Karena berhaji urusan pribadi, Presiden Soeharto menolak untuk dibiayai negara. Beliau juga tak mau Departemen Agama repot-repot mengurusi kepergiannya waktu itu.
Yang mengagumkan, seluruh Paspampres yang ikut dan rombongan pendukung pun dibiayai oleh sendiri oleh Pak Harto, panggilan akrabnya.
BACA JUGA: Ketika Kyai Umar Kedatangan Pak Harto
Soeharto menyatakan bahwa naik hajinya beliau saat itu bukan dalam kapasitas sebagai kepala negara. Pun begitu, kehadiran Presiden Soeharto tetap mendapat sambutan meriah para jamaah haji yang datang dari seluruh dunia.
Mensesneg Moerdiono mengatakan bahwa perjalanan ibadah haji Pak Harto dan keluarga tidak didampingi oleh seorang pun menteri.
“Bila ada menteri satu kloter dengan presiden, apakah satu kebetulan? Saya tidak bilang begitu,” katanya dalam buku “Perjalanan Ibadah haji Pak Harto” yang disusun oleh Tim Penyusunan dan Penerbitan Buku Perjalanan Ibadah Haji Pak Harto.
Pak Moerdiono menyebut, Pak Harto berangkat haji bersama Ibu Tien, seluruh anak dan menantu, Wismoyo Arismunandar dan nyonya, dua dokter pribadi, dua pengawal pribadi, empat pengawal khusus dan seorang fotografer pribadi.
Pak Harto dan keluarganya tiba di Tanah Suci pada 17 Juni 1991.
BACA JUGA: Kisah Pak Harto, Presiden RI ke-2 , Lulus SD Diminta Cari Kerja oleh Ayahnya karena Kekurangan
Saat itu, Pak Harto langsung disambut oleh Pangeran Majid bin Abdul Azis yang menjabat sebagai Gubernur Makkah.
Ada cerita menarik saat Pak Harto tiba sedang dalam ritual melempar jamrah.
“Sewaktu Pak Harto melempar jamrah, banyak kaum muslimin melambaikan tangan dan mengelu-elukan Pak Harto dengan berteriak Assalamu’alaikum Rois Indonisi, Assalamu’alaikum Rois Indonisi,” kata Sutrimo (hal 287), wartawan TVRI yang meliput. Kata “Rois Indonisi” artinya “Presiden Indonesia”. []