RAMALLAH–Israel kembali melarang umat Muslim Palestina beribadah di Masjid Al-Aqsha pada Kamis (29/6/2017) kemarin. Meski demikian, penutupan Masjid Al-Aqsha ini tidak berpengaruh bagi kaum ekstrimis Yahudi. Mereka tetap diberikan kebebasan untuk memasuki areal Masjid oleh otoritas Israel.
Keleluasaan memasuki areal Masjid Al-Aqsha ini dimanfaatkan ekstrimis Yahudi untuk memperingati hari kematian Hallel Ariel, seorang gadis Israel yang diberitakan dibunuh warga Palestina di Al-Khalil, Hebron. Kepala Kepolisian Israel, Yuram Levi turut mendampingi acara peringatan tersebut.
Direktur Jenderal urusan Al-Aqsha Azzam al-Khatib pada Jumat (30/6/2017) menjelaskan bahwa otoritas Israel biasanya mereka hanya melarang Muslim di usia tertentu untuk tidak beribadah di Masjid Al-Aqsha. Namun kini, semua umat Muslim dilarang untuk beribadah di Masjid Al-Aqsha.
Juru bicara Otoritas Palestina Tareq Rashmawi menyebut tindakan yang dilakukan Israel telah melanggar hukum Internasional karena bertentangan dengan nilai dan moral manusia. “Kami meminta masyarakat internasional mengambil keputusan secepatnya untuk menghentikan tindakan sewenang-wenang Israel terhadap rakyat Palestina dan tempat-tempat suci umat Islam,” imbuhnya.
Hakim syariat tertinggi Otoritas Palestina Mahmoud al-Habash ikut berkomentar terkait penutupan Masjid Al-Aqsha ini. Ia menilai, tindakan Israel melarang Muslim untuk beribadah di Al-Aqsha dapat memicu konflik agama.
“Dalam mengambil langkah semacam itu, Israel mengizinkan genderang perang agama dengan menghasut sentimen keagamaan dari 1,5 miliar Muslim di seluruh dunia,” ujarnya.
Al-Habash berharap, semua penduduk Arab bisa rutin berkunjung ke Masjid Al-Aqsha untuk mencegah perubahan demografis dan keagamaan di Yerusalem. []
Sumber: Asharq Al-Awsat