JAKARTA–Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) prihatin kasus kekerasan terhadap pelajar kembali terjadi. Siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) berinisial AUD (14) dianiaya oleh 12 siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Kasus penganiayaan tersebut berlatar belakang urusan asmara.
BACA JUGA: Gara-gara Cowok, Siswi SMP Dikeroyok Siswi SMA hingga Muntah-muntah
“KPAI meminta pihak Kepolisian untuk mengusut tuntas dan mendorong penyelesaian kasus ini menggunakan ketentuan dalam UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana ANak (SPPA) untuk anak pelaku,” pinta Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, melalui keterangan tertulisnya Rabu (10/4/2019).
Retno, mengatakan langkah selanjutnya KPAI/KPPAD Pontianak akan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Pontianak untuk pemenuhan hak rehabiltasi kesehatan korban, termasuk pengawasan ke pihak RS yang merawat korban. KPAI/KPPAD juga akan berkoordinasi Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) dan P2TP2A Pontianak. Kordinasi dilakukan untuk memberikan layanan psikologis, baik kepada anak korban maupun anak pelaku.
“P2TP2A biasanya memiliki psikolog untuk melakukan assesment psikologis dan rehabilitasi psikologis agar para remaja tersebut tidak mengulangi perbuatannya,” tambahnya.
Dirinya menyatakan anak-anak ini harus dibantu memahami konsep diri yang positif dan memiliki tujuan hidupnya. Maka disini peran orangtua sangat penting untuk pola asuh positif di keluarga.
Selain itu, kata dia KPAI akan berkoordinasi dengan pihak Dinas pendidikan kota maupun provinsi. Sebab korban siswi SMP yang kewenangannya berada di kota/kabupaten dan para pelaku merupakan pelajar jenjang SMA yang kewenangannya berada di provinsi.
BACA JUGA: Buang Bayi, Siswi SMA Ini Divonis Penjara 9 Tahun 6 Bulan
Retno menambahkan, KPAI/KPPAD juga akan berkoordinasi dengan pihak Kepolisian yang menangani kasus ini. KPAI mengingatkan kembali kepada pihak kepolisian dan juga media untuk tidak memberitakan identitas anak pelaku maupun anak korban kekerasan. “Pemberitaaan anak haruslah melindungi identitas anak sebagaimana ketentuan dalam pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) UU No 11/2012 tentang SPPA,” tutup Retno. []