Oleh: Dr. Tajuddin Pogo, Lc. MH
ALLAH SWT memuji hamba-Nya yang bersikap sederhana dalam membelanjakan kekayaannya. Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan sesungguhnya (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (QS. Al-Furqon: 67)
Menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya: “orang yang bersikap demikian adalah orang yang tidak boros dalam memanfaatkan harta sampai berbelanja melebihi kebutuhan dan tidak pula kikir terhadap keluarganya sampai mengurangi hak-hak mereka dan tidak memberikan kecukupan bagi mereka. Dia berlaku adil, sederhana dan bertindak yang terbaik. Sebaik-baik perkara adalah yang pertengahan dan tidak berlebih-lebihan” (Tafsir Ibnu Katsir: 3/325).
BACA JUGA: Orang Boros, Saudaranya Setan
Sikap pertengahan yang diperintahkan, adalah tidak kikir, tidak menahan, tidak berlebihan dan boros. Sikap terbaik dan seharusnya adalah pertengahan di antara semua sikap ekstrem di atas.
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu belenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena hal itu memebuat kamu menjadi tercela dan menyesal.” (QS. Al-Isro’: 29)
Dalam hal praktiknya Ibnu Katsir menjelaskan bahwa “Allah swt memerintahkan agar seseorang bersikap sederhana di dalam kehidupannya, Dia mencela sikap kikir dan melarang sikap boros, yaitu tidak boleh bersikap pelit dan menahan harta dan tidak memberikannya kepada seorangpun. Demikian pula tidak boleh berlebihan dalam membelanjakan harta, sehingga melebihi kemampuan orang, dan pengeluarannya melebihi penghasilannya.
Akibat sikap kikir, orang menjadi sasaran celaan, cercaan dan pengacuhan. Sedangkan sikap berlebihan mengulurkan bantuan di atas kemampuan dapat membangkrutkan orang sehingga tidak memiliki apa-apa lagi bahkan bisa terlilit hutang dan menjadi seperti hasir, yaitu sebuah hewan tunggangan yang tidak mampu lagi berjalan”. (Tafsir Ibnu Katsir: 3/36)
Dalam Islam ada larangan hidup boros dan bermewah-mewahan sehingga harta terbuang sia-sia dan hanya tinggal sedikit didermakan. Orang yang boros dan hidup mewah disebut sebagai saudara setan. Bagaimana mungkin seseorang bisa dengan tenang hidup mewah dan berfoya-foya, sementara banyak orang kelaparan dan hidup dalam kekurangan?
Namun perilaku membelanjakan harta dan menginfakkannya dalam kebenaran, sebanyak apapun tidak termasuk dalam pemborosan. Mujahid berkata, “seandainya seorang menginfakkan seluruh hartanya dalam kebenaran maka dia bukan termasuk pemborosan, dan seandainya dia menginfakkan satu mud bukan pada tempatnya maka hal itu termasuk pemborosan” (Tafsir Ibnu Katsir: 3/36).
Al-Quran menggunakan kata isrâf untuk menggambarkan segala yang melampui batas dalam pembelajaan harta. Demikian pula harta yang dibelanjakan bukan dalam ketaatan kepada Allah, termasuk bagian dari isrâf walaupun hanya sedikit. Perilaku boros bisa terjadi pada harta dan urusan lainnya, sehingga al-Quran memperingatkan dengan keras para pelakunya. Sikap boros sangat dibenci dan dilarang. Allah SWT memperingatkan hamba -Nya dari sikap boros dalam firman-Nya:
وكُلُواْ وَاشْرَبُواْ وَلاَ تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Dan makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-‘Arof: 31)
Menurut Atho’ bin Abi Robah setiap muslim dilarang berlaku boros dalam segala hal. Ibnu Katsir menambahkan bahwa berlebihan dalam makan, dapat membahayakan akal dan jasmani. Tafsir Ibnu Katsir: 2/182 dan dari Miqdam bin Ma’di Yakrib RA bahwa Nabi bersabda, “Tidaklah seorang anak Adam mengisi sebuah bejana yang lebih buruk daripada perut,…( Sunan Turmudzi: 4/590 no: 2380 dan dia berkata: Hadits hasan shahih).
