DHAKA – Kisah pilu para pengungsi rohingya di kamp pengungsian, Dua pekan lalu, mereka masih ceria bersama keluarga. Namun, hari ini mereka menjadi warga terpinggirkan, tak punya kehidupan yang layak, dan mungkin tak punya masa depan.
“Tak ada toilet di sini,” ujar Bodhi Alam, seorang pengungsi berusia 40 tahun
“Kita harus ke hutan untuk ke toilet,” ujar Noor Shafah, istri Alam. Pasangan ini memiliki enam anak, dan dua di antaranya tak bisa berjalan. Sambil memandang kedua anaknya yang lumpuh, Noor Shafah mengatakan, anak-anaknya sengaja mengosongkan perut mereka, dan makan sangat sedikit agar tak perlu sering-sering ke toilet.
Pengungsi yang menetap di wilayah Kutupalong, meningkat pesat jumlahnya dalam dua pekan terakhir. Kamp penampungan ini, kini dihuni oleh 100 ribu orang, meningkat 50 persen dibanding bulan lalu.
Dengan meningkatnya jumlah pengungsi, kini kami semua menghadapi masalah kekurangan makanan, air minum, toilet, dan banyak lainnya lagi,” ujar Alam, seperti dikutip dari BBC, Minggu (24/09/2017) kemarin.
Koordinator Keadaan Darurat MSF, Robert Onus mengatakan, langkanya fasilitas dan imunisasi adalah kondisi yang ‘berpotensi tinggi,’ untuk terjadinya penularan penyakit.
“Situasi di kamp pengungsian sangat rapuh dan menyedihkan. Terutama, soal penyediaan tempat singgah, makanan dan minuman, dan sanitasi,” ujarnya.
Melihat kondisi pengungsian yang makin buruk, pihak MSF memutuskan untuk menyediakan area isolasi di fasilitas medis Kutupalong. Dokter berupaya mencegah terjadinya endemi kolera dan campak.[]