JAKARTA — Seorang siswi kelas empat di salah satu Madrasah Ibtidaiyah (MI-Setara SD) di wilayah Jakarta Utara yang menjadi korban kekerasan seksual guru olahrganya selama enam bulan.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ingin memastikan bahwa guru pelaku yang merupakan ASN di bawah Kanwil Kemenang DKI Jakarta sudah di non aktifkan sebagai guru ASN sambil menunggu proses hukum, jika di vonis bersalah dengan hukuman di atas 4 tahun maka Kemenag dapat memecat dengan tidak hormat. Pemecatan tidak hormat akan berimplikasi pada dicabutnya juga hak tunjangan pensiun.
BACA JUGA: KPAI Sesalkan Kekerasan Seksual Kembali Terjadi Oleh Guru di Jakarta Utara
KPAI pun mengimbau bahwa anak korban kekerasan, maupun anak saksi keduanya dapat mengalami masalah psikologis dan bahkan trauma, sehingga anak saksi maupun anak korban perlu mendapatkan layanan rehabilitasi psikologis.
“Anak saksi bisa mengalami perasaan bersalah karena tidak mampu menolong, perasaan malu dan khawatir juga menjadi anak korban, sehingga anak saksi bisa mengalami tekanan psikologis juga,” ujar Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Listyarti Senin (29/7/2019).
KPAI juga mengapresiasi orang tua dan pihak kepolisian yang cepat tanggap dalam kejadian ini. Tak hanya itu, KPAI juga berkoordinasi dengan P2TP2A dan Kanwil Kementerian Agama DKI Jakarta untuk memastikan korban mendapatkan rehabilitasi psikologis dan medis.
BACA JUGA: KPAI Kritisi Pemberhentian Guru di Simalungun
Dalam catatan KPAI sampai Juli 2019, kekerasan seksual di sekolah yang dilaporkan pihak kepolisan mencapai 15 kasus. Artinya, rata-rata per bulan ada 2 kasus yang menyebar diberbagai daerah di antaranya kabupaten Boyolali, Muara Enim, Lamongan, Majene, Bulukumba, Langkat, Limapuluhkota, Kota Surabaya, Malang, Serang, Batam, Pontianak, Majene, dan Jakarta Utara.
Dari 15 kasus tersebut, 10 kasus terjadi dijenjang SD, 4 kasus di jenajng SMP dan hanya 1 kasus di jenjang SMA. []
REPORTER: RHIO