Jakarta–Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima laporan dari kabupaten Langkat terkait kasus kekerasan seksual yang menimpa 4 (empat) siswi SD Negeri di Langkat, Sumatera Utara, yang diduga kuat dilakukan oleh seorang guru honorer.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan mengatakan, para korban berusia di bawah 10 tahun. Kekerasan seksual dilakukan oleh pelaku terhadap sejumlah siswinya selama beberapa tahun, bahkan kata dia kerap dilakukan di dalam kelas saat siswa lain istirahat atau berolahraga di lapangan.
“Korban senantiasa diancam tidak naik kelas atau diturunkan rankingnya jika berani melaporkan perbuatan pelaku kepada pihak sekolah maupun orangtua,” katanya, Senin (22/10).
BACA JUGA: KPAI Temukan Dugaan Praktik Kekerasan Anak ala Militer di Batam
Ia menjelaskan, kasus kekerasan seksual oknum guru ini terungkap setelah salah satu korban menceritakan kepada orangtuanya mengenai perbuatan pelaku. “Orangtua korban pun langsung melaporkan perbuatan pelaku kepada kepala sekolah. Hasilnya, pihak sekolah mendukung orangtua korban untuk memproses hukum pelaku,” ungkapnya.
Retno menambahkan, informasi dari kepala sekolah, keluarga korban pernah melapor ke pihak kepolisian (Polsek) pada pertengahan September 2018, namun karena ada ketentuan tertulis dari Kapolres Langkat bahwa untuk semua kasus anak hanya dapat dilaporkan ke unit PPA Polres Langkat. Sehingga dengan demikian, lanjut Retno orangtua korban terpaksa harus ke Polres Langkat di Stabat yang waktu tempuhnya dari tempat kejadian lebih dari 3 jam, karena harus menyebrang dengan speedboat.
“Keesokan harinya saat orangtua korban, kepala dusun dan pihak sekolah akan lapor ke Polres Langkat, rombongan dicegat oleh kepala Desa dan dibujuk untuk mediasi. Kebetulan pelaku adalah adik ipar kepala desa,” pungkasnya.
BACA JUGA: Kasus Anak Pencandu Rokok, KPAI: Orang Tua Dapat Dipenjara
Dirinya menyampaikan, mediasi kemudian dilakukan dan dihasilkan kesepakatan beberapa pihak agar pelaku di hukum dengan diusir pergi dari kampung korban. “Akibatnya, pelaku sudah tidak lagi berada di desa tersebut dan kini tidak diketahui keberadaannya,” terangnya.
Padahal, Retno mengaku untuk kasus kekerasan seksual terhadap dengan pelaku orang dewasa dalam peraturan perundangan tidak bisa diselesaikan dengan mediasi. Hasil kesepakatan justru sangat menguntungkan pelaku. Perginya pelaku yang merupakan predator anak, malah berpotensi akan ada korban anak lagi. []
Reporter: Rhio