KASUS korupsi kini banyak kita temukan di mana-mana. Mulai dari lembaga kecil hingga lembaga pemerintahan, kita bisa menemukan begitu banyak kasus korupsi. Lalu, bagaimanakah Islam memandang korupsi itu sendiri? Benarkah korupsi termasuk dosa besar?
Korupsi bisa digolongkan ke dalam varian dari dosa besar, meski tidak ada dalil yang secara langsung menyebutkannya seperti syirik, zina, mencuri minum khamar dan lainnya. Mungkin karena di masa Rasulullah SAW jarang atau bahkan tidak ada kasus korupsi.
Namun secara hukum Islam, kasus korupsi bisa dimasukkan ke dalam jenis khiyanah (berkhianat). Karena pada hakikatnya, pelaku korupsi adalah orang yang diberi amanah oleh negara untuk menjalankan tugas dan disediakan dananya. Tapi alih-alih tugas dijalankan, justru dananya disikat duluan. Dan amanah tidak bisa dijalankan.
Sedikit berbeda dengan delik pencurian, di mana ada syarat bahwa pencuri itu bukan orang yang punya akses ke tempat uang. Dan uang atau harta itu disimpat di tempat yang aman, tetapi pencuri secara sengaja menjebolnya, baik dengan merusak pengaman atau mendobraknya. Definisi pencurian yang disepakati para ulama umumnya adalah:
“Mengambil hak orang lain secara tersembunyi (tidak diketahui) atau saat lengah di mana barang itu sudah dalam penjagaan/dilindungi oleh pemiliknya.”
Secara hukum hudud, pencuri yang sudah memenuhi syarat pencurian, wajib dipotong tangannya, sebagaimana firman Allah SWT:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka barangsiapa bertaubat sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (Qs. Al-Maidah: 38).
Sedangkan korupsi, karena dilakukan oleh ‘orang dalam’, maka delik hukumnya sedikit berbeda dengan pencurian. Namun bahwa dosanya besar, tentu saja tidak ada yang menentangnya.
Dan secara hukum Islam, meski tidak ada nash Quran dan hadits tentang bentuk hukuman pelaku tindak korupsi, namun masih ada hukum ta’zir. Sehingga asalkan sistem dan aparat hukumnya baik, pelaku korupsi tetap bisa menerima ‘hadiah’ hukuman setimpal. Bahkan bisa dihukum mati juga.
Satu-satunya harapan adalah menyiapkan generasi baru yang tebal imannya, takut pada Allah dan ngeri membayangkan neraka. Sejak awal generasi ini harus ditumbuhkan dengan tarbiyah Islamiyah yang lengkap, sehat, murni dan alami. Bukan tidak mungkin untuk tidak dilakukan, tetapi masih sedikit yang berpikir kesana. []
Sumber:Â rumahfiqih.