JAKARTA—Hari ini, Senin (13/11/2017) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai saksi tersangka kasus korupsi proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-el) Anang Sugiana Sudiharja (ASS).
Atas panggilan tersebut, kuasa hukum Novanto, Frederich Yunadi, mengungkapkan belum dapat memastikan apakah Novanto akan hadir dalam pemanggilan hari ini. Namun Frederich sendiri menyarankan agar Novanto tidak memenuhi panggilan tersebut.
“Saya belum tahu beliau hadir apa nggak. Tapi kita berikan saran tidak hadir, karena KPK tidak punya wewenang untuk memanggil,” ujar Frederich di Jakarta, seperti dikutip dari Republika, Ahad (12/11/2017).
Frederich masih bersikukuh bahwa Setya Novanto tidak perlu hadir jika tidak ada surat izin dari presiden. Dia berdalih karena sesuai kegentingan dalam Undang-undang 17 Tahun 2014 tentang MD3 mengatur demikian.
“Itu adalah UUD 1945. Tolong satu hal dicatet. UUD 1945 pasal 20A, itu bilang anggota dewan memiliki hak untuk bicara, hak untuk bertanya, untuk mengawasi, dan punya imunitas. Tolong, kita semua mengerti bahasa Indonesia. Pasti tahu imunitas itu apa. Berarti anggota dewan tidak bisa disentuh,” ungkap Frederich.
Karenanya ia menilai, jika KPK tetap bersikeras memanggil dan menyebut Novanto tidak kooperatif, justru KPK telah melanggar hukum. Padahal yang kliennya tersebut lakukan itu, kata Frederich, justru dalam rangka menaati aturan hukum.
“Jadi kalau sekarang KPK mau melawan UUD, patut kita curigai mereka itu siapa. Kan dia ingin inkostitusional,” ucap dia.
Ia juga menyorot pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla bahwa tak perlu izin presiden jika hendak memanggil anggota DPR.
“Mungkin dalam hal ini Pak JK kurang memelajari hukum. Beliau kan bukan ahli hukum. Kalau saya kan ahli hukum, saya lebih tahu siapa yang punya wewenang. Kita ini negara hukum, bukan negara kekuasaan,” ujarnya. []