AZERBAIJAN–Ketua Asosiasi Organisasi Publik Perlindungan Monumen Sejarah dan Budaya di Wilayah Pembebasan Azerbaijan, Faig Ismayilov mengungkapkan hasil awal penilaian monumen di Kota Shusha, Azerbaijan, yang sebelumnya diduduki Armenia.
Menurut hasil penilaian awal tersebut, sebanyak 11 masjid telah dihancurkan di kota itu selama pendudukan Armenia.
“Sekitar 11 masjid hancur total di Shusha,” kata Ismayilov. Meskipun sembilan masjid tetap dalam bentuk aslinya, mereka harus dirombak,” ujar dia, sebagaiamana dilansir dari en.trenz.co, Senin (21/12/2020).
Ismayilov merupakan anggota pekerja Grup yang dibuat sehubungan dengan penilaian dan inventaris di kota Shusha. Misi kelompok mereka adalah untuk memantau monumen sejarah dan budaya di Shusha, menjelajahi keadaan monumen di wilayah ini dan mengungkap monumen yang harus dipulihkan dan dilestarikan, serta melakukan pekerjaan desain.
BACA JUGA: Bebaskan Kota Susha, Presiden Azerbaijan: Suara Azan akan Terdengar lagi setelah 28 Tahun
Grup tersebut menyaksikan kehancuran besar selama pengamatan itu. Sebagian besar rumah abad ke-18 hingga abad ke-19 hanya tersisa dindingnya. Sebagian besar monumen yang telah didaftarkan oleh negara telah diratakan dengan tanah, berbagai bangunan telah dibangun di tempatnya.
“Tidak ada satu pun monumen sejarah dan budaya yang tetap utuh di kota,” kata Ismayilov.
Pekerjaan itu dilakukan untuk memulihkan karavan (penginapan pinggir jalan tempat para pelancong dapat beristirahat) di Shusha, yang tidak dapat diterima karena penghuni mengubahnya dengan gaya mereka sendiri. Jika orang-orang Armenia tinggal di sana sedikit lebih lama, maka tidak ada yang tersisa dari sejarah Shusha.
Pada pekan lalu, Presiden Republik Azerbaijan, Ilham Aliyev, mengatakan Armenia menghina perasaan tidak hanya orang Azerbaijan, akan tetapi semua umat Muslim di dunia.
“Semua kota dan desa kami hancur, semua monumen sejarah kami hancur, monumen budaya kami telah dihancurkan sepenuhnya, masjid kami telah dihancurkan atau mereka menggunakannya sebagai tempat untuk memelihara hewan, dengan demikian, menghina perasaan tidak hanya orang Azerbaijan tetapi semua Muslim di dunia,” kata Aliyev, dilansir dari laman Trend, pada Jumat (18/12/2020).
Aliyev mengungkapan, semua Muslim di dunia yang melihat foto-foto dan video-video itu, akan memahami betapa jahatnya kejadian yang mereka hadapi selama bertahun-tahun. Di samping itu juga orang-orang juga dapat melihat pencapaian yang telah mereka buat untuk membebaskan wilayahnya, membebaskan tanah, dan kembali ke akar mereka.
“Armenia, seperti yang Anda ketahui, sedang berupaya untuk memperkuat atau dalam beberapa kasus menciptakan hubungan dengan negara-negara Muslim. Tetapi saya yakin bahwa semua Muslim di dunia yang melihat gambar-gambar video itu akan mengirimkan pesan yang sangat kuat kepada pemerintah mereka untuk menahan diri dari kontak apapun dengan negara yang menghancurkan masjid, yang memelihara babi di masjid, dan yang menumbuhkan Islamofobia,” paparnya.
“Mungkin ada kepentingan politik, mungkin ada beberapa atau kepentingannya tapi saya pikir semua Muslim di dunia harus menyatukan suara mereka dan menyampaikan pesan yang kuat kepada penyerang bahwa apa yang telah mereka lakukan tidak dapat diterima dan tidak akan dilupakan Muslim,” lanjut dia.
Hubungan antara bekas republik Soviet Azerbaijan dan Armenia tegang sejak 1991, ketika militer Armenia menduduki Nagorno-Karabakh, juga dikenal sebagai Karabakh Atas, sebuah wilayah yang diakui sebagai bagian dari Azerbaijan, dan tujuh wilayah yang berdekatan.
Bentrokan baru meletus 27 September dan tentara Armenia terus menyerang warga sipil dan pasukan Azerbaijan, bahkan melanggar perjanjian gencatan senjata kemanusiaan selama 44 hari. Baku membebaskan beberapa kota dan hampir 300 permukiman dan desa dari pendudukan Armenia selama ini.
BACA JUGA: Masjid Agdam, Bangunan Bersejarah di Azerbaijan yang Jadi Kandang Ternak di Tangan Armenia
Pada 10 November, kedua negara menandatangani perjanjian yang ditengahi Rusia untuk mengakhiri pertempuran dan bekerja menuju resolusi yang komprehensif. Gencatan senjata dipandang sebagai kemenangan Azerbaijan dan kekalahan Armenia.
Di samping itu, Penduduk Aghdam, yang diduduki Armenia selama 27 tahun, mengatakan bahwa kota itu menjadi hancur selama pendudukan.
Di Aghdam, tempat tentara Armenia mundur pada 20 November, hampir tidak ada bangunan yang berdiri utuh. Sekitar 143 ribu orang Azerbaijan pernah tinggal di kota itu, tetapi sekarang kota itu hanya hanya tinggal jalan-jalan tidak terawat dan bangunan hancur.
Masjid dua menara yang dibangun pada abad ke-19 merupakan satu-satunya bangunan yang struktur utamanya masih utuh. Namun kondisinya sangat memprihatinkan dan terabaikan. Penghancuran oleh Armenia di Aghdam selama pendudukan digambarkan pers asing sebagai “Hiroshima di Kaukasia.” []
SUMBER: TREND