orang beriman. Betapa bahagia jiwanya mendapatkan kehidupan yang penuh tauhid dan nilai-nilai Islam lainnya.
Kebahagiaan itu terasa hampa tatkala ia menjenguk ibunya yang sudah sepuh tapi masih berkubang dengan kemusyrikan. Karena sayang dan demi baktinya, ia mengajak dengan argumen yang terang agar ibunya memilih Islam sebagai agamanya.
Bukan hanya sekali dua kali. Beberapa kali ia tetap mengajak ibunya bersyahadat, bahwa tiada ilah selain Allah ‘Azza wa Jalla dan Muhammad adalah Rasulullah. Sayang, bujukannya tak mempan. Ibunya menolak, bahkan menghindar darinya. Bukan hanya itu, ibunya bahkan mencela Rasulullah dengan kata-kata yang menyakitkan hatinya.
Dengan perasaan kacau dan langkah gontai lelaki itu kembali ke Madinah. Ditemuinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan bercucuran air mata.
“Mengapa engkau menangis, wahai Abu Hurairah?” tanya Rasulullah.
“Aku tidak bosan-bosannya mengajak ibuku masuk Islam. Tetapi, ibuku masih menolak. Hari ini kuajak lagi masuk Islam, tetapi ibuku mengucapkan kata-kata yang tidak pantas mengenai Rasulullah, yang saya tidak sudi mendengarkannya. Tolonglah doakan, ya Rasulullah, semoga ibuku hatinya tergugah masuk Islam,” Abu Hurairah mengadu.
Rasulullah pun menengadahkan tangannya ke langit, sembari melafazkan doa untuk kebaikan bagi ibu Abu Hurairah.
Seberkas hidayah dari langit menembus hati ibunya. Berkat kesabaran dan kerja keras Abu Hurairah, ibundanya memilih jalan Islam ketika beberapa waktu ia mengadukan masalahnya pada Rasulullah. Jiwanya damai dan bahagia menyaksikan ibunya mengucapkan kalimat syahadah di depannya.
BACA JUGA: Kisah Pencuri Munafik yang Ditangkap Abu Hurairah
Kejadian itu melengkapi sudah kebahagiaan hidupnya. Ia tak henti-hentinya mengucapkan tahmid, tahlil, dan tasbih. “Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki Abu Hurairah masuk Islam. Segala puji bagi Allah yang telah mengajari Abu Hurairah Al-Quran. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan karunia kepada Abu Hurairah menjadi sahabat Rasul-Nya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,” ucap syukur tak hentinya ia lantunkan.
Demikianlah. Tak sehari pun berlalu tanpa menimba dan mempraktikkan ilmu dari Rasulullah. Abu Hurairah kian mencintai ilmu dan juga mengajarkan kepada orang lain, baik keluarga dekat maupun orang tak dikenalnya.
Sumber: Majalah SAKSI, Jakarta