Oleh: Rohmat Saputra
jeparahanif@gmail.com
SEORANG anak muda mendatangi masjid At-Taubah untuk menuntut ilmu. Letak masjid ini berada di kota Damaskus. Besarnya semangat dalam mencari ilmu, tidak menghiraukan kondisinya yang miskin. Dengan jujur ia sampaikan hajatnya serta kondisinya saat itu ke guru yang akan mengajarnya.
Namun gurunya berkata, “Kamu harus bersabar hidup dengan saya. Makanan apapun yang saya makan, kamu ikut saja makan bersama saya.”
Pemuda tadi setuju dengan gurunya.
Setelah berjalan tiga bulan, diketahui oleh pemuda itu ternyata gurunya sangat zuhud. Jika ada makanan baru bisa makan. Bila tidak ada sama sekali, maka gurunya berpuasa. Gurunya sudah biasa melakukan itu. Tapi tidak dengan murid barunya. Dan hari itu adalah hari ketiga dimana sudah tiga hari berturut-turut puasa karena tidak ada makanan. Sahur dan buka dengan sebutir kurma dan segelas air saja.
Datang bisikan syetan yang menggodanya. “Sekarang kau tidak haram untuk mencuri makanan. Kalau tidak mencuri, kau akan mati kelaparan. Mustahil minta makanan kepada gurumu. Karena dia tidak punya makanan sedikitpun. Meminta sama orang pun gurumu melarang. Sekarang curilah makanan agar kau tidak mati kelaparan.”
Begitu laparnya pemuda itu, akhirnya tergerak mengikuti ajakan bisikan syetan. Dia naik ke dinding sebelah masjid. Saat itu dinding masjid berdempetan dengan rumah-rumah. Ia melihat isi rumah pertama dari atas dinding belakang. Ada beberapa wanita yang auratnya terbuka. Ia langsung panglingkan wajahnya. Kemudian berjalan dengan hati-hati menuju rumah sebelah. Dari balik pelepah korma yang menutupi atap belakang dari rumah kedua, ia lihat tidak ada siapa-siapa. Tapi ia mencium bau masakan yang sedap.
Tak kuat menahan rasa lapar, lantas ia masuk ke rumah tersebut. Dilihatnya ada panci berisi dua terong. Ia makan terong itu. Tapi sebelum terong itu melewati tenggorokannya, muncul rasa takut yang begitu besar dalam hatinya. Ia enggan menelan gigitan pertama dari terong yang tengah ia santap.
Ia berkata pada dirinya sendiri, “Subhanallah, syetan berhasil menggoda saya dengan tiga dosa sekaligus. Pertama, masuk rumah tanpa izin. Kedua, mencuri dengan mengambil barang orang lain. Ketiga, saya telah makan dari makanan yang haram. Tidak mungkin Allah membuat saya mati kelaparan karena meninggalkan yang haram, karena Nabi mengatakan siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Dia akan ganti dengan yang lebih baik”.
Segera setelah itu Ia keluarkan makanan yang belum ditelan dan dibuang ke lantai. Ia tidak jadi memakannya. Lalu ia langsung kembali ke masjid. Disana masih ada kajian ilmu. Pemuda tersebut ikut didalamnya tapi sama sekali tidak bisa menangkap isi kajian karena kondisinya sangat lapar.
Setelah kajian usai dan peserta telah bubar meninggalkan tempat, gurunya tetap berada pada tempatnya. Sedangkan pemuda tersebut berada pada salah satu tiang masjid. Datanglah salah seorang wanita menuju gurunya. Terjadi perbincangan sejenak. Tak lama gurunya memanggil pemuda itu.
“Kemarilah muridku!”
Gurunya bertanya kepadanya, “Apa kau sudah menikah?”
“Belum”, kata muridnya.
“Apa kau ingin menikah?” Tanya gurunya.
Pemuda itu tidak menjawab. Ditanya sampai tiga kali ia tidak menjawabnya.
Kemudian pemuda itu berkata, “Wahai guru, saya hidup dalam keadaan miskin dan makanpun tergantung dari apa yang anda makan. Kalau saya nikah maka dari mana saya memberi makan istri saya?”
Tapi gurunya seolah tak menghiraukan perkataan muridnya itu.
Lantas ia berkata, “Itu wanita telah habis masa Iddahnya. Dan telah ditinggalkan dari suami sebelumnya dengan harta yang cukup. Dia takut terjadi fitnah bila tidak segera menikah. Jadi saya harap kau menikah dengannya. Aku rasa kau cocok dengannya.”
Lantas gurunya meyakinkan keseriusan kepada muridnya itu. Pemuda itu memberi jawaban setuju. Tak terkecuali kepada wanita yang meminta dicarikan jodoh. Jawabannya sama. Sama-sama serius dan setuju. Akhirnya digelarlah persiapan untuk akad nikah. Dipanggil dua wali perempuan dan beberapa saksi dari warga sekitar. Akad pun berjalan dengan lancar tanpa hambatan. Dalam hitungan menit wanita itu telah jadi istrinya.
Usai akad nikah, sang guru memperbolehkan muridnya itu pulang ke rumah. Karena saat itu ia telah memiliki rumah dari istri barunya. Pasangan suami istri yang baru menikah inipun menuju rumah kedua yang bersebelahan dengan masjid. Si suami itu tidak menyangka, bahwa rumah itu adalah tempat dia hendak mencuri terong di dapur. Tapi ia tetap berusaha menyembunyikan kekagetannya.
Tak lama si istri menawari suaminya makan. Sebab tadi ia dengar dari guru bahwa suaminya sudah tiga hari tidak makan. Dengan segera istrinya menuju dapur. Alangkah kagetnya saat ia melihat panci yang menutupi terong telah terbuka. Padahal sebelumnya tertutup. Makananya pun menyisakan bekas gigitan.
“Siapa yang makan terong saya?” teriak spontan sang istri dari arah dapur.
Sang suami yang sebelumnya was-was, akhirnya mau tidak mau membongkar kejadian sebelumnya. Lantas ia menceritakan kronologisnya dengan detail, kenapa dia bisa memakan terong tersebut.
Istrinya yang sholehah itu menjawab: “Engkau meninggalkan segumpal makanan haram, Allah jadikan makanan itu, pancinya, pemilik rumahnya jadi milikmu sekarang.”
***
Dari kisah di atas, pemuda tersebut mendapat ganti dari Allah dengan lebih baik lantaran meninggalkan sekelumit keburukan. Ganti yang diberikan, bahkan tidak sebanding dari apa yang hendak dilakukannya saat itu. Itulah buah dari merasa di awasi oleh Allah. Kemanapun berada, tidak akan tenang bila melakukan maksiat. Sebab tidak ada tempat manapun kecuali ada CCTV yang selalu mengintai dan siap mencatat amalan yang dilakukan manusia.
Sifat merasa diawasi ini merupakan buah dari muroqobatullah, dekatnya seseorang kepada rabbnya. Semakin dekat dan mengenal-Nya, maka rasa takut itu semakin besar. Maka pantaslah para ulama itu adalah manusia yang sangat takut kepada Allah. Karena mereka mengenal dengan baik siapa rabb mereka.
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambanya adalah mereka para ulama,” (QS Surat Fathir: 28).
Mari kita mengenal lebih baik lagi rabb kita dengan tidak pernah bosan menuntut ilmu agama. Agar rasa takut kita kepada-Nya semakin besar. Karena dalamnya seorang hamba mengenal rabbnya berbanding lurus dengan besarnya rasa takut seseorang kepada Tuhan-Nya. []
Kisahnya sebagaimana yang dituturkan oleh Ust. DR. Khalid Bassalamah MA. melalui ceramahnya di You tube