TRAGIS. Demikian kiranya kata yang bisa mewakili nasib para perempuan Rohingya. Bagaimana tidak, etnis minoritas Muslim di Myanmar itu selalu menjadi objek persekusi rezim di sana. Diusir, dikasari, diperkosa hingga dibunuh, tanpa alasan. Memilukan.
Laporan penyelidikan PBB soal pelanggaran HAM di Myanmar mengungkapkan fakta-fakta memilukan, yakni adanya rudapaksa –pemerkosaan- yang dilakukan militer Myanmar kepada perempuan-perempuan Rohingya.
Dalam laporan sebanyak 444 halaman –yang kemudian disebut sebagai laporang terpanjang dalam sejarah PBB- hasil penyelidikan pelanggaran HAM di Myanmar telah diserahkan kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa, Selasa (18/9/2018) lalu.
BACA JUGA: Mimpi Keadilan untuk Muslim Rohingya
Para penyelidik PBB mengungkapkan, kasus-kasus perkosaan yang dilakukan oleh militer Myanmar, dikenal dengan sebutan Tatmadaw, terjadi sejak 2011 dan meningkat pada 2016 dan 2017. Rudapaksa missal itu terjadi ketika militer menggelar operasi besar-besaran terhadap Rohingya di negara bagian Rakhine pada Agustus 2017, setelah dituduh melakukan serangan kepada pos-pos militer.
“Perkosaan dan bentuk-bentuk lain kekerasan seksual dilakukan dalam skala yang masif. Ratusan perempuan dan remaja diperkosa, kadang secara beramai-ramai. Pekosaan beramai-ramai, melibatkan pelaku dan korban dalam jumlah banyak dalam satu insiden, jelas menjadi pola,” tulis laporan PBB.
80 persen perkosaan yang ditemukan oleh tim penyelidik PBB termasuk dengan perkosaan beramai-ramai. Delapan puluh dua persen dari kasus-kasus perkosaan beramai-ramai tersebut, pelakunya adalah tentara Myanmar.
“Ini terjadi setidaknya di 10 desa antara 25 Agustus hingga pertengahan September 2017.” Perempuan dan gadis Rohingya diperkosa, kadang dengan pelaku hingga 10 tentara.
Tim penyelidik PBB mengatakan, pemerkosaan terhadap perempuan-perempuan Rohingya bahkan dilakukan secara brutal. Dilakukan dengan penyiksaan, baik fisik maupun mental.
“Sungguh tak bisa dipahami tingkat kebrutalan operasi yang dilakukan Tatmadaw, mereka tak menghormati sama sekali nyawa warga sipil,” kata Marzuki Darusman, mantan jaksa agung Indonesia yang ditunjuk menjadi ketua tim penyelidik PBB.
BACA JUGA: Ungkap Pembunuhan Muslim Rohingya, 2 Jurnalis Divonis 7 Tahun
Marzuki memaparkan, skala kekejaman dan kekerasan seksual sistematis tidak diragukan lagi memang sengaja dilakukan sebagai taktik perang.
Tim yang ia pimpin menyimpulkan tindakan militer Myanmar sudah bisa digolongkan sebagai genosida.
Selain perkosaan atau perkosaan beramai-ramai tim PBB juga menemukan bentuk-bentuk kekejaman lain yang dilakukan tentara Myanmar, antara lain memaksa anak-anak Rohingya masuk kembali ke rumah yang dibakar.
Militer Myanmar juga dikatakan sengaja menanam ranjau darat ke jalur-jalur yang dipakai orang-orang Rohingya untuk menyelamatkan diri ketika tentara melakukan operasi.
Kejam. []
SUMBER: BBC