IKHTILAF merupakan kekayaan syari’at Islam. Banyak pendapat dalam syari’at Islam merupakan mutiara-mutiara yang tidak ternilai harganya.
Karena ia akan menjadikan ilmu fiqih itu terus tumbuh dan berkembang, kerana setiap pendapat yang diputuskan berdasarkan kepada dalil-dalil dan qai’dah-qa’idah yang telah diambil istinbatnya, lalu diijtihadkan, ditimbang-timbang kekuatan dalilnya, ditarjihkan kemudian diterapkan pada masalah-masalah yang serupa dengannya (qiyas).
Bagaimanapun perbedaan adalah suatu kepastian, sunnatullah yang manusia tidak mungkin untuk mengubahnya.
BACA JUGA: Ikhtilaf Ulama Tentang Wajibnya Wudhu Setiap Kali Shalat
Allah SWT telah menetapkan adanya perbedaan itu dalam firmannya yang artinya “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui,” (QS : Ar-Rum : 22).
Perbedaan pendapat dari sudut pandang terjadi karena berbeda tingkat kecerdasan, dan perbedaan mendapatkan informasi sebab beda guru dan juga perbedaan banyaknya jumlah guru. Misal Imam Syafii punya 80 guru. Maliki 40 guru, Hambali 20 guru, Hanafi 6 orang, dan seterusnya.
Ikhtilaf hanya terjadi dalam perkara sunnah, tidak dalam perkara ushul (wajib).
Nah, dalam menghadapi ikhtilaf, setidaknya 3 sikap yang bisa kita terapkan.
1. Husnuzzhon (Berprasangka baik)
2. Tasammuh (bertoleransi). Selama itu ada pendapatnya, bertoleransilah.
3. Salamatus sudur (lapang dada)
Beberapa faktor penyebab terjadinya ikhtilaf:
1. Perbedaan tingkat intelejensi dalam menafsirkan dan menyimpulkan.
2. Perbedaan situasi kondisi (lingkungan keluarga dan pendidikan)
3. Perbedaan ketentraman hati.
4. Perbedaan menempatkan dalil. Mana duluan dan mana yang setelahnya. Jika ada masalah perbedaan, bukan salah hukumnya tapi oknumnya yang tidak siap menerima perbedaan, tidak siap jika org berbeda dengannya hingga mudah menuduh salah atau bid’ah.
BACA JUGA:Ikhtilaf Ulama tentang Halalnya Belalang
Aib itu bukan pada ikhtilaf tapi pada taqlid buta/terlalu mengultuskan (ta’assuf). Ikhtilaf seharusnya memberikan kenyamanan pada ummat untuk leluasa beribadah. []
Disarikan dari Tausiyah Ustadz Abdur Rahman