JAKARTA–Kebahagiaan ialah yang selalu dicari-cari oleh orang di dunia ini. Banyak yang berprasangka letak kebahagiaan itu ada pada banyak atau tidaknya harta. Ada yang memberikan seluruh hidupnya untuk mendapatkan hal tersebut lantaran itu yang mereka kira makna dari kebahagiaan.
Tidak sedikit yang justru berakhir di taman pemakaman umum setelah mendapatkan tujuan yang dinanti-nanti selama hidupnya, yakni harta. Tidak dapat dipungkiri bahwasanya tujuan yang nyata akan memotivasi seseorang untuk hidup bahagia.
BACA JUGA: Kebahagiaan Napi Nusakambangan Berhijrah dengan Hapus Tato Gratis
Wido Supraha, peneliti INSISTS, mengatakan jika kita punya tujuan, kita akan bahagia. Lantas tujuan yang seperti apa yang dapat membawa kita kebahgiaan haqiqi. Banyak yang tidak tahu ke arah mana tujuannya, atau bahkan tidak mengerti hakikat sebenarnya kebahagiaan.
“Dalam Islam kebahagiaan itu ialah bebas memilih di antara yang baik. Sehingga apabila kita disodorkan pilihan antara meminum air putih atau segelas wine, itu sesungguhnya bukan pilihan,” ujar Wido.
Wakil Sekretaris Komisi Ukhuwah MUI Pusat itu kemudian menjelaskan bahwasanya manusia hidup dalam pembagian tiga kuadran babak kehidupan dengan rentang umur hanya sampai 60 tahun, merujuk pada hadis Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam “usia umatku berkisar antara 60 hingga 70 tahun.”
Kuadaran pertama ialah fase umur 0 sampai 20 tahun. Pada fase ini, manusia dituntut untuk menuntu ilmu sebanyak-banyaknya, sehingga pada fase kehidupan selanjutnya, ia mampu menjadi seorang pemimpin. Seperti kisah para sahabat-sahabat Rasulullah saw. yang pada umur masih belasan tahun sudah minimal mencapai tingkatan seorang yang ‘alim.
Kuadran berikutnya, manusia berkisar umur antara 20 sampai 40 tahun, adalah puncaknya kekuatan manusia. Pada kuadran ini, visi-misi manusia terrealisasi. Manusia pada kuadran ini pula diminta untuk berkontribusi, mengamalkan ilmu yang ia sudah dapatkan.
Pada kuadran terakhir, rentang umur antara 40-60 tahun merupakan fase manusia kembali lemah diikuti dengan pertanda biologis memutihnya rambut. Suatu tanda bahwasanya suka tak suka alam dunia pun akan ditinggalkannya.
BACA JUGA: Taat, Itulah Sumber Kebahagiaan Seorang Muslim
Pertemuan ke-17 SPI angkatan ke-9 ini dihadiri oleh sejumlah 37 peserta. Di antaranya seorang mahasiswi jenjang S1 asal Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta bernama Syifa Wirianisa. Syifa tertarik dengan penyampaian materi di kuliah SPI kali ini.
“Pembawaan dari ustadnya, di mana beliau bukan hanya sekedar menyampaikan materi bedasarkan teori, tetapi beliau menjelaskan apa yang telah dikerjakan. Sehingga ada rasa menikmati dan menghayati ucapan yang dilontarkan oleh ustadznya,” ungkap Syifa. []