Oleh: Astuti Nurul Aini
Mahasiswi Universitas Negeri Islam Sunan Kalijaga, astuti.srg26@gmial.com
TEMPAT kediaman suku Bani Tamim terletak di sebelah selatan dari kedudukan Bani ‘Amir. Tepatnya di belakang kota Madinah dari arah Timur, memanjang sampai Telauk Persia. Di sebelah timur laut menghubungkan dengan sumber air sungai al-Furat. Di kalangan suku-suku bangsa salah satunya yang mendiami jarizah arab adalah Bani Tamim. Bani Tamim ini merupakan suku yang terhormat di masa jahiliyyah maupun di masa rasulullah, mereka terkenal dengan keberanian dan kedermawannya.
Karena daerah mereka berdekatan dengan sumber air sungai al-Furat dan Teluk Persia, sehingga anak-anak mereka dipindahkan ke daerah antara jazirah Arab dan daratan Irak. Tidak heran bahwa disana menganut agama nasrani dan mereka terpengaruh oleh agama tersebut. Ketika islam mulai tersebar di wilayah mereka, kebebasan mereka tetap dipertahankan. Kewajiban membayar zakat ditolak oleh mereka. Setelah wafatnya Rasulullah, Bani Tamim terpecah dalam beberapa golongan, sebagian ada yang murtad dan sebagian tidak menyerahkan zakat. Sebagian ada yang menyerahkan zakat kepada Abu Bakar.
Dalam kondisi seperti itu datanglah Sajjah binti Haris dari barat laut Mesopotamia di Irak bersama kelompok bala tentaranya. Sajah binti Haris adalah seorang wanita yang mengaku bahwa dirinya adalah seorang nabi bahkan dia mengetahui bagaimana cara memimpin seperti laki-laki. Sajjah membawa pasukan bala tentaranya bertujuan untuk menyerang Abu Bakar di Madinah. Sajjah menyerang Madinah bukan karena kepentingan pribadi, tetapi bertujuan untuk membuat kekacauan di wilayah Islam dan ingin merebut wilayah yang telah dikuasai oleh bangsa Islam. Dan pemberontakan tersebut gagal, melainkan Sajjah kembali ke Irak dan menjalani kehidupannya seperti semula. Tidak heran dalam kesempatan tersebut dipergunakan oleh Persia. Menurut Persia, mereka pantas diperalat untuk menghindari Persia turun ke gelanggang perang. Sajjah terpengaruh oleh hasutan Persia, lalu ia datang beserta psukannya ke penduduk Bani Tamim.
Ketika pasukan Sajjah melintasi penduduk Bani Tamim, sebagian dari mereka menerima ajakan Sajjah salah satunya yaitu Malik ibn Nuwairah dan Atharid ibn Hajib. Sebagian dari mereka tidak menerima ajakan Sajjah. Ketika itu Sajjah langsung mengakui kenabiannya terhadap Bani Tamim. Jika Sajjah kalah dalam pemberontakannya , mereka akan dihabisi riwayatnya, jika Sajjah menang mereka akan mendapatkan kenikmatannya.
Salah satu orang pasukannya mengatakan kepada Sajjah untuk menemui Malik ibn Nuwairah. Sajjah pun datang dan menemui langsung Malik ibn Nuwairah pemimpin Bani Yarbu’. Tetapi Malik meminta Sajjah untuk membunuh semua Bani Tamim yang tidak tunduk dan menentang Sajjah, tawaran Sajjah itu pun diterima oleh Malik ibn Nuwairah. Bahkan Malik menyatakan bahwa semua milik kami adalah milik kalian juga. Dan Sajjah langsung mempercayainya padahal Malik adalah seorang pebesar penduduk Bani Tamim.
Lalu mereka mengadakaan perundingan dan membicarakan tentang siapa yang akan diserang terlebih dahulu. “Mereka mempersiapkan kendaraan, bersiap dalam merampok, lalu melakukan penyerangan, dan tidak ada yang menghalangi” kalian ujar Sajjah. Dan pengikut Sajjah berjanji akan mengikuti ajakannya dan tunduk kepadanya. Dan Atharid juga melantunkan syair “bahwa sekarang nabi kita adalah perempuan memaki anting-anting padahal zaman dahulu nabi adalah seorang laki-laki”. Kemudian sajah menjawab bahwa mereka akan menyerang Yamamah dan bertujuan untuk merebut wilayah yang telah dikuasai Musailamah, orang-orang Yamamah yang telah tunduk kepadanya. Lalu pengikutnya membantah ”bahwa Musailamah adalah orang yang berbahaya dan memiliki pasukan yang kuat dan besar.”(Kastir,2004:104)
Kemudian Sajjah menjawab seakan-akan dia mendapatkan sebuah wahyu; kita harus pergi ke Yamamah. Terbanglah seperti burung merpati. Meskipun di sana perjuangan akan berlangsung dengan keras, namun kalian tidak ditimpa oleh kesedihan. Setelah mendengar apa yang dikatakan Sajjah, mereka menganggap uacapan tersebut memang diwahyukan untuk Sajjah. Akhirnya Sajjah dan bala tentaranya berangkat akan memerangi musailamah.
Ketika mendengar bahwa pasukan Sajjah akan menyerang Musailamah, Musailamah ketakutan akan wilayahnya. Ketika itu Musailamah dalam dua jepitan yaitu akan diserangnya oleh pasukan muslimin yang dipimpin oleh Tsummah ibn Atsal dan dibantu oleh Ikrimah ibn Abi Jahal dan bala tentara Islam. Ditambah lagi dengan penyerangan bala tentara Sajjah yang ingin merebut wilayah Yamamah dari Musailamah. Lalu Musailamah mengutus salah satu pasukannya untuk menemui Sajjah agar tidak melakukan penyerangan. Lalu, Musailamah telah menjajikan setengah wilayahnya, Sajjah pun menyepakatinya.
Musailamah mengirimkan surat kepada Sajjah untuk menemuinya di sebuah kemah, kemudian bertemulah dan berkumpullah kedua nabi palsu tersebut. Dalam pertemuan itu, Musailamah mengungkapkan bahwa menurut pandangannya, separuh bumi adalah menjadi miliknya sedang sisanya adalah milik Quraisy. Tetapi menurutnya pula, Quraisy merupakan suatu kaum yang tidak adil. Oleh karena itu dia memberikan setengah wilayahnya kepada Sajjah sebagai hadiah. Dalam pertemuan tersebut mereka berbalas- balas sajak dan sampai akhirnya membicarakan yang lainnya.
Sajjah mulai tertarik dengan perkataan Musailamah seakan-akan dia mendapatkan wahyu dari Allah dan menurut Sajjah dialah nabi utusan Allah. Disitulah Musailamah mendapat kepercayaan dan kekaguman dari Sajjah. Musailamah pun juga mengatakan “ketika kulihat wajah –wajah mereka berseri, kulit-kulit mereka bersih, tangan mereka halus, kukatakan kepada mereka kalian tidak pernah menyentuh wanita, tidak pernah meminum arak, tetapi kalian wahai orang-orang yang baik, selalu berpuasa.”
Mahasuci Allah, ketika datang bagaimana kalian hidup, dan kepada kuasa langit bagaimana kalian naik. Seandainya kehidupan adalah sebuah biji sawi pastilah akan berdiri untuknya seorang saksi yang mengetahui apa yang ada dalam dada. Untuk kebanyakan manusia, dalam kehidupan ini ada kerusakan. Hati Sajjah menjadi lunak dan berbunga-bunga dan menuturkan bahwa Musailamah berada dalam kebenaran. Karena itulah ia bersedia kawin dengan Musailamah. Selama tiga hari Sajjah tinggal bersama Musailamah kemudian ia kembali pada kaumnya.(Husain,1995:131)
Pengikut Sajjah menanyakan kepada Sajjah tentang maskawin Musailamah terhadapnya. Lalu Sajjah mengatakan bahwa Musailamah tidak memberikan maskawin apapun terhadap pernikahannya. Pengikut Sajjah mengatakan bahwa tidak layak lelaki menikahi wanita tanpa memberi maskawin dan Sajjah pun pergi menemui Musailamah. Saat datang kepada Musailamah ia keluar dan mengetahui apa yang diinginkan Sajjah terhadapnya, Musailamah lalu mengumumkan kepada semua pengikutnya untuk membebaskan mereka dari kewajiban shalat shubuh dan shalat isya’ sebagai penghormatan pernikahannya. Separuh wilayah Musailamah diberikan kepada Sajjah atas perjanjiannya. Oleh Sajjah pemberian tersebut diterima dan dilaksanakan oleh pengikut-pengikutnya.(Haekal, 1994:148)
Kejadian tersebut tidak berlasung lama, tidak lama kemudian pasukan bala tentara muslimin menyerang wilayah Yamamah dan Musailamah terbunuh. Lalu Sajjah kembali ke kaumnya, dan Mu’awiyah berhasil mengusir Sajjah beserta pengikutnya di wilayah lingkungan Bani Tamim. Ibnu Hajar menyebut sajjah sebagai golongan yang ketiga yaitu golongan yang bukan termasuk para sahabat ulama. Ibnu Hajar menjelaskan bahwa Sajjah binti Haris yang mengaku nabi pada zaman Riddah dan diikuti oleh sekelompok pengikutnya dan dinikahi oleh Musailamah yang telah meninggal itu menghabiskan sisa umurnya sebagai muslimah yang telah bertaubat dan begitu pula dia masuk Islam. []
Daftar Pustaka
Sou’yb, Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, “Bulan Bintang”, Jakarta, 1979.
Al-Quraibi, prof dr. Ibrahim al-quraibi, Tarikh Khulafa’, “qisthi press”, jakarta, 2009.
Katsir, ibnu katsir, Al bidayah wan nihayah masa khulafaur rasyidin,” darul haq”, jakarta, 2004.
Ali, muhammad ali, The early caliphate(khulafaur rasyidin), “darul kutubil islamiyah”, jakarta pusat, 2007.
Haikal, dr. Husein muhammad haikal, Khalifah Rasulullah Abu bakar ash-shidiq, “pustaka mantiq”, solo, 1994.
Ibrahim, qasim a.ibrahim, Sejarah Islam jejak langkah peradaban islam dari masa nabi hingga masa kini, “zaman”, jakarta, 2014.
Susmihara, susmihara, Sejarah islam klasik, “ombak”, yogyakarta, 2013.
Yatim, badri yatim, Sejarah Peradaban Islam,” Raja grafindo persada”, jakarta, 2000.
Kastir, ibnu kastir, Ringkasan bidayah wan nihayah, “pustaka azzam”, jakarta 2009.
Husain, muhammad husain haekal, Abu bakar ash-shidiq yang lembut hati, “pustaka utera nusantara”, Jakarta, 1995.