Allah telah menghimpun prinsip pokok tentang pola hidup sehat dalam setengah ayat saja, yaitu bersikap wajar, sederhana, adil dan tidak berlebihan dalam makan dan minum Tafsir Ibnu Katsir: 2/210. Yaitu penggalan ayat dari Al-‘Arof: 31:
وكُلُواْ وَاشْرَبُواْ وَلاَ تُسْرِفُواْ
“Dan makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan…”
Disamping untuk keseimbangan kebutuhan tubuh, sikap itu juga meningkatkan kemampuan redistribusi seseorang untuk manfaat sesamanya. Allah SWT berfirman:
وَآتُواْ حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ وَلاَ تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“…dan tunaikanlah haknya di hari saat memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al-An’am: 141)
Rasulullah Saw. memberikan tuntunan kesederhanaan dalam konsumsi makanan dan belanja pakaian. Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya RA bahwa Nabi bersabda, “Makan dan bersedeqahlah dan pakailah pakaian tanpa berlebihan dan sombong” Sunan Al-Nasa’I: 5/79 no: 558 diriwayatkn oleh Al-Bukhari secara ta’liq: 4/53 dan Dari Ibnu Abbas RA berkata: Makanlah sekehendakmu dan pakailah sekehendakmu, dua perkara yang membuatmu salah yaitu boros dan sombong”. (Shahih Bukhri: 4/53)
Tuntunan Rasulullah Saw. dalam membagi kapasitas perut adalah sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga untuk nafas. dari Miqdam bin Ma’di Yakrib RA bahwa Nabi bersabda, “… cukuplah bagi anak Adam itu beberapa suap makanan untuk menegakkan tulang punggungnya, dan jika mesti dilakukan maka hendaklah dia meletakkan porsi sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga untuk nafasnya.” (Sunan Turmudzi: 4/590 no: 2380 dan dia berkata: Hadits hasan shahih)
Di antara bentuk pemborosan yang dilakukan oleh masyarakat adalah pemborosan dalam pesta pernikahan dan acara-acara lainnya, baik pesta yang kecil ataupun besar, di mana makanan dihidangkan melebihi kebutuhan. Sikap ini termasuk berlebihan dalam membelanjakan harta. Sikap ini terlarang dan terancam dengan predikat saudara setan sebagaimana terdapat dalam firman Allah SWT:
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُواْ إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS. Al-Isro’: 27)
BACA JUGA: Boros? Hati-hati, Ini Akibatnya!
Tabzir adalah mempergunakan harta bukan pada tempatnya, seperti penyaluran harta dalam kemaksiatan, atau menyalurkannya pada perkara yang tidak bermanfaat baik untuk bermain-main, merendahkan fungsi harta, sementara Israf (Boros) adalah berlebihan dalam makan dan minum serta berpakaian tanpa dituntut kebutuhan.. Dari Khaulah Al-Anshoriyah berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya seorang lelaki menenggelamkan diri memanfaatkan harta milik Allah bukan pada jalan yang benar, maka mereka mendapat balasan neraka pada hari kiamat”. (Shahih Bukhari: 2/393 no: 3118)
Dari Abi Barzah AL-Asalmi RA bahwa Nabi bersabda, “Tidak akan melangkah dua kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga dirinya akan ditanya oleh Allah SWT tentang umurnya untuk apa umur tersebut dia habiskan? tentang ilmunya apakah yang telah diperbuat dengan ilmu tersebut, tentang hartanya dari manakah dia dapatkan dan kemanakah disalurkan.” (Sunan Turmudzi: 4/612 no; 2426). []