SETELAH tamat SD, Pak Harto dihadapkan kesulitan, karena ayahnya maupun anggota keluarga ayahnya yang lain tidak ada yang sanggup membiayainya melanjutkan sekolah.
Pak Harto masih ingat kata-kata ayahnya saat itu. “Nak… tak lebih dari ini yang dapat kulakukan untuk melanjutkan sekolahmu. Dari sekarang kamu sebaiknya mencari pekerjaan saja. Dan kalau sudah dapat, Insya Allah, kamu dapat melanjutkan pelajaranmu dengan uangmu sendiri.”
Pak Harto kesana kemari mencari pekerjaan. Pada waktu itu tidak gampang mendapatkannya tanpa uluran tangan orang yang berkedudukan, berpengaruh, orang kaya ataupun pengusaha besar.
Setelah kesana kemari tidak berhasil, Pak Harto pergi ke Wuryantoro, karena di tempat ini banyak kenalan.
Sampai suatu ketika ia memperoleh pekerjaan sebagai pembantu klerek pada sebuah Bank Desa (Volks Bank).
Pak Harto mengikuti klerek bank berkeliling kampung dengan sepeda dengan mengenakan pakaian Jawa lengkap, dengan kain blankon dan baju beskap. Di kantor-kantor lurah ia membantu klerek menampung permintan para petani, pedagang kecil dan para pemilik warung yang menginginkan pinjaman.
Di sinilah Pak Harto belajar pembukuan dan dalam dua bulan pembukuan itu dikuasainya. Bahkan Mantri Bank Desa mengakui jika otak Soeharto kecil encer.
Tapi takdir tidak selalu sejalan apa yang direncanakan oleh setiap orang, begitu pula dengan apa yang dialami Soeharto kecil.
Suatu ketika, saat turun dari sepeda yang sudah reot, kain yang dipakainya tersangkut pada per sadel yang menonjol keluar dan sobeklah kain yang dipakainya. Pak Harto dicela klerek yang didampinginya dan juga dimarahi bibinya.
BACA JUGA: 4 Fakta Pak Harto yang Menarik dan Tak Terlupakan
Pak Harto dibentak Bibinya dan dikatakan kalau itu satu-satunya kain yang baik dan tidak ada kain lain yang bisa diberikan kepadanya. Peristiwa itu mengantarkannya kembali menjadi pengangguran dari pekerjaan yang sudah dengan susah payah didapatkannya.
Pak Harto mencoba mengadu nasib ke Solo, tapi tidak juga mendapatkan pekerjaan. Pak Harto kembali ke Wuryantoro Wonogiri dan hari-harinya diisi dengan kegiatan gotong royong, membangun sebuah langgar (mushola), menggali parit dan membereskan lumbung. []