ANAK berusia sembilan tahun bernama Muhamad Badran sedang menanti waktu untuk memeluk orangtuanya dan bermain bersama enam saudara lelakinya selama tiga hari libur Ramadhan. Meski serangan penjajah zionis ‘Israel’ telah menghancurkan harapan yang ada di Gaza, Muhamad tidak memadamkan harapannya untuk berbahagia di Hari Idul Fitri.
Tetapi satu hari setelah itu, di tahun 2014, bersama ibu dan paman yang berdiri di sampingnya di Rumah Sakit Al-Shifa, Muhamad berkata, “Semua mimpiku hancur setelah tembakan dua tank zionis ‘Israel’ menggelapkan hidupku dan melukai semua saudaraku.”
Setelah sholat Subuh di Hari Raya Idul Fitiri, Muhamad dan keluarganya sedang tidur dengan tenang di rumah mereka. Muhamad menyiapkan baju baru dan mainan yang ibunya belikan untuknya untuk dipakai di hari raya tersebut. Ia pergi ke tempat tidur, menanti ibunya untuk membangunkannya di pagi hari. Ia tidak tahu pada saat itu ia akan menutup mata untuk selamanya.
Tanpa belas kasihan, dua tank penjajah menabrak rumahnya, menghancurkan kamar tidurnya, melukainya dan juga keenam saudaranya.
“Mereka sedang tidur bagaikan malaikat,” ucap paman Muhamad kepada MEMO. “Ayah mereka sedang bersiap-siap untuk membawa mereka keluar mengunjungi paman dan bibi mereka. Akan tetapi, mereka malah dibawa ke rumah sakit.”
Seluruh baju Muhamad telah terbakar dan mainan yang ia beli untuk hari raya telah hancur berkeping-keping. Ia tidak dapat melihat mimpi-mipinya yang hancur. Bahkan, ia tidak akan pernah melihat mimpi-mimpinya, wajah orangtuanya, atau menikmati warna-warni mainan atau baju-baju lagi.
Muhamad dan salah satu saudaranya menderita luka parah. Walaupun ia tidak kehilangan penglihatannya, ia kehilangan kedua matanya. Dokter mengatakan ada sedikit kesempatan ia mampu melihat cahaya lagi, melalui mata yang didonorkan dari orang lain atau mata buatan.
Setelah lima saudaranya meninggalkan rumah sakit, ibunya merasa hatinya terbagi dua; di satu sisi ia ingin tetap tinggal bersama Muhamad dan di sisi satunya ia ingin bersama saudara-saudaranya di tempat yang berbeda di rumah sakit.
Di hari ke-34 perang Gaza, tentara ‘Israel’ telah membunuh sekitar 1.900 warga Palestina dan sekitar 9.000 warga terluka. Sebagian besar dari mereka, berdasarkan statistik PBB, adalah warga sipil. Sedikitnya di antara yang meninggal ada 400 anak.
Cerita Muhamad menjadi terkenal di kalangan warga Palestina dan di luar negeri.
Banyak dokter dan donatur menawarkan perawatan dan bantuan kepadanya, berharap suatu hari nanti Muhamad dapat melihat kedua orangtuanya lagi. Tetapi, di tengah meningkatnya harapan ini, tentara penjajah ‘Israel’ membunuh ayah Muhamad ketika ia sedang melaksanakan sholat Subuh di Masjid Al-Qassam, di kemah pengungsian Al-Nusairat. Sebuah roket F16 milik ‘Israel’ mendarat ketika sholat berlangsung.
Membunuh lima orang dan sepuluh orang lainnya terluka. Nidal Badran, Ayah Muhamad, ada di antara orang yang meninggal. Kini, Muhamad telah kehilangan harapan untuk melihat lagi wajah ayahnya. [sahabat Al-Aqsha]