Oleh: Ummu Zayta
“SUDAHLAH…, tidak perlu berusaha, tidak perlu capek-capek dengan hal yang tidak akan menjadi takdir kita, toh 50.000 tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi Dia telah tetapkan semuanya…”
” Semua kemaksiatan yang berujung bencana kan sudah menjadi takdir Allah…jadi untuk apa kita cegah dan menghindari semua itu…?”
“Riba, zina, ghibah atau kemaksiatan yang lain sudah menjadi takdir Allah, jadi tidak perlu pusing…”
Mungkin kita pernah mendengar ungkapan di atas atau kita sendiri sempat berpikir demikian? Benarkah pemahaman tersebut?
BACA JUGA: Kau Akan dikenang Sebagai Apa?
Takdir adalah ilmu Allah/ ketentuanNya yang sudah ditulis di lauhul mahfuzh 50.000 tahun sebelum diciptakan langit dan bumi.
Berbicara takdir, tidak cukup waktu sebentar untuk membahasnya. Bila tidak mengacu pada ilmu yang benar, tentu akan menambah ruwet bahkan berakibat fatal terhadap pemahaman akidah.
Banyak pertanyaan mengenai takdir yang berujung pada kekeliruan. Karena sejatinya yang bertanya sedang mengobok obok tentang ilmu Allah. Zat yang tidak akan pernah bisa dijangkau oleh makhluk.
Dulu sahabat Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam tidak pernah memperkarakan takdir. Mereka selalu mendengar perintah Allah dan taat. Tidak pernah bertanya apakah perbuatannya takdir atau bukan. Melainkan cukup beriman dan meyakininya.
Allah Ta’ala berfirman,
إنا كل شىء خلقنه بقدر
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (Qs. Al-Qamar: 49)
Allah telah menakar segala sesuatu dengan ilmunya. Allah juga telah merancang semuanya sedemikian rupa. Bila Dia berkehendak pasti terjadi. Allah maha mengetahui, ilmunya mencakup segala sesuatu. Tidak ada yang luput dari pengetahuannya.
Manusia tidak perlu dan tidak mungkin bisa menjangkau itu. Apa yang dikehendakiNya? Bagaimana Allah merancang semuanya? Semua tidak akan mampu menjawabnya.
Hakikat Allah dan hakikat manusia adalah dua wilayah yang berbeda dan tidak bisa digabungkan. Sehingga antara takdir Allah dan kehendak manusia tidak bisa dikaitkan.
Allah memberikan pilihan kepada manusia sekaligus memudahkan apa yang menjadi takdirnya. Dengan pilihan itu Dia akan memberikan dosa atas setiap maksiat dan pahala atas setiap ketaatan. Jika Dia tidak memberikan pilihan, maka tidak akan ada pula hisab disitu. Itulah keadilan Allah.
BACA JUGA: 5 Syarat Maksiat
Adapun ketika ada aggapan bermaksiat adalah takdir Allah sama halnya ia telah mencampur adukkan zat Allah dengan perbuatan makhluk. Inilah sebuah kekeliruan. Karena sejatinya maksiat itu adalah pilihannya sendiri.
Allah ﷻ berfirman:
مَاۤ اَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللّٰهِ ۖ وَمَاۤ اَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَّـفْسِكَ ۗ
“Kebajikan apa pun yang kamu peroleh adalah dari sisi Allah dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS. An-Nisa’ 4: Ayat 79)
Oleh karena itu, tak pantas bagi makhluk mempertanyakan sesuatu yang tidak mampu ia menjangkaunya. Pertanyakanlah apa yang telah dipersiapkan untuk hari akhirat? Sudahkah kita menghisab semua perbuatan sebelum kelak Allah akan menghisab?
Wallahu a’lam. []