MUSIM panen zaitun menjadi berkah tersendiri bagi warga Gaza yang kini dilanda krisis ekonomi akibat Corona dan blokade Israel. Dengan dimulainya musim panen zaitun, sebagian keluarga di Jalur Gaza berbondong-bondong ke pabrik pemerasan zaitun yang tersebar di Jalur Gaza untuk mendapatkan ampas buah zaitun.
Segera setelah musim panen zaitun dimulai, proses pemerasan dan ekstraksi minyak zaitun dimulai, sehingga sebuah profesi musiman bagi banyak pengangguran dimulai, yakni profesi mencetak ampas zaitun menjadi sumber energi alternatif.
Dengan beberapa dirham, pemuda Palestina bernama Muhammad al-Najjar menjual sekantong ampas (gambut) zaitun yang diperolehnya dengan membelinya dari penggilingan (pabrik pemerasan zaitun) yang kemudian dia memulai proses pengerjaan dan mengemasnya ke dalam tas sebagai persiapan untuk dijual.
BACA JUGA:Â Gerombolan Yahudi Bakar 30 Pohon Zaitun di desa Tepi Barat saat Puncak Musim Panen
Selama bertahun-tahun, ampas zaitun menjadi beban lingkungan di dalam Jalur Gaza. Biasanya ampas ini dibuang dan dikubur di dalam tanah. Sehingga memakan area yang luas, yang menyebabkan berkurangnya lahan pertanian dan pencemaran air tanah.
Saat ini, ampas zaitun telah menjadi sumber mata pencaharian bagi banyak keluarga di Jalur Gaza, selain menjadi sumber pemanas dan memasak di tengah-tengah kondisi sulit yang dialami Jalur Gaza.
Ampas zaitun adalah residu dari buah zaitun setelah minyak diekstraksi darinya. Dengan memisahkan minyak setelah dilakukan pemerasan.
Menurut Najjar, metode penyimpanan gambut atau ampas zaitun ini berbeda-beda, antara diletakkan dalam pengepresan khusus yang kemudian dibentuk dalam bentuk silinder atau melalui bulatan-bulatan kecil.
Menurut Al-Najjar, usai dicetak ampas Zaitun dipanaskan langsung pada sinar matahari hingga mengering dan siap menjadi sumber energi alternatif.
Musim ampas zaitun dimulai antara bulan September dan November setiap tahun, setelah buah zaitun dipanen dan diperas. Waktu ini dianggap sebagai salah satu musim tahunan terpenting bagi penduduk Jalur Gaza, mengingat tersedianya banyak pohon yang bisa menutupi sebagian besar kebutuhan minyak, zaitun, dan gambut bagi warga Jalur Gaza
Gambut atau ampas zaitun memiliki karakteristik suhu panas yang tinggi. Ampas ini merupakan sumber energi alternatif yang tidak mahal dan murah harganya.
Menurut Najjar, harga satu karung gambut (50 kilogram) tidak lebih dari 5 shekel (1,5 dolar AS). Sedangkan harga tabung gas (12 kilogram) di Gaza seharga 60 shekel (18 dolar AS).
Masyarakat Gaza, terutama di daerah-daerah masyarakat dan mereka yang berpenghasilan terbatas, berusaha mencari alternatif yang lebih murah, mengingat pengeluaran yang semakin meningkat, sehingga mendorong mereka untuk mengandalkan gambut zaitun sebagai sumber energi.
Pemuda Gaza, Mahmoud Qudaih, yang telah bekerja di bidang ini selama enam tahun, mengatakan bahwa ampas zaitun memberikan peluang kerja baru dan mengurangi tingkat pengangguran yang tinggi di Gaza.
BACA JUGA:Â Sebagai Pesan Perjuangan, Puluhan Aktivis Palestina Tanam 1000 Bibit Zaitun
Qudaih mempersiapkan musim dengan menyiapkan tanah di samping rumahnya dan disiapkan untuk menyimpan ampas zaitun dalam jumlah besar.
Dengan menggunakan gerobak yang ditarik keledai, Qudaih mengangkut kantong-kantong ampas zaitun setelah dipanaskan di bawah sinar matahari dan dicetak menjadi silinder, untuk kemudian dia jual di pasar, gang, dan lorong.
Kudaih membeli satu gerobak ampas zaitun dari penggilingan anggur dengan harga sekitar 1000 shekel (250 dolar), yang biasa dia peroleh secara gratis bertahun-tahun yang lalu.
“Uang yang diperoleh dari keuntungan menjual ampas zaitun bisa memenuhi kebutuhan keluarga saya di tengah-tengah tingkat pengangguran yang tinggi dan tingkat kemiskinan hingga tingkat yang tinggi. Ini adalah satu-satunya sumber pendapatan saya untuk hidup,” ujar Kudaih. []
SUMBER: PALINFO