SALAH satu orang yang dipercaya membawa syariat Allah Subhanahu wa ta’ala adalah Nabi Ayub as. Orangnya terkenal sabar dan penyayang. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa ta’ala membanggakan Nabi Ayub kepada segenap makhluk-Nya mulai dari pepohonan, hewan, malaikat bahkan para setan.
Menanggapi ‘pembanggaan’ Allah Subhanahu wa ta’ala atas Nabi Ayub, setan yang berjiwa pembangkang tentu membantah, menantang Allah Subhanahu wa ta’ala dengan mengatakan, “Allah, Engkau tak perlu membanggakan Ayub-Mu. Dia sabar hati dan baik budi karena hidup serba kecukupan. Saya sangsi apakah Ayub tetap memperlihatkan sikap terpuji jika Engkau menimpakan ujian kemelaratan dan kenistaan.”
BACA JUGA: Perjanjian Allah dengan Semua Nabi
Mendapat kesangsian setan, Allah Subhanahu wa ta’ala lantas membuktikan keutamaan makhluk-Nya yang bernama Ayub. Nabi Ayub yang semula kaya raya, akhirnya dibangkrutkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Ayub yang asalnya banyak putra, akhirnya satu persatu dicabut nyawanya. Nabi Ayub yang tadinya gagah, sehat, akhirnya ditimpa penyakit yang tak ada obatnya. Badannya membusuk, bahkan belatung telah menempel masuk. Baunya menjadi sangat busuk.
Istri-istrinya, satu persatu meninggalkannya, kecuali hanya satu yang setia, yang justru paling cantik di antara semua. Lebih menyakitkan lagi, akibat bau busuk yang amat menyengat, Nabi Ayub malah diasingkan masyarakat yang tadinya memuja dan menghormatinya. Ia hidup terpencil dalam sebuah gua.
Suatu hari Nabi Ayub dan istrinya tak memiliki sesuatu apapun untuk mengganjal perutnya. Nabi Ayub kelaparan, istri setianya juga demikian. Nabi Ayub tawakal, si istri juga sabar. Namun, lama-lama istrinya yang cantik nan shalihah ini tak tega melihat kondisi suaminya yang kian payah, sudah sakit masih ditambah lapar pula. Sama sekali wanita itu tak memikirkan dirinya, melainkan meresahkan kondisi suaminya.
Akhirnya dengan modal keberanian, istri setia itu pergi ke pasar, bukan menjual sesuatu apapun, karena memang tak punya apa-apa yang dapat dijual. Dia hanya menjual rambutnya yang panjang hanya untuk membeli makanan bagi suami tercinta. Kala itu masyarakat memang sudah terbiasa memakai rambut palsu, rambut penyambung untuk gelungan alias kondean, yang dalam terminologi Jawa disebut cemoro, dan dalam bahasa Indonesia dinamakan wig. Ketika si istri pulang dengan membawa makanan, Nabi Ayub bukannya gembira tentang apa yang dilakukan istrinya. Ia marah karena telah menyalahi hukum Allah Subhanahu wa ta’ala, menjual rambutnya hanya demi makanan. Atas peristiwa ini Nabi Ayub bersumpah, bila Allah memberi kesembuhan dia akan menghukum istrinya, mencambuk seratus kali.
BACA JUGA: Surat Nabi untuk Pemimpin Bahrain
Akhirnya Ayub memanjatkan doa agar diberi kesembuhan. Dia berdoa bukan karena tak tahan pada cobaan, melainkan ingin melaksanakan sumpahnya menghukum istri yang melanggar aturan Allah Subhanahu wa ta’ala.
Singkat kata, Allah Subhanahu wa ta’ala pun akhirnya memberi kesembuhan, dan nabi Ayub telah lulus ujian. Alhasil, Nabi Ayub akhirnya ingin melaksanakan sumpah, karena janji dan sumpah memang tak mungkin diingkari. Tapi, mengingat kesetiaan dan kesalehan si wanita, Allah Subhanahu wa ta’ala yang Maha Penyayang langsung mengajari, bahwa Nabi Ayub tetap dapat melaksanakan sumpah memukul istri 100 kali, tapi hendaknya tak menyakiti. Caranya, 100 lidi diikat jadi satu menjadi sapu, lantas dipukulkan sekali dengan keras, yang berarti telah sekaligus memukul 100 kali. []
Referensi: Kisah 25 Nabi dan Rasul dilengkapi Kisah Sahabat, Tabiin, Hikmah Islam, Rasulullah, wanita shalihah/ kajian Islam 2