PERJANJIAN Hudaibiyah telah disepakati oleh kaum Quraisy dengan Rasulullah. Meskipun tidak melakukan umrah, Rasulullah ﷺ dan kaum Muslimin akhirnya menyembelih unta dan mencukur rambut untuk kemudian Kembali ke Madinah.
Kekecewaan Kaum Muslimin terhadap Perjanjian Hudaibiyah
Dalam perkembangannya, ada dua alasan yang mengaburkan kecerdasan berpikir kaum Muslimin sehingga karenanya mereka tampak kecewa dan sedih terhadap perjanjian yang sudah disepakati.
Pertama, sebelumnya beliau sudah menyatakan untuk mendatangi Masjidil Haram dan tawaf di sana. Lalu, mengapa beliau kembali lagi tanpa melakukan tawaf?
BACA JUGA: Isi Perjanjian Hudaibiyah
Kedua, beliau adalah utusan Allah dan jelas berada di atas kebenaran. Allah telah menjanjikan kemenangan bagi agama-Nya. Tetapi, mengapa beliau secepat itu merendahkan diri -menurut asumsi para sahabat dengan mengukuhkan perjanjian, tanpa melakukan tekanan terhadap Quraisy terlebih dahulu? Dua alasan inilah yang menimbulkan keresahan hati dan dugaan yang macam-macam dalam benak mereka.
Dua hal tersebut telah membuat perasaan kaum Muslimin terluka karena kegelisahan dan kepedihan lebih menguasai pikiran, dan mereka tidak memikirkan lebih jauh dampak dari isi perjanjian itu. Boleh jadi orang yang paling murung di antara mereka adalah Umar bin Al-Khaththab.
Dialog Umar dengan Rasulullah ﷺ
Umar bin Al-Khaththab kemudian menemui Nabi ﷺ dan bertanya, “Wahai Rasulullah, bukankah kita berada di atas kebenaran dan mereka di atas kebatilan?”
“Begitulah,” jawab beliau.
“Bukankah korban yang mati di antara kita berada di surga dan korban yang mati di antara mereka berada di neraka?” tanya Umar.
“Begitulah,” jawab beliau.
“Lalu mengapa kita merendahkan agama kita dan pulang, padahal Allah belum lagi membuat keputusan antara kita dan mereka?” tanya Umar.
Beliau menjawab, “Wahai Ibnul Khaththab, aku adalah utusan Allah dan aku tidak akan mendurhakai-Nya. Dia adalah penolongku dan sekali-kali tidak akan menelantarkan diriku.”
“Bukankah engkau telah memberitahukan kepada kami bahwa kita akan mendatangi Ka’bah dan tawaf di sana?”
“Begitulah. Tetapi, apakah aku menjanjikan bahwa kita untuk ke sana tahun ini?”
“Tidak,” jawab Umar.
“Kalau begitu engkau akan pergi ke Ka’bah dan tawaf di sana (tahun depan),” sabda beliau.
Umar belum puas dengan jawaban beliau. la kemudian menemui Abu Bakar dan bertanya seperti pertanyaan-pertanyaan yang dia ajukan kepada Rasulullah ﷺ.
Ternyata, Abu Bakar juga memberikan jawaban yang sama persis dengan jawaban beliau. Lalu, Abu Bakar menambahi, “Patuhlah kepada perintah dan larangan beliau sampai engkau meninggal dunia. Demi Allah, beliau berada di atas kebenaran.”
BACA JUGA: Kisah Abu Jandal saat Terjadi Perjanjian Hudaibiyah
Kemudian, Surah Al-Fath diturunkan.
Rasulullah ﷺ memanggil Umar, lalu beliau membacakan ayat-ayat tersebut kepadanya. Umar bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah itu benar-benar sebuah kemenangan?”
Beliau menjawab, “Benar”. Setelah itu hati Umar pun tenang dan kembali.
Kemudian, dia baru menyadari tindakannya itu sehingga dia amat menyesal karenanya. Umar berkata, “Setelah itu aku terus-menerus melakukan berbagai amal, bersedekah, berpuasa, shalat, dan berusaha membebaskan dari apa yang telah kulakukan saat itu. Aku selalu dibayangi oleh apa yang telah kulakukan saat itu. Aku selalu berharap, semoga semua itu merupakan kebaikan.”
Solusi atas Krisis Orang-orang Muslim yang Lemah
Setelah Rasulullah ﷺ kembali ke Madinah dan hidup tenteram di sana, tiba-tiba muncul seseorang dari kaum Muslimin yang masih mendapat siksaan di Mekkah. Dia adalah Abu Bashir, seorang laki-laki dari Tsaqif, sekutu Quraisy.
Orang-orang Quraisy mengutus dua orang untuk mencarinya di Madinah dan mengingatkan Nabi ﷺ tentang isi perjanjian. Sesuai dengan perjanjian itu, beliau pun menyerahkan Abu Bashir kepada dua utusan tersebut. Akhirnya, Abu Bashir pergi menuju Mekkah bersama dua utusan itu.
Saat tiba di Dzul Hulaifah, mereka istirahat sambil makan buah kurma Abu Bashir berkata, “Demi Allah, aku ingin sekali melihat pedangmu yang bagus itu, wahai Fulan.” Setelah menghunus pedang yang dimaksudkan utusan Quraisy itu menyerahkannya kepada Abu Bashir, sambil berkata, “Boleh. Demi Allah, memang ini adalah pedang yang bagus. la sudah cukup kenyang malang melintang bersamaku.”
Abu Bashir berkata lagi, “Tolong perlihatkan kepadaku, aku ingin melihat dan memeriksanya.” Setelah pedang berada di tangan Abu Bashir, dia menusukkannya ke utusan Quraisy itu hingga meninggal dunia. Seorang utusan lagi bisa melarikan diri hingga tiba di Madinah. Dengan berlari-lari, dia memasuki masjid.
Saat melihat kehadirannya, Nabi ﷺ bersabda, “Sepertinya orang itu sedang ketakutan.” Setelah berhadapan langsung dengan beliau, utusan Quraisy itu berkata, “Temanku telah dibunuh, dan aku pun hampir dibunuhnya pula.”
Tak lama kemudian, Abu Bashir muncul dan berkata, “Wahai Nabi Allah, demi Allah, Allah telah memenuhi jaminanmu. Engkau telah mengembalikan diriku kepada mereka, kemudian Allah menyelamatkanku dari kejahatan mereka.”
BACA JUGA: Kemenangan yang Nyata Pasca Perjanjian Hudaibiyah
Beliau bersabda, “Celaka, dia bisa menyalakan api peperangan bila memiliki teman satu saja.”
Mendengar sabda beliau ini, Abu Bashir sadar bahwa dia akan diserahkan lagi ke pihak Quraisy. Maka dia segera beranjak pergi hingga tiba di pinggir pantai. Apa yang dilakukan Abu Bashir ini terdengar hingga ke Mekkah dan di dengar pula orang-orang Muslim di sana.
Karena itu, Abu Jandal pun meloloskan diri dari Mekkah dan bergabung bersama Abu Bashir. Langkah Abu Jandal ini diikuti teman-temannya yang lain yang sudah masuk Islam dan selama ini menetap di Mekkah. Dengan demikian, cukup banyak orang yang bergabung dengan Abu Bashir.
Karena markas Abu Bashir dan teman-temannya itu merupakan jalur yang dilewati kafilah dagang Quraisy menuju ke Syam, maka setiap ada kafilah dagang Quraisy yang lewat tidak akan lepas dari hadangan mereka dan harta bendanya dirampas.
Akhirnya, Quraisy mengirim utusan kepada Nabi ﷺ untuk menyampaikan pesan bahwa siapa pun orang Muslim yang menemui beliau dianggap aman. Beliau mengirim balasan, dan setelah itu Abu Bashir dan kaum Muslimin yang bergabung bersamanya pergi ke Madinah.
Beberapa Tokoh Quraisy Masuk Islam
Pada awal tahun 7 H, tepatnya setelah dikukuhkan gencatan senjata, beberapa tokoh Quraisy masuk Islam. Di antaranya adalah Amru bin Al-Ash, Khalid bin Al-Walid, dan Utsman bin Thalhah. Setelah mereka tiba di hadapan Nabi, beliau bersabda, “Mekkah telah menyerahkan jantung hatinya kepada kita.”[]
SUMBER: PUSAT STUDI QURAN