PERMASALAHAN yang menyangkut dengan ekonomi atau keuangan dalam rumah tangga, memang sesuatu yang tidak bisa dilepaskan begitu saja. Boleh jadi, keuangan itulah yang menjadi penentu ketentraman dalam rumah tangga seseorang.
Bagaimana tidak, kini banyak kasus perceraian akibat krisis ekonomi dalam keluarga. Padahal cerai adalah sesuatu yang dibenci oleh Allah, walau memang diizinkan. Lalu, bagaimana Islam memandang tentang hal ini?
Apabila suami mengalami kesulitan dalam masalah keuangan atau kesulitan setelah kelapangan, namun ia masih bisa memenuhi kebutuhan primer istri seperti, makanan pokok, pakaian dan tempat tinggal maka ia tidak berhak meminta cerai dan berpisah dengannya.
Ini berdasarkan firman Allah SWT, “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan,” (QS. Ath-Thalaq: 7).
Di antara bentuk pergaulan yang baik ialah seorang istri tetap mendampingi suami, terutama bila suami sedang menghadapi ujian atau tertimpa suatu musibah. Bukan malah menghindar dengan meminta cerai.
Seorang istri yang tidak sanggup hidup bersama suami kecuali dalam keadaan lapang saja merupakan bukti atas buruknya pergaulannya. Juga sebagai bukti atas ketidakpahaman dan ketidaktahuannya tentang hubungan rumah tangga yang dibangun di atas cinta dan kasih sayang.
Namun apabila suami mengalami kesulitan dan tidak bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan rumah tangga seperti makanan pokok, pakaian dan kebutuhan-kebutuhan lainnya yang harus dipenuhi maka ia boleh berpisah dengannya, baik itu dengan talak maupun faskh (pembatalan akad nikah).
Ini berdasarakan firman Allah SWT, “Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik,” (QS. Al-Baqarah: 229).
Abu Hurairah RA meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang suami kesulitan memberi nafkah sang istri maka keduanya boleh diceraikan,” (HR. Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi).
Ibnu Mundzir berkata, “Diriwayatkan bahwa Umar pernah menulis surat kepada para komandan perang agar mereka memberi nafkah atau menceraikan (istri). Seorang suami diwajibkan untuk rujuk dengan cara yang makruf. Apabila ia hendak rujuk dengan istrinya, pada saat bersamaan ia kesulitan memenuhi kebutuhan (hidup) sehingga dapat menimbulkan bahaya, maka ia diharamkan untuk rujuk dengan istrinya.”
Allah SWT berfirman, “Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudaratan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka,” (QS. Al-Baqarah: 231). []
Sumber: 150 Problem Rumah Tangga yang Sering Terjadi/Karya: Nabil Mahmud/Penerbit: Aqwam