KISAH ini dituliskan oleh Ilhan Bardakci, sejarawan Turki, dengan Said Terzioglu -seorang jurnalis- tentang pertemuan mereka dengan seorang tentara Ottoman yang setia pada tugasnya -menjaga Masjid Al-Aqsa selama 57 tahun lamanya.
Seperti diketahui, Militer Ottoman mundur dari Yerusalem pada (9/12/1917) ketika Inggris menginvasi wilayah tersebut. Dan berikut kisahnya sebagaimana kami kutip dari Ottoman Imperial Archives.
Masjid Al-Aqsa, Jum’at (21/5/1972)
PRIA itu tingginya hampir mencapai dua meter. Pakaian usangnya menegaskan bahwa ia telah dimakan usia -menua- namun tubuhnya tetap kokoh. Ia berdiri dengan tegaknya di sekitaran Masjid Al-Aqsa.
Sekilas, aku menatap wajahnya. Sempat muncul rasa takut darinya. Dari wajahnya itu, banyak bekas luka tergores. Darinya, nampak gambaran seseorang yang seumur hidupnya telah berjuang dengan begitu keras.
“Siapa orang ini?” tanyaku pada pemandu.
Pemandu itu hanya mengangkat bahunya seraya menjawab, “Saya tak tahu … mungkin dia orang gila. Dia selalu berdiri di sana, tapi dia tidak pernah meminta apapun dari siapapun.”
Entah mengapa, aku kemudian malah mendekatinya. Menyapa pria itu dengan menggunakan bahasa Turki, “Selamu Aleykum baba (ayah).”
Disapa demikian, mata pria itu berbinar-binar. Terbuka dengan terangnya. Ia lalu menjawab salamku dengan bahasa Turki juga, “Aleykum Selam oğul (anak laki-laki)!”
Aku terkejut. Spontan kuraih dan cium tangannya … “Siapa kamu, ayah?” tanyaku.
Lalu dia menjelaskan …
“Aku Kopral Hasan dari angkatan ke-20, Batalyon ke-36, Tim Artileri Squadron ke-8 yang ditugaskan di masjid Al-Aqsa tepat di hari kami kehilangan Al-Quds …”
Tentara Ottoman ditempatkan di Masjid Al Aqsa
Hari itu, Ahad (9/12/1917), warga Palestina harus di evakuasi dari negerinya. Sejak itu, terhitung 401 tahun, 3 bulan, dan 6 hari Ottoman meninggalkan pemerintahannya di Al-Quds.
Negara (Palestina di bawah Ottoman-red) ketika itu hampir porak poranda. Saat itu, Pasukan Ottoman yang melindungi Masjid Al-Aqsa dari penjarahan Inggris tinggal tersisa satu suakdron saja. Pada akhirnya tentara Inggris berhasil merebut Yerusalem.
Ya Tuhan … aku melihat sekali lagi kondisi pria itu. Ku raih tangannya sekali lagi, dan dia mulai berkata-kata:
“Bolehkah aku meminta bantuan darimu, anakku? Aku memiliki rahasia yang telah lama kusembunyikan selama bertahun-tahun, maukah engkau menyampaikan rahasia ini untukku?” pinta pria tua itu.
“Tentu saja, apa itu?” kataku.
“Ketika engkau kembali ke negaramu (Turki-red), jika engkau sampai di Tokat Sanjak, pergilah dan temukan komandanku yang mengirimku ke sini. Kapten Musa. Cium tangannya untukku dan katakan padanya … Kopral Hasan dari Provinsi Igor, tim senapan mesin ke-11, masih ada di pos yang Anda perintahkan untuk menjaganya. ”
(Tokat Sanjak adalah sebuah distrik di Turki, sekarang wilayah itu bernama Pontus – red)
Mendengar pengakuan itu, detak jantungku hampir-hampir saja berhenti!
Bertahun-tahun kemudian
Mengetahui hal tersebut dari televisi pemerintah Turki, Kepala Angkatan Darat Turki kemudian memutuskan memanggil Ilhan Bardakci -sejarawan yang mengisahkan pertemuan mengharukan tersebut.
Mereka meminta tolong Ilhan untuk membantu menemukan tentara yang sangat terpuji itu (Kopral Hasan -red).
Bardakci kemudian menulis,
“Kopral Hasan adalah salah satu dari kita … perjuangannya telah dilupakan. Itulah yang terjadi. Kami bahkan tidak mencarinya, apalagi menemukannya. Dia tidak bisa ditemukan.
Dia seperti pohon cemara indah yang menjulang ke langit. Sementara kita, bahkan jika kita mengangkat kepala kita, laiknya rumput kecil yang hanya sampai di akar cemara itu.
Kita hanya tahu bagaimana cara melupakannya. Sama seperti yang lain, kita sudah lupa, begitu juga dengan intan yang tetap teguh berdiri di posnya … Kopral Hasan.” []