ADA banyak sahabat Nabi. Masing-masing memiliki karakter keteladanan sehingga perikehidupan mereka menjadi pelajaran berharga bagi muslim.
Salah satunya sahabat Nabi tersebut adalah Abu Ayyub Al Ansari. Satu kehormatan istimewa dianugerahkan kepada Abu Ayyub Al Ansari. Kisahnya dikenang sejarah dalam perjalanan hijrah Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah.
Ketika Nabi memasuki Madinah, untanya ditarik, didorong oleh kaum Ansar karena semua orang menginginkan kehormatan untuk menjamu Nabi agar tinggal di rumah mereka. Namun, Nabi bersabda:
“Tinggalkan untaku karena itu dipuji oleh Allah.”
BACA JUGA: Adab Rasulullah saat Menumpang di Rumah Abu Ayyub
Kaum muslim dari kalangan Anshar pun harap-harap cemas mengamati di mana unta sang Nabi akan berhenti. Siapa sangka, rumah yang diberkati dan terpilih untuk Nabi singgahi adalah rumah Abu Ayyub al Ansari. Di sana lah unta Nabi berhenti.
Ketika itu terjadi, betapa gembiranya Abu Ayyub al Ansari.
Nabi SAW memasuki rumah itu, dan tentu saja, Abu Ayub ingin menghormati Nabi sehingga dia berkata kepadanya, “Silakan Anda tinggal di lantai dua. Aku dan istriku akan tinggal di bawahmu (lantai satu).”
Tapi Nabi berkata, “Aku akan menerima banyak tamu, biarkan aku tinggal di lantai bawah dan kamu tetap di lantai atas.”
Lantas apa yang terjadi?
Malam menjelang dan Nabi pun hendak beristirahat. Abu Ayyub pergi ke lantai atas. Tapi setelah mereka menutup pintu, Abu Ayyub berpaling kepada istrinya.
Dia berkata, “Celakalah kita! Apa yang sedang kita lakukan? Rasulullah di bawah dan kita lebih tinggi darinya! Bagaimana bisa kita berjalan di atas utusan Allah? Apakah kita menghalangi Beliau dari Wahyu-Nya? Jika demikian, habislah kita.”
Pasangan ini menjadi sangat khawatir dan tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Kemudian mereka memiliki sebuah ide. Mereka pindah ke sisi bangunan yang tidak langsung berada di atas Nabi. Mereka berjalan di bagian pinggir ruangan dengan hati-hati dan menghindari bagian tengah ruangan.
Di pagi hari, Abu Ayyub berkata kepada Nabi, “Demi Tuhan, semalam kami tidak bisa tidur barang sekejap pun, baik aku maupun Umm Ayyub.”
“Mengapa tidak bisa tidur, Abu Ayyub?” tanya Nabi.
Abu Ayyub menjelaskan betapa khawatirnya saat mereka berada di lantai atas sedangkan Nabi berada di bawah dan mungkin keberadaan mereka akan mengganggu turunnya Wahyu.
“Jangan khawatir, Abu Ayyub,” kata Nabi. “Kami lebih memilih lantai bawah karena banyaknya orang yang datang untuk mengunjungi kami.”
Namun ada kejadian tak terduga lainnya. Pada malam hari, kendi air pecah di lantai dua pecah. Air bisa merembes ke langit-langit dan mungkin jatuh menimpa Nabi Muhammad SAW.
Abu Ayyub dan istrinya lalu mengambil selimutnya sendiri dan menaruhnya di air agar bisa menyerap semua air yang tumpah sehingga tidak ada satupun yang jatuh pada Nabi SAW di lantai bawah.
Setelah menceritakan kejadian itu, Nabi pun bersedia menempati lantai atas rumah abu Ayyub.
Lama tinggalnya Nabi di rumah Abu Ayyub kurang lebih tujuh bulan, sampai rumah Rasulullah dan Masjid Nabawi dibangun. Selama itu, betapa cermatnya Abu Ayyub Al Ansari memperlakukan tamunya yang mulia.
Suatu ketika, sepeninggal Nabi Muhammad SAW, di masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, Abu Ayyub Al Ansari berangkat ke Irak.
Perawi hadis terkemuka, Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa suatu ketika, Abu Ayyub mengalami kesulitan uang. Dia kemudian mendatangi Ibnu Abbas.
Perawi hadis itu teringat akan kisah Abu Ayyub yang menghormati Nabi pada saat hijrah ke Madinah. Ibnu Abbas lalu mengosongkan rumahnya untuk ditempati Abu Ayyub sembari berkata, Aku akan melakukan apa yang kau lakukan untuk Rasulullah SAW.
BACA JUGA: Kemuliaan yang Diperoleh Abu Ayyub
Ibnu Abbas bertanya, “Berapa utangmu?”
Abu Ayyub menjawab, “Dua puluh ribu.”
Ibnu Abbas berkata, “Aku akan memberimu uang 40 ribu dan 20 budak.”
Ibnu Abbas berkata lagi, “Semua yang ada di rumah ini untukmu.” (Imam Ibnu ‘Asakir, Tarikh Madinah Dimasyq, Beirut: Darul Fikr, 1995, juz 16, hlm 54-55).
Abu Ayyub hidup sejak masa Nabi hingga masa setelahnya. Abu Ayyub ikut serta dalam peperangan membebaskan banyak negeri. Selain membela Ali bin Abi Thalib pada Perang Shiffin, pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan pun Abu Ayyub tetap membela Islam. Dia ikut bertempur melawan kekaisaran Romawi.
Abu Ayyub menjadi salah satu pahlawan yang tewas saat perang membebaskan Konstantinopel. Saat sakaratul maut, jasadnya berada di atas kuda yang berjalan terus sampai tiba di suatu tempat. Di situlah jasad Abu Ayyub dikebumikan. Dia wafat pada 52 Hijriyah dalam usia 80 tahun.
Makamnya kini berada di Turki, tepatnya di samping Masjid Eyup Sultan. []
SUMBER: ABOUT ISLAM