TAMU dan didatangi tamu adalah simbol kerja sama. Artinya, ada praktik tukar-menukar informasi, kepentingan, dan kebutuhan di dalamnya. Bagi Imam al-Ghazali, seperti dituturkannya dalam Ihya Ulumuddin, manusia sedemikian rupa diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk yang tidak bisa hidup sendirian. Takdirnya, manusia adalah makhluk berkelompok. Lantas, kisah memuliakan tamu dan keutamaan diam, apakah ada hubungannya?
Oleh karena itu, lanjut Imam al-Ghazali, manusia membutuhkan makhluk sejenis, baik untuk berkumpul maupun bertukar kebutuhan. Misalnya, untuk memenuhi kebutuhan primer (dharruriyyat), sekunder (hajiyyat), dan tertier (takhsiniyyat). Secara praksis, sebagai pintu awal untuk memenuhi ketiga kebutuhan ini adalah bertamu dan menerima tamu.
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, maka hendaknya ia memuliakan tamunya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia mengatakan yang baik atau diam saja.” HR. Abu Hurairah RA.
BACA JUGA: Kisah Mualaf, Tertarik kepada Islam setelah Bertamu ke Rumah Teman
Kisah Memuliakan Tamu dan Keutamaan Diam, Kisah: Nabi Ibrahim AS
Dikisahkan ketika nabi Ibrahim AS ingin makan beliau harus keluar sejauh satu atau dua mil untuk mencari orang yang akan menemani makan bersamanya. Karena itu beliau dijuluki Abu Al-Dayfan (menjamu makan) karena niat bagus beliau itu tradisi ini terus dibudayakan sampai zaman sekarang.
Sebagian ulama berkata, jika seseorang ingin berderma saat kedatangan tamu maka yang pertama kali dilakukan adalah memuliakan tamu itu dengan mempersilahkannya duduk terlebih dahulu. Lalu menawarkannya makanan dan mengajaknya berbincang-bincang.
“Tidakkah kamu mengetahui bagaimana sikap nabi Ibrahim AS saat menyambut kedatangan tamu. Beliau memuliakan tamu dengan menawarkan makanan setelah menjawab salam.”
Hal ini ditegaskan dalam firman Allah SWT, “Maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkankan daging anak sapi yang dipanggang.” (QS: Hud: 69)
BACA JUGA: Adab Bertamu ke Rumah Orang Lain
Daging anak sapi ini merupakan makanan pembuka dan bisa dilanjutkan dengan makanan berat lainnya bagi yang menghendakinya. Ada tamu yang berpendapat bahwa jika seseorang mengundang tamu si tuan rumah harus mempersiapkan tiga hal demikian pula tamu-tamunya.
Tiga hal yang harus dilakukan oleh tuan rumah yaitu: Pertama, jangan memaksakan kedatangan tamu dan jangan melampaui batasan batasan sunnah. Kedua, tuan rumah harus menyediakan makanan halal untuk tamu-tamunya. Ketiga, hal tuan rumah harus mampu menjaga waktu salat.
Sementara tiga hal yang harus dilakukan tamu undangan, yaitu: Pertama, jangan dulu duduk jika belum dipersilahkan. Kedua, tidak menggerutu dengan makanan yang dihidangkan tuan rumah. Ketiga, mendoakan tuan rumah setelah berpamitan.
Hatim Al-Asham mengatakan bahwa melakukan hal secara terburu-buru (al-ijl) adalah perbuatan setan kecuali dalam lima hal ini termasuk sunnah dan Rasulullah SAW. Kelima hal itu adalah: Menghidangkan makanan kepada para tamu undangan, menguburkan mayat, menikahi anak gadis, melunasi hutang, dan melakukan taubat dari perbuatan dosa.
Kisah Memuliakan Tamu dan Keutamaan Diam, Kisah: Abu Ishaq
Seorang tetangga mendatangi Abu Ishaq. Ia mengetuk pintu rumahnya lalu Abu Ishaq pun keluar menemuinya orang itu berkata kepadanya, “Saya terlilit hutang sebanyak 400 Dinar dan saya tidak mampu melunasinya.” Orang itu pun dipersilahkan masuk dan Abu Ishaq mengambilkan simpanannya dan memberikannya kepada orang itu.
Setelah orang itu pergi Abu Ishaq masuk kembali ke rumahnya dalam keadaan menangis. Istrinya mengira tangisan itu disebabkan uang dinar yang telah diberikan kepada orang itu. Maka ia pun bertanya kepada suaminya, “Kalau kamu keberatan untuk memberikan uang Dinar itu kenapa kamu serahkan?”
Suaminya menjawab, “Saya menangis bukan karena uang uang dinar yang saya berikan. Saya menangis karena keterbatasan saya memantau keadaan tetanggaku sehingga ia harus mengadukan permasalahannya kepadaku.”
BACA JUGA: Anjuran Alquran untuk Minta Izin Saat Bertamu
Dalam syair disebutkan:
Wajah yang paling baik adalah wajah orang baik
Yang sudi mengangkat tangan kanannya untuk memberi
Orang yang paling mulia adalah orang yang berkeinginan mulia
Dan tidak segan mengunjungi orang-orang besar
Orang yang kepepet urusan dunia jika permohonan tidak ditolak
Maka ia akan merasa sangat senang bahagia dan mencinta.
Kisah Memuliakan Tamu dan Keutamaan Diam, Kisah: Tetangga Fakir
Sebuah pendapat mengatakan bahwa pada hari kiamat, tetangga yang fakir akan membebani tetangganya yang kaya, orang miskin itu mengadu, “Wahai Tuhanku, tanyakan kepada orang ini kenapa dia tidak mau berbuat baik kepadaku dan tidak berderma kepada orang-orang seperti ku?”
Diriwayatkan seseorang mendatangi Ibnu Abbas RA orang itu berkata kepadanya, “Saya mempunyai seorang tetangga yang sering menyakitiku, menghinaku, dan bertamu kepadaku.” Ibnu Abbas menjawab, “Biarkan saja. Jika dia berbuat jahat kepadamu, usahakan kamu tetap berbuat baik kepadanya.”
Kisah Memuliakan Tamu dan Keutamaan Diam, Kisah: Memelihara Kucing
Ada sebagian orang yang mengeluh karena terlalu banyak tikus di rumahnya. Lalu ia disarankan agar memelihara kucing. Maka ia menjawab, “Saya khawatir jika tikus-tikus itu mendengar suara kucing maka mereka akan lari dan masuk ke rumah-rumah tetanggaku. Lalu tikus-tikus itu merusak rumah mereka. Dengan demikian Saya telah memaksakan mereka apa yang saya sendiri tidak menyukainya.”
Karena itu setiap muslim hendaknya memperbanyak tabungan kebaikan dengan apa yang telah dianugerahkan Allah SWT demi meraih keridhaan-nya sebagai bekal di kehidupan akhirat.
Namun ia juga tidak boleh melupakan bagian kehidupan dunianya dengan tetap menjaga kewajiban-kewajibannya. Karena banyak orang menyesal diakhirat, sayangnya penyelesaian itu tidak bermanfaat apa-apa. []
Sumber : Buku: Nasihat Langit untuk Maslahat di Bumi, Oleh: Syekh Abdul Hamid Al-Anquri (Ulama Abad ke-8)