KOREA– Kantor Berita Yonhap, dilansir dari Korea Herald pada Rabu (21/6/2017), melaporkan Professor Chang Nam-soo dari Womans Ewha University dan Oh Beom-jo dari Boramae Medical Center melakukan penelitian yang melibatkan 3.397 mahasiswa.
“Kami menemukan korelasi antara konsumsi ramyeon yang sering dilakukan oleh mahasiswa yang sehat dan risiko kardiovaskular mereka,” ujar Oh Beom-jo.
Hasil penelitian tersebut, mahsiswa yang rutin makan ramyeon tiga kali atau lebih dalam seminggu ternyata 2,6 kali lebih rentan terhadap penyakit metabolik kardiovaskular dibandingkan mereka yang hanya makan mi instan sesekali atau sangat jarang setiap bulan.
Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit yang berkaitan dengan jantung dan pembuluh darah.
Namun, hasil survei itu menunjukkan mahasiswa yang makan ramyeon lebih dari tiga kali dalam sepekan hanya 11,7 persen. Angka ini berada di peringkat terakhir frekuensi makan mi instan di kalangan mahasiswa yang disurvei.
Di peringkat pertama, sekitar 30,9 persen mengaku makan ramyeon kurang dari dua kali per minggu. Posisi kedua, yaitu sebanyak 29,8 persen mengkonsumsi ramyeon dua kali atau tiga kali per bulan. Sedangkan 27,6 persen makan ramyeon kurang dari sekali selama sebulan.
Hasil penelitian juga memperlihatkan perempuan lebih berpotensi mengalami hipertrigliseridemia dibandingkan laki-laki. Sebab, tingkat lemak netral perempuan mencapai 6,0 dibandingkan dengan laki-laki 2,1.
Hipertrigliseridemia menunjukkan kelebihan kadar trigliserida atau kolesterol jahat dalam darah. Kondisi tinggi atau kelebihan trigliserida berpengaruh terhadap peningkatan risiko kardiovaskular.
“Kita perlu memberi pengetahuan konsumen tentang ramyeon dan penyakit sehingga mereka mengurangi konsumsi ramyeon,” ujar Oh Beom-jo.
Ini bukan kali pertama adanya penelitian yang menemukan hubungan mi ramyeon dengan kardiovaskular. Pada 2014, Hyun Joon Shin dari Baylor Heart and Vascular Hospital menemukan konsumsi produk mi instan dapat meningkatkan risiko terhadap sindrom kardiometabolik secara signifikan, terutama pada perempuan.
Dilansir dari Science Daily, Shin melakukan penelitian ini karena konsumsi mi instan relatif tinggi di Asia. Eksperimen ini terutama berfokus pada Korea Selatan, yang memiliki jumlah konsumen mi instan per kapita tertinggi di dunia.
Dalam beberapa tahun terakhir, orang Korea Selatan juga mengalami peningkatan pesat dalam masalah kesehatan, khususnya penyakit jantung. Semakin banyak juga orang dewasa yang kelebihan berat badan.
Perubahan tersebut dapat menyebabkan peningkatan angka kematian akibat penyakit kardiovaskular, serta peningkatan biaya perawatan kesehatan.[]