JAKARTA– Amnesty Internasional Indonesia menyerukan pemerintah Indonesia untuk ikut aktif dalam menyelesaikan krisis kemanusiaan di Myanmar.
Negara bagian Rakhine, Myanmar, makin memprihatinkan pada akhir Agustus 2017 setelah terjadi eskalasi kekejaman tentara Myanmar terhadap etnis Rohingya.
Akibatnya, menewaskan setidaknya kurang lebih 400 warga sipil, serta puluhan ribu penduduk yang mayoritas etnis Rohingya mengungsi ke perbatasan Bangladesh.
“Perlu pemerintah Indonesia mendorong pemerintah Myanmar untuk segera menghentikan segala bentuk serangan bersenjata kepada penduduk sipil di negara bagian Rakhine. Karena ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity),” ujar Usman Hamid, Direktur Amnesty Internasional Indonesia seperti dikutip dari Hidayatullah (03/09/2017) kemarin.
Usman pun menambahkan, saat ini situasi terkini di Myanmar bukan hanya krisis hak asasi manusia (HAM), tetapi juga krisis pembangunan dan keamanan.
Disebutkan, pelanggaran serius HAM telah dialami oleh penduduk di negara bagian Rakhine, karena tindak sewenang-wenang pemerintah Myanmar.
Pada tahun 2016 aparat bersenjata Myanmar dengan sengaja membunuh dengan cara serampangan di desa-desa, menangkap para pemuda, memperkosa para wanita, dan merusak tempat ibadah.
Aksi kebrutalan Myanmar itu dengan dalih “adanya ancaman” atas kedaulatan negara mereka serta “potensi bahaya” hilangnya kekuasaan Myanmar di Rakhine.
Amnesty Internasional juga berharap, setelah melihat gentingnya situasi kemanusiaan di Rakhine, selayaknya pemerintah Indonesia melakukan upaya diplomasi kepada pemerintah Myanmar.
Agar, lanjutnya, Myanmar menghentikan kejahatan HAM yang diarahkan kepada etnis Rohingya.
Pemerintah Indonesia pun seharusnya mendesak pemerintah Myanmar untuk mengizinkan Tim Pencari Fakta yang dibentuk Dewan HAM PBB pada Maret 2017, untuk mengungkap kebenaran, menuntut tanggung jawab para pelaku kejahatan HAM, dan menjamin keadilan bagi para korban.
Tanpa adanya pergerakan pemerintah Indonesia, maka dinilai akan hanya memperpanjang penderitaan yang dialami oleh etnis Rohingya.
Turut hadir pada konferensi pers itu Ketua Tim Pencari Fakta Dewan HAM PBB, Marzuki Darusman; Direktur Center for Strategic and International Studies (CSIS), Philp Vermonte; dan sebagainya.*