JAKARTA—Seorang kepala suku dari Afrika menjadi pusat perhatian para peserta Pertemuan Ulama dan Da’i se-Asia Tenggara, Afrika, dan Eropa yang digelar selama empat hari dari Selasa s.d. Jum’at (3-6/7/2018), di Hotel Grand Cempaka, Jakarta.
Thoyigbe Zola namanya. Dia merupakan Kepala Suku dari suatu wilayah di Benin, negara di Afrika Barat. Penampilannya boleh jadi yang paling mencolok dan ghorib.
Atribut serta pakaian yang melekat nampaknya belum pernah dikenakan oleh para ulama atau masyarakat dari negeri kaum Muslimin.
Tongkat kebesarannya itulah yang begitu tampak mencolok. Panjangnya hampir setinggi tubuhnya. Ketika berjalan, ujung tongkat itu seakan mencapit sekaligus menggigit bahunya karena terdapat patung macan mengaum tepat di ujung tongkat yang selalu menjadi pembicaraan para ustadz.
BACA JUGA: Anies Baswedan Bangga Indonesia jadi Tuan Rumah Pertemuan Ulama dan Dai Internasional
Kain sarung yang dia kenakan pun tampak mentereng dengan motif macan-macan. Ketika diwawancarai eksklusif bersama beberapa rekan wartawan, Zola menjelaskan, atribut dan pakaian yang dia kenakan itu merupakan simbol-simbol yang menandakannya seorang pemimpin suatu kaum.
“Tongkat yang menempel di pundak adalah bukti bahwa saya raja. Sedangkan tongkat panjang bercabang digunakan untuk memerintah dan penutup kepala dengan tiga pucuk adalah tanda kebesaran. Tidak ada satupun orang yang boleh memakai pakaian seperti ini kecuali saya,” ungkap Zola dengan bahasa Prancis, ketika diundang wawancara ke sebuah kamar hotel.
Keunikannya itu ternyata mengundang antusias dari para ustadz dan peserta yang hadir untuk sekedar berkenalan atau mengabadikan momen langka bertemu “raja dari Afrika”. Ustadz-ustadz yang telah mengantri mendapat giliran untuk berfoto dengannya. Hanya saja, ketika telah cukup bersabar melayani banyaknya ajakan berfoto dan berbincang-bincang, Zola tak kuasa menahan lelah.
“Maaf, saya betul-betul lelah,” ucap Zola menolak dengan halus ajakan seorang ustadz yang ingin berfoto dengannya.
Atribut, tongkat macan, dan gelar raja, merupakan “pemanis” dari kisah Zola yang kini telah berganti nama menjadi Harun Muhammad. Sebelum memasuki bulan Ramadhan lalu, Harun telah memeluk Islam setelah sebelumnya menjadi seorang penyembah berhala.
Syaikh Khalid al-Hamoudi, da’i sekaligus tokoh dermawan masyhur dari Arab Saudi menyaksikan kesaksian Harun ketika mengucap dua kalimat syahadat.
Dalam satu sesi acara, Syaikh Khalid meminta Harun menceritakan kisah hijrahnya kepada seluruh peserta yang sangat antusias mendengar cerita itu.
Melalui seorang penerjemah yang tak lain merupakan sosok da’i yang telah mendakwahkan Harun selama lebih dari 10 tahun, Syekh Abu Bakr dari Afrika, menyampaikan, Harun merasa sangat bahagia bisa berada di tengah kaum Muslimin dari berbagai dunia.
“Dia senang sekali dan tidak pernah membayangkan hal seperti ini. Dia yakin bahwa kebahagiaan ini hanya datang dari Allah. Dia juga berterima kasih kepada kaum Muslimin Indonesia karena menyambutnya dengan gembira. Juga kepada Syaikh Khalid yang menuntunnya memeluk Islam,” tutur Syekh Abu Bakr menerjemahkan perkataan Harun, melansir Islamic News Agency (INA), kantor berita yang diinisiasi JITU.
Sebelum menjadi mualaf, Harun merupakan tokoh berpengaruh di wilayahnya yang menentang keras ajaran Islam. Pandangannya itu dia dapati dari kabar-kabar serampangan yang mengaitkan ajaran Islam dengan kekerasan. Namun, Syekh Abu Bakr tak patah arang dan menjelaskan bahwa pandangan tersebut merupakan kesesatan yang sengaja ditujukan untuk merusak citra Islam.
BACA JUGA: Setelah Bertanya Hidup Sesudah Mati, Fotografer Terkenal Sanders Masuk Islam
Sejak itu, Harun semakin kuat memeluk Islam. Sekarang Harun menyadari, banyak manusia yang memfitnah Islam. Setelah menjadi Muslim, Harun langsung mendapati, fitnah tersebut ternyata berbanding terbalik dengan kenyataan ketika dia justru mendapat sambutan yang hangat dari para masyekh dan ratusan da’i dari berbagai negara yang menghadiri acara tersebut.
Di akhir ceritanya yang berulang kali memicu hadirin bertakbir, Harun berjanji untuk terus berupaya mendakwahkan Islam kepada kaumnya di Benin. Pengaruhnya sangat diharapkan untuk penyebaran Islam di wilayah-wilayah Afrika yang belum terjangkau kebesaran dan kelembutan hati orang semacam Syekh Khalid dan ketangguhan dakwah dari Syekh Abu Bakr. []
SUMBER: Islamic News Agency (INA) | kantor berita yang diinisiasi JITU